Progres Jalan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) sudah 93 persen. Namun kemajuan proyek itu bisa terhambat karena aktivitas tambang batu bara.
SAMARINDA – Keberadaan aktivitas dan lubang tambang di buffer zone Tol Balsam berpotensi merusak konstruksi proyek dengan nilai investasi Rp 9,8 triliun itu. Jangan sampai apa yang dikhawatirkan pelaksana proyek, PT Jasamarga Balikpapan – Samarinda (JBS) terjadi sebelum ditangani.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Baihaqi Hazami memastikan akan mengidentifikasi terlebih dulu status pertambangan di dekat jalan tol yang disebut masuk kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara itu.
Apakah pertambangan tersebut aktif atau berupa lubang-lubang bekas galian yang telah ditinggalkan. “Yang pasti kami akan turunkan inspektur tambang ke lokasi,” ungkap Baihaqi, Selasa (13/8/2019).
Nantinya terhadap aktivitas tambang yang aktif maka dilakukan pengawasan rutin. Mengingat sejak awal Dinas ESDM Kaltim telah membagi tugas dan memerintahkan para inspektur tambang ke beberapa area pertambangan. “Kami cek lagi. Apakah memang keberadaan tambang itu berbahaya bagi jalan tol,” jelasnya.
Karena menurut dia, inspektur tambang punya perhitungan tersendiri untuk mengidentifikasi tingkat ancaman aktivitas tambang terhadap sarana publik di dekatnya. Itu dilakukan sesuai aturan. “Ada kajian geotekniknya. Dilihat kondisi tanahnya,” sebut Baihaqi.
Dengan status aktivitas pertambangan dan lubang bekas galian masuk di buffer zone, dia menegaskan akan melakukan pengecekan kembali. Jika memang melanggar aturan, maka pihaknya tak segan melakukan tindakan. “Akan kami tegur perusahaannya,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim Heru Cahyono menilai adanya lokasi tambang di dekat tol memang berpotensi merusak konstruksi jalan. Karena itu, sejak pembangunannya, setiap infrastruktur seperti jalan memiliki buffer zone. Yang mencegah adanya gangguan. “Kan sudah ada aturannya itu,” tutur Heru.
Yang dimaksud Heru adalah Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup (LH) 4/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara, turut mengatur batas tambang dan fasilitas umum. Aktivitas pertambangan diberi jarak minimal 500 meter dari fasilitas umum, termasuk permukiman atau rumah warga. “Jadi ini kembali kepada penegakan hukumnya,” ungkapnya.
Dia lantas mengaitkan persoalan itu dengan Kaltim sebagai kandidat calon ibu kota negara. Di mana menurutnya, solusi persoalan tambang di Kaltim harus bisa diselesaikan. Jangan sampai Kaltim jadi ibu kota negara, pengawasan dan penegakan hukum baru dijalankan dengan maksimal.
Apalagi, ujar dia, dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun terkait pertambangan itu tentu harus jadi perhatian. “LPJK Kaltim tentu menganggap persoalan antara jalan tol dan tambang itu memprihatinkan,” ungkapnya.
Terkait lubang bekas galian tambang dekat tol, Heru menyebut harus ada kajian bagaimana dilakukannya reklamasi. Karena setiap kawasan memiliki kondisi tanah tersendiri. Untuk itu, sejak awal terdapat buffer zone yang memastikan keamanan konstruksi. “Beda di Kalimantan beda di Jawa ya. Di Jawa itu ada juga jalan tol yang dekat lubang galian tambang, tapi tanahnya di sana lebih stabil,” paparnya.
Keberadaan lubang bekas tambang di Kaltim jadi sorotan KPK. Selain menyebabkan puluhan nyawa hilang, kini mengancam keberadaan fasilitas umum. Salah satunya Jalan Tol Balsam. Di Kelurahan Sungai Siring, Samarinda, bahkan ada tambang batu bara dekat dengan Bandara APT Pranoto.
Kaltim Post akhir pekan lalu mendatangi Kilometer 45, Kampung Sinjai, Kelurahan Bukit Merdeka, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. Lewat foto drone, trase Jalan Tol Balsam di kawasan itu terdapat di kiri dan kanan jalan beberapa lubang bekas tambang. Bahkan di antaranya masih aktif. Itu ditandai dengan adanya ekskavator yang masih bekerja. Dari kejauhan juga terlihat tumpukan batu bara di stockpile.
Dari pantauan media ini, jarak antara lubang tambang dan jalan tol bahkan hanya sekitar 50 meter. Sementara jarak antara jalan bebas hambatan dan tambang yang masih beroperasi ada yang hanya sekitar 100 meter. Ada pula yang berjarak sekitar 500 meter dari jalan. Tol seakan dikepung tambang.
Media ini pada Februari juga sempat menelusuri aktivitas tambang di sepanjang Tol Balsam. Saat itu Direktur Utama PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS) STH Saragi menjelaskan titik paling mengancam adalah di Seksi 4 Kelurahan Bantuas, Kecamatan Palaran, Samarinda. Tepatnya di dekat SMP 33. “Itu gerowong. Menyebabkan potensi longsor,” kata Saragi.
Mengantisipasi terjadinya kerusakan pada konstruksi jalan, desain ulang dilakukan. Dengan menggunakan pile slab. Ditangani dengan timbunan dan treatment dengan minipile, geotekstil, dan penggantian material tanah. “Semua sudah ditangani konsultan desain. Secara teknis tidak mengganggu,” ujarnya.
Kemarin Saragi menyebut ada satu titik yang saat ini menjadi perhatian. Jika berkendara di jalan tol, lokasinya di Kilometer 29 STA 800 atau Kilometer 45 di Kelurahan Bukit Merdeka, Samboja lewat jalan poros Balikpapan-Samarinda. Yang statusnya masuk Tahura Bukit Soeharto. “Kondisinya sudah dekat (badan jalan tol),” ungkap Saragi. (rdh/rom/k15/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post