SAMARINDA – Akhir-akhir ini beragam investasi bermunculan. Banyak yang ditawarkan di masyarakat. Baik yang berbentuk online maupun offline. Tentu saja setiap investasi yang ditawarkan menjanjikan keuntungan besar. Namun demikian, tidak sedikit penyertaan uang itu berakhir malapetaka.
Seperti yang terjadi pada Maret 2018. Puluhan investor melaporkan PT One Global Indonesia (MGI) pada Polda Kaltim. Pasalnya, pemilik PT MGI tidak mengembalikan modal investasi senilai Rp 1,5 miliar. Akhirnya, penyedia investasi itu dijerat di meja hijau.
Padahal sejak awal, para investor telah mendapatkan literasi keuangan dari perusahaan tersebut. Namun tetap saja berakhir penyesalan. Sebab para pengusaha, acap kali menjanjikan keuntungan yang menggiurkan.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim, Dwi Ariyanto mengungkapkan, kasus penipuan di bidang investasi bukan hanya terjadi di Balikpapan. Namun juga pernah terjadi di sejumlah daerah di Benua Etam.
“Masalahnya itu karena mereka yang berinvestasi tidak mengetahui dengan benar produk yang ditawarkan,” sebutnya, Selasa (2/10) kemarin.
Jika dibandingkan dengan sejumlah daerah di Pulau Kalimantan, Kaltim meraih peringkat literasi keuangan yang tergolong tinggi. Salah satu sebabnya, masifnya sosialisasi dan latihan yang diadakan lembaga keuangan yang digandeng OJK.
Namun hal itu berbanding terbalik dengan merebaknya kasus yang pernah terungkap di bidang investasi atau jasa keuangan. Karenanya, literasi keuangan yang tinggi tidak sepenuhnya menjamin terbebasnya seseorang dari penipuan.
Meski begitu, bekal literasi keuangan yang memadai harus tetap dimiliki masyarakat. Sebab dengan begitu, setiap orang dapat mengenal penyedia jasa keuangan yang terdaftar dan tidak terdaftar di OJK.
“Karena dengan literasi keuangan yang rendah, rentan terhadap investasi yang bermasalah. Literasi keuangan itu maksudnya pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan dan suku bunga,” imbuhnya.
Dengan pengetahuan yang memadai, calon investor dapat mengetahui asal muasal lembaga penyedia investasi. Kemudian dapat membandingkannya dengan suku bunga yang disediakan lembaga keuangan formal yang diakui OJK.
“Pengetahuan masyarakat mengenai perbandingan antara tawaran di lembaga nonformal dengan suku bunga yang ditawarkan di bank itu masih rendah di Kaltim,” tuturnya.
Kata Dwi, pihaknya kerap melakukan edukasi pada masyarakat. Antara lain bekerja sama dengan sejumlah komunitas sosial, kepolisian, dan perbankan.
“Kami terus sosialisasikan, jangan sampai tertipu dengan tawaran-tawaran yang kurang terpercaya. Ujung-ujungnya merugikan kita,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post