Perayaan Imlek selalu mengundang kegembiraan bagi siapa saja yang merayakan. Khususnya kaum muda yang masih begitu energik, momen ini tak luput menjadi perhatian. Apalagi dalam tradisi Imlek terdapat pemberian angpau, yang konon selalu dinantikan setiap tahunnya.
—————-
Angpau merupakan uang yang diberikan kepada anak-anak atau orang yang belum menikah. Angpau juga diberikan kepada orang tua oleh anak-anak yang telah menikah. Pada hari raya Imlek, biasanya angpau dibungkus dengan kertas merah. Bukan sekadar hadiah, angpau memililki filosofi tersendiri. Para penerimanya diharapkan bisa mendapat keberuntungan dan bernasib baik sepanjang tahun baru.
“Konon warna tersebut (merah, Red.) merupakan simbol kebahagiaan, kesejahteraan, sukacita, dan semangat yang mendatangkan kebaikan,” kata Angriyani, gadis berdarah Tionghoa yang menetap di Bontang.
Dia menuturkan, angpau merupakan tradisi yang selalu dinantikannya setiap Imlek tiba. Semenjak kecil, dia selalu mendapatkan angpau dengan nominal berbeda setiap tahunnya. Pada Imlek tahun 2017 silam, lajang 25 tahun yang karib disapa Lingling ini mengaku mendapatkan enam lembar amplop berisi angpau.
“Karena jumlah keluarga di sini (Bontang, Red.) sedikit, jadi ya sedikit juga dapatnya,” kisahnya.
Ujar Lingling, terdapat aturan tersendiri dalam pemberian angpau. Yang berhak memberikan angpau haruslah orang yang sudah menikah. Sekalipun secara ekonomi seseorang dianggap mampu atau dari segi usia dikategorikan dewasa, selama belum menikah tidak diperbolehkan memberikan angpau. Saat ditanya alasannya, dia mengaku tidak mengetahuinya secara pasti.
“Saya kurang tahu (alasannya, Red.). Itu sudah tradisi dari dulu,” ungkap Lingling yang kesehariannya berprofesi sebagai karyawati hotel ini.
Dijelaskan, ada prosesi tersendiri dalam pemberian angpau ini. Yaitu pihak penerima mesti memberikan doa terlebih dulu kepada pemberi. Urutannya, mengucapkan “Gong xi fa cai” atau selamat berbahagia, diikuti “Xin nian kuai le” yang berarti selamat tahun baru.
Berikutnya, mengucapkan “Shen ti jian kang” yang berarti semoga sehat selalu. Lantas diakhiri dengan “Wan shi ru yi” yang maknanya semoga semua keinginan terpenuhi. “Terakhir biasanya saya bilang ‘Ang pau na lai’ atau angpau buatku mana,” urainya.
Bukan hanya ucapan doa, posisi antara pemberi dan penerima angpau rupanya juga turut diatur. Mereka yang memberikan angpau bakal duduk di kursi. Sedangkan pihak penerima duduk di depannya seraya mengepalkan tangan.
Untuk nominal angpau, menurut Lingling tidak ada patokan khusus berapa nilai yang diberikan. Dalam hal ini merupakan hak pemberi angpau untuk menentukan berapa nominal yang akan diberikan.
Selain Lingling, pemudi Tionghoa lainnya yang selalu menantikan momen pemberian angpau ini yaitu Yung Yung. Momen ini selalu ditunggu karena tak jarang dapat menambah isi dompetnya menjadi lebih tebal. “Tahun lalu dapat sekira Rp 2 jutaan,” terang Yung Yung.
Menurut dia, tradisi pembagian angpau di keluarganya dimulai dari struktur keluarga tertua. Penerima angpau melakukan sungkem kepada pemberi yang duduk di kursi. Setelah diberikan kepada anak, berlanjut diberikan kepada saudara dan kemenakan. (*/ak/luk)