Keputusan KPK menetapkan AGM sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara suap pengadaan barang dan jasa, serta perizinan yang menyeret AGM sebelumnya.
bontangpost.id – Setelah ditetapkan tersangka pada 12 Juli 2022, akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga tersangka BG, HY, dan KA, Rabu (7/6). Mereka ini ditahan untuk 20 hari pertama dalam kaitan kasus dana penyertaan modal daerah yang dikelola perusahaan umum daerah (perumda) Penajam Paser Utara (PPU) 2019–2021. Abdul Gafur Mas’ud (AGM), mantan bupati PPU, yang sebelumnya telah divonis penjara 5 tahun dan 6 bulan pada Senin, 6 September 2022 dalam perkara suap, ikut pula terlibat sebagai tersangka dalam kasus ini.
“kami akan menyampaikan perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara pada perusahaan umum daerah tahun 2019 sampai dengan 2021. Dalam penyidikan perkara suap dengan tersangka AGM dan kawan-kawan, KPK kemudian menemukan adanya bukti permulaan yang cukup terkait dugaan perbuatan pidana lain yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, sehingga dilakukan pengembangan perkara dengan menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak berstatus tersangka,” kata Alexander Marwata, wakil ketua KPK seperti dikutip Kaltim Post (induk bontangpost.id) melalui siaran pers.
Mereka yang diamankan itu, AGM, bupati PPU periode 2018-2023 sekaligus kuasa pemegang modal (KPM) Perumda Benuo Taka (PBT); BG, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi (PBTE); HY, Direktur Utama PBT; KA, kepala Bagian Keuangan PBT. Disebutkan, sebagai pemenuhan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tiga tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama terhitung 7 Juni 2023 sampai dengan 26 Juni 2023 di Rutan KPK, yaitu BG ditahan di Rutan KPK pada Gedung ACLC; HY ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur; KA ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
“Sedangkan tersangka AGM tidak dilakukan penahanan karena sedang menjalani masa pidana badan di Lapas Klas IIA Balikpapan,” jelasnya.
Konstruksi perkaranya, diduga telah terjadi Pemkab PPU mendirikan tiga BUMD yang sesuai dengan ketentuan undang-undang berubah nama menjadi perumda, yaitu PBT, PBTE, dan Perumda Air Minum Danum Taka. AGM dengan jabatannya selaku bupati periode 2018–2023 sekaligus KPM ketiga perumda, di mana dalam rapat paripurna R-APBD bersama DPRD menyepakati adanya penambahan penyertaan modal bagi PBT Rp 29,6 miliar, PBTE disertakan modal Rp 10 miliar, dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp 18,5 miliar.
Kemudian, sekitar Januari 2021, BG selaku Dirut PBTE melaporkan pada AGM terkait belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi PBTE, sehingga AGM memerintahkan BG mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud yang ditujukan pada AGM yang kemudian diterbitkan keputusan bupati PPU, sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp 3,6 miliar. Sekitar Februari 2021, HY selaku Dirut PBT juga melaporkan pada AGM terkait belum direalisasikannya dana penyertaan modal PBT, sehingga AGM memerintahkan kembali agar segera diajukan permohonan. Kemudian diterbitkan keputusan bupati PPU berupa pencairan dana Rp 29,6 miliar.
Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, AGM menerbitkan keputusan bupati PPU dengan pencairan dana Rp 18,5 miliar. Namun, sebut Alexander Marwata, tiga keputusan yang ditandatangani AGM tersebut, diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas dan tidak pula melalui kajian, analisis, serta administrasi yang matang, sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 14,4 miliar.
Perbuatan para tersangka ini melanggar ketentuan. Di antaranya, UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 54/2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
“Dari pencairan uang yang diduga melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara tersebut, kemudian dinikmati para tersangka untuk berbagai keperluan pribadi,” jelasnya.
Dibeberkannya, antara lain, AGM diduga menerima sebesar Rp 6 miliar dan dipergunakan antara lain untuk menyewa private jet, menyewa helikopter, supporting dana kebutuhan musda Partai Demokrat Kaltim. BG diduga menerima sebesar Rp 500 juta dipergunakan untuk membeli mobil. HY diduga menerima sebesar Rp 3 miliar dipergunakan sebagai modal proyek. KA diduga menerima sebesar Rp 1 miliar dipergunakan untuk trading forex.
“Tim penyidik sejauh ini telah menerima pengembalian uang dari para pihak terkait perkara ini sejumlah sekitar Rp 659 juta melalui rekening penampungan KPK dan kami akan terus telusuri lebih lanjut untuk optimalisasi aset recovery-nya,” katanya.
Atas perbuatannya para tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut wakil ketua KPK itu, perumda seharusnya dikelola dan dioptimalkan untuk mendukung pemenuhan pelayanan publik sekaligus sebagai instrumen untuk menghasilkan penerimaan daerah berdasarkan prinsip-prinsip good corporate governance. Bukan sebaliknya, disalahgunakan melalui modus korupsi yang kemudian menguntungkan pihak-pihak tertentu dengan cara yang melawan hukum.
“Dengan tingginya risiko korupsi pada sektor ini, maka KPK melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha dan Stranas PK, terus mendorong perbaikan sistem yang berintegritas pada tata niaga di BUMN/BUMD, guna turut mendukung pembangunan nasional dan daerah yang efektif, efisien, dan bermanfaat nyata bagi masyarakat,” kata Alexander Marwata, menegaskan. (kip/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post