SANGATTA – Para petani padi di Kutim masih dijajah produk beras impor. Padahal, produk lokal dipastikan lebih berkualitas karena lebih segar, dan lekas diperoleh. Namun apa daya, kemasan beras impor yang lebih menarik menjadi pemikat hati warga lokal.
Kepala Dinas Pertanian Kutim melalui Kasi Pasca Panen dan Pemasaran Hajrah mengatakan saat ini tidak dapat dimungkiri bahwa masih banyak produk impor yang digunakan warga di Kutim. Hal itu sudah menjadi tren di kalangan masyarakat, karena iklan dan kemasan produk luar Kaltim terlihat lebih menarik perhatian.
Padahal, terang dia, kualitas beras lokal dapat dipastikan lebih baik ketimbang impor. Sebab, beras hasil panen petani di Kutim bisa langsung diperoleh, tanpa menggunakan pengiriman melalui jalur kapal yang memakan waktu berhari-hari sehingga menggunakan bahan pengawet makanan. “Justru produk padi Kutim lebih sehat,” ucap Hajrah saat dijumpai diruang kerjanya, Rabu (17/1).
Dia memastikan, harga jual rata-rata beras petani Kutim dapat dibeli dengan harga Rp 10 ribu per karung, yakni sekira 250 gram. Sementara beras impor yang kebanyakan didatangkan dari Jawa dan Sulawesi, dijual dengan harga yang relatif sama, yakni Rp 10 ribu per karung sekira 250 gram.
Dia tidak menampik, saat ini sudah mulai banyak petani padi yang bergeser ke bidang perkebunan sawit. Diduga, karena petani ingin mendapat penghasilan lebih banyak, sebab di Kutim memang banyak ditemui perkebunan sawit dari perusahaan maupun rakyat.
“Tapi, ada beberapa kelompok tani yang masih mempertahankan usahanya di bidang padi. Yakni, di Desa Miau Baru, Kecamatan Kongbeng, dan di Kecamatan Kaubun. Sebab, mereka memiliki semacam kontrak penjualan ke perusahaan sekitarnya, sehingga memiliki kepastian pasar,” ulas dia. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: