Menjadi pegiat di bidang kesenian memang tidaklah mudah. Selain diperlukan kesabaran dan ketekunan tinggi, Kerap kali ekspektasi yang diharapkan tak sesuai realita. Namun dengan perjuangan keras, Sanggar Seni Tunas Rimba sukses mengantarkan anak didiknya ke berbagai ajang seni bergengsi di Indonesia hingga mancanegara.
DEVI, Samarinda
Keberadaan Sanggar Seni Tunas Rimba di Kota Tepian punya sejarah panjang. Berdiri sejak 18 Desember 1980, nama Tunas Rimba rupanya terinspirasi dari nama sebuah taman kanak-kanak (TK). Sebagaimana dikisahkan Pembina Tunas Rimba, Ismed Rizal kepada Metro Samarinda, Sabtu (25/8) kemarin.
“Sanggar Seni ini dibantuk oleh kedua orang tua saya. Karena tempat kerja mereka dekat dengan sebuah TK, maka nama sanggar seni ini menjadi Tunas Rimba,” tutur Ismed.
Diceritakan, kedua orang tua Ismed membentuk sanggar seni ini karena tak ingin anak-anaknya bermain dengan tujuan yang tidak jelas. Untuk itu, dibentuklah Tunas rimba dengan harapan dapat mengarahkan minat anak-anak kepada hal-hal yang lebih positif yaitu belajar seni. Semangat itulah yang kini diteruskan Ismed.
Awalnya, sanggar seni ini beranggotakan sekira 20 orang. Seiring perjalanan waktu, sanggar seni berusia puluhan tahun ini telah memiliki anggota sekira 60 orang di bawah kepemimpinan Anggi Rully selaku ketua yayasan. “Dengan adanya sanggar seni ini harapannya anak-anak dapat belajar hal-hal yang lebih positif. Khususnya melestarikan kesenian itu sendiri,” sebut Ismed.
Untuk dapat menimba ilmu seni di Tunas Rimba tak bisa sembarangan. Pasalnya, harus melalui audisi dahulu yang diadakan di setiap tahunnya. Kebanyakan yang mengikuti audisi adalah kader-kader yang memang telah dididik yayasan, mulai dari pelajar SMA hingga mahasiswa perguruan tinggi.
Untuk pembiayaan sanggar, diuraikan Ismed, didapatkan dari yayasan. Sumbernya berasal pendapatan pementasan yang dilakukan selama ini. Dari kegiatan sanggar yang dilakukan selama ini, telah banyak prestasi ditorehkan. Mulai dari The Best Perform Jogga Carnival 2010 hingga juara parade tari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 2018.
Pun demikian dengan penghargaan penata tari terbaik, penata musik unggulan terbaik, penata busana unggulan terbaik, serta pernghargaan-penghargaan lainnya. Bukan hanya sukses di Indonesia, penghargaan-penghargaan bergengsi turut didapatkan sanggar ini dari keikutsertaan di berbagai event mancanegara.
Meliputi Festival Seni Melayu dan Borneo di Malaysia, Malam Indonesia Malievard di Belanda, Pentas Seni Kedutaan Indonesia di Belgia, dan Asian Month Foukkoka di Jepang. Di antara berbagai event yang diikuti tersebut, penampilan paling berkesan menurut Ismed yaitu ketika Tunas Rimba diberi kehormatan unjuk kebolehan tari di istana negara.
“Itu adalah pengalaman tak terlupakan. Merupakan kebanggaan tesendiri bagi kami dapat menyuguhkan karya kami di istana negara,” ucapnya.
Selama tampil di berbagai event tersebut, Ismed mengakui banyak suka dan duka dirasakan. Karena memang bukan hal mudah untuk mendidik anak-anak dengan berbagai macam sifat dan latar belakang. Salah satunya yaitu keterlambatan anggota sanggar tari dalam mengikuti latihan. Sehingga membuat jadwal latihan menjadi molor.
Pun demikian, pekerjaan sebagai seniman memang identik dengan pendapatan pas-pasan. Karena itu, Ismed mengajarkan anak-anak didiknya untuk tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Yang terpenting, mereka belajar dan memberikan usaha terbaiknya dengan tulus ikhlas. Karenan dengan usaha terbaik, diyakini pasti bisa menjadi seniman dan seniwati yang baik dengan kemampuan berkualitas. Bila demikian, dengan sendirinya mereka akan dicari-cari orang.
“Jika kamu melakukan sesuatu dengan memberikan usaha terbaik, diiringi hati tulus ikhlas, insyaallah kesuksesan menghampiri. Kemampuan akan diakui orang dan dengan sendirinya orang akan mencari,” urai Ismed.
Dengan begitu, anak-anak didiknya paham bahwa yang terpenting adalah mengejar kualitas diri. Membangun integritas, berusaha menunjukkan penampilan maksimal. Jika penampilan mereka dapat memukau banyak orang, maka akan menjadi kebanggaan tersendiri atas kerja keras yang dilakukan selama ini.
Buktinya, sambung Ismed, banyak anak didiknya yang menang beragam lomba seni di Indonesia hingga mancanegara. Pun begitu, banyak anak didik sanggar ini yang turut mengajarkan ilmu yang mereka dapat ke anak-anak di daerah asalnya.
Anak didik Tunas Rimba sendiri bukan hanya berasal dari Samarinda. Melainkan juga berasal dari beberapa daerah di Kaltim lainnya seperti Malinau. Sehingga Ismed berharap, di kabupaten/kota lain di Kaltim tersebut dapat dibangun sanggar seni serupa.
Dalam hal ini, Tunas Rimba ingin menjadi role model bagi sanggar seni lainnya. Agar dapat terus eksis dan tidak tergerus zaman dengan menampilkan berbagai kesenian yang akan disukai masyarakat. Yakni dengan menampilkan kesenian yang baru, yang telah dimodifikasi dengan mengangkat cerita-cerita rakyat.
Karena diakuinya, sanggar seni tempatnya bernaung ini tak berbeda dengan seni tari pewayangan yang juga menampilkan sebuah drama. Tarian yang ia maksud seperti Tari Kancet Paren Bio Bungan Malam, Tari Hambat Bercahaya, Tari Danau Lipan Bercahya, Tari Topeng Kuntum Wangi,Tari Kulle Umaq, Tari Hudat Pin Neq Sehong, Tari Seraungzi, Tari Benua Mahakan dan masih banyak lagi.
“Karena jika menunjukkan kesenian yang itu-itu saj,a khawatirnya orang akan bosan. Jadi kita harus berinovasi, bagaimana caranya agar kesenian ini dapat terus eksis. Caranya yaitu dengan menampilkan hal-hal yang baru. Menampilkan cerita-cerita baru dengan desain tarian dan kostum yang apik. Yang akan membuat masyarakat terpukau ketika melihatnya,” beber Ismed.
Sehingga pihaknya terus berkreasi untuk menampilkan berbagai hal baru di bidang kesenian. “Dengan cara itulah, kesenian akan dapat bertahan di era globalisasai ini. Namun tentu saja, tidak menanggalkan pakem asli kesenian tersebut,” pungkasnya. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post