BONTANG – Warga kompleks perumahan BTN Pupuk Kaltim tahap satu hingga tiga mendatangi Sekretariat DPRD Bontang terkait permasalahan penarikan retribusi sampah, Selasa (8/5) lalu. Para warga menuntut penghapusan retribusi pengangkutan sampah yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sejumlah Rp 50 per kilogram.
Ketua Pengurus Badan Pengelola Perumahan (BPP) BTN, Kelurahan Belimbing Abu Hasyim mengatakan, selama ini sampah di BTN dikelola oleh pihaknya. Dengan proses pemilihan, sampah yang tidak bisa diurai akan dibawa ke TPA.
“Kami menggunakan armada kendaraan, tenaga, dan petugas sendiri tetapi tetap disuruh bayar,” kata Abu.
Saat ini pengelolaan sampah di BTN melibatkan warga perumahan dengan menarik iuran sebesar Rp 50 ribu per bulan. Penarikan iuran guna membiayai tenaga kebersihan dan operasional pengangkutan sampah. Dikatakannya dalam tiap bulan, biaya operasional yang dibutuhkan mencapai Rp 110 juta.
“Sementara saat ini banyak rumah di BTN yang kosong. Jadi pendapatan juga kadang tidak menyentuh angka itu,” kata Abu Hasyim.
Nominal tersebut di luar biaya retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda Kota Bontang nomor 9 tahun 2011. Alhasil BPP BPN dipastikan tekor tiap bulannya. “Kalau seperti ini mending kami serahkan kepada Pemkot dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk mengambil sendiri sampah di lokasi kami,” ujarnya.
Namun ia berpesan, jika diambil alih DLH, maka perlu ada jaminan untuk pengangkutan sampah dilakukan tiap hari. Masalahnya, jika dibiarkan akan menjadi sarang tikus dan dapat menganggu kenyamanan warga.
Menanggapi itu, Sekretaris DLH Retno Febriaryanti menyatakan untuk menghapus retribusi diperlukan pembahasan revisi Perda. Tentunya melibatkan tim baik dari Pemkot. Oleh sebab itu, ia menilai opsi ini sulit dilakukan.
Dikatakannya, salah satu jalan yakni menyerahkan pengelolaan sampah kepada DLH. Bila ini disetujui maka warga akan dipungut retribusi pelayanan kebersihan Rp 7.500 per bulannya. Mengingat perumahan tersebut tergolong klasifikasi rumah tangga besar dilihat dari beban listrik yang di atas 1.300 Kwh.
Adapun total rumah yang terdapat di komplek tersebut sekitar 1.800 unit. Maka jumlah retribusi yang dapat dipungut di wilayah itu mencapai Rp 13.500.000.
“Tetapi ada syaratnya yakni perlu disediakan tempat pembuangan sementara (TPS) di lokasi itu,” ujar Retno.
Menurutnya nominal retribusi yang ada saat ini masih sangat rendah. Jika dibandingkan dengan kebutuhan anggaran untuk pengelolaan. Di mana pendapatan retribusi dari sampah hanya mencapai Rp 300 juta per tahun. Sementara pengelolaan membutuhkan anggaran Rp 10 miliar per tahunnya.
“Jadi nominal itu masih terbilang sangat murah. Sementara kita semua tiap harinya menghasilkan sampah,” ucapnya.
Deadlock-nya pembicaraan membuat Ketua Komisi III DPRD Rustam HS mengagendakan kunjungan kerja di lokasi tersebut. Rencananya peninjauan akan dilakukan Senin (14/5) depan. “Kami akan pantau dulu kesediaan TPS di lokasi tersebut untuk memutuskan seperti apa langkah yang tepat terkait pengelolaan sampah ini,” tukas Rustam. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post