BALIKPAPAN – Kabar wafatnya Ashraf Sinclair pada Selasa (18/2) cukup membuat masyarakat Tanah Air kaget. Aktor keturunan Melayu dan Inggris itu didiagnosa meninggal akibat serangan jantung. Tidak ada yang menyangka, suami dari Bunga Citra Lestari tersebut pergi meninggalkan dunia dalam usia yang terhitung masih muda yakni 40 tahun.
Padahal perilaku hidup sehat Ashraf tidak perlu diragukan. Dia rajin berolahraga dan menjaga pola makan. Namun sayangnya, ayah dari Noah Sinclair itu tetap tidak bisa terhindar dari penyakit serangan jantung yang akhirnya merenggut nyawanya. Lalu bagaimana penyakit itu bisa begitu berbahaya?
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Muhammad Iqbal menjelaskan, penyakit jantung saat ini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Terutama jantung koroner adalah salah satu kasus yang paling besar dalam kadiovaskular. Dominasinya mencapai 30 persen dari seluruh kasus kardiovaskular.
Jantung koroner yakni kondisi di mana terjadi penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah jantung. “Koroner adalah pembuluh darah yang memberi makan ke otot jantung. Dia menyuplai nutrisi dan oksigen ke otot jantung,” tuturnya. Ibarat saluran irigasi sawah, begitu juga aliran darah ke jantung.
Ketika ada saluran yang tersumbat, maka sawah bisa mati. “Tapi kalau otot jantung salurannya tersumbat, maka sudah mulai rusak. Jantung bertugas sebagai pompa untuk mengedarkan darah,” ujarnya. Namun yang menjadi masalah, mereka yang merasakan penyakit jantung koroner atau penyempitan pembuluh darah itu sebagian besar 50 persen tidak merasakan keluhan. “Tiba-tiba terkena serangan jantung. Padahal potensi serangan jantung 50 persen fatal, bisa meninggal sebelum tiba di rumah sakit,” ungkapnya.
Apalagi angka kematian paling tinggi yakni selama 1-2 jam pertama saat serangan jantung. Sehingga semakin cepat dapat pertolongan tentu semakin bagus. “Karena dalam 6 jam setelah serangan, sebagian otot jantung mulai rusak,” ucap dokter yang bertugas di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) itu.
Sementara 50 persen kasus jantung koroner, ada yang merasa keluhan seperti sesak napas. Nyeri dada menjadi tanda awal gejala dari pasien jantung. Terasa berat seperti ada beban, ditindih atau diperas di bagian dada.
Rasa sakit itu bisa menjalar sampai punggung, lengan kiri-kanan, leher rasa tercekik, dan rahang kaku. “Misalnya ketika jalan atau naik tangga terasa berat dan dada penuh,” sebutnya. Sehingga mereka yang tidak merasakan keluhan atau gejala justru bahaya dan harus waspada.
Dia menjelaskan, penyakit jantung koroner memiliki lima faktor risiko utama. Di antaranya merokok, kolesterol, keturunan, darah tinggi atau hipertensi, dan diabetes melitus. Sedangkan untuk kasus Ashraf, Iqbal mengaku belum tahu pasti soal faktor risiko yang ada pada almarhum. Sebab selama ada faktor risiko ini, maka potensi terkena serangan jantung masih ada.
“Dia rajin olahraga dan jaga makanan, itu memang mengurangi faktor risiko. Tapi bukan berarti tidak ada faktor risiko lain,” ucapnya. Biasanya penyakit jantung koroner merupakan titik akhir dan tidak berdiri sendiri. Namun sebelumnya pasien telah menderita penyakit lain yang masuk faktor risiko tersebut. Seperti hipertensi dan diabetes.
Iqbal menyarankan untuk menjaga kondisi tubuh dari jantung koroner bisa dengan memakan asupan sayur dan buah. Lalu kurangi makanan dengan kadar kolesterol tinggi seperti jeroan, udang, cumi-cumi, kerang kepiting, hingga kuning telur. Bukan main-main, kolesterol pada satu biji kuning telur lebih tinggi dari 100 gram daging kambing.
“Satu biji kuning telur ini memiliki kolesterol 250 miligram. Sedangkan daging kambing per 100 gram memiliki kolesterol hanya 100-120 miligram,” ujarnya. Begitu pula dengan olahraga, mereka yang rajin melakukan kegiatan fisik itu memang baik. Namun bukan berarti bebas dan tidak mungkin terkena penyakit jantung koroner.
Melainkan, olahraga mampu mengurangi risiko saja. Tapi kalau faktor risiko lain tetap ada, maka tetap bisa berpotensi terkena jantung koroner. Apalagi penyakit jantung tidak pandang usia, dia pernah menangani pasien berusia 25 tahun yang kondisinya tidak gemuk dan tidak merokok masih bisa terkena serangan jantung.
Penanganannya bisa dengan pemasangan ring. Namun bila kondisi pasien cukup parah, tidak hanya mampu bertahan dengan pemasangan ring, maka dokter akan merekomendasikan tindakan bypass jantung. Namun jika kondisi pasien masih tergolong ringan, dokter bisa memberikan obat-obatan.
Iqbal menuturkan, sebaiknya jangan tidur kurang dari tujuh jam dalam sehari. Berdasarkan saran dari Wealth Health Organization (WHO), sebaiknya olahraga dilakukan selama 150 menit dalam seminggu. Bisa dibagi menjadi tiga atau lima kali. “Jadi sekitar 30-50 menit setiap kalinya. Efeknya bisa mengurangi all cost mortality hingga 30-40 persen,” tutupnya. (gel/rom/k18/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: