Kisah Inspiratif Warga Bontang: Akip (131)
Potensi laut di Bontang memang besar. Mulai ikan hingga rumput lautnya siap untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Keramba terapung milik Akip dan kelompok budidayanya adalah contoh bagaimana menggeluti usaha hingga berhasil dan dilirik sampai mancanegara.
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
PUTRA Bontang kelahiran Bone, Sulawesi Selatan 38 tahun silam ini memang sudah lama menggeluti dunia perikanan. Pengalamannya dalam merintis usaha keramba ikan sejak 2010 ini pun tak semudah membalikkan telapak tangan. Akip harus melalui berbagai rintangan dan cobaan hingga usaha keramba ikannya bisa terus maju hingga saat ini. “Kalau kata orang, usaha yang sukses itu tak lepas dari cobaan,” ujarnya.
Akip mencoba memulai usaha tersebut dengan mengandalkan modal sekitar Rp 35 juta dan kepercayaan dengan seseorang. Mulanya, dari 500 bibit ikan kerapu yang di belinya untuk dibudidaya dan dikembangbiakkan, tampak masih ada perkembangan yang berarti. Karena letak kerambanya terapung di laut, maka Akip tak rutin menengok perkembangan usahanya. Sesekali, dia menengok dan mendapati masih sesuai dengan yang ada dalam jalan pikirannya, masih baik-baik saja.
Namun saat hendak panen, petaka pun terjadi. Dari 500 bibit tersebut, di keramba tersebut pun akhirnya tinggal menyisakan tujuh ekor ikan kerapu saja. Hati Akip pun berkecamuk tak karuan. Antara sedih, marah, dan bingung bercampur jadi satu. Sedih karena hanya menyisakan tujuh ekor dari 500 bibit yang dibudidayakannya, marah dan kesal karena ternyata kepercayaannya dimanfaatkan, serta bingung karena harus memberikan upah kepada pemberi pakan ikannya. “Tiba-tiba saja langsung habis, ludes,” katanya singkat.
Sejak itulah, Akip pun sempat vakum untuk menenangkan diri dan mencari jalan keluar untuk permasalahan tersebut. Setelah vakum, Akip ternyata makin bersemangat untuk meneruskan usahanya. Namun kini, dia memutuskan untuk membentuk kelompok tani dengan memilih sembilan anggota lainnya secara lebih selektif. “Saya tidak mau kejadian yang dulu terulang,” ujar suami dari Siti Fatimah ini.
Selain membentuk kelompok tani bernama Kelompok Kerapu Macan, Akip juga berusaha mencari bantuan dari perusahaan maupun dari pemerintah. Sejumlah proposal pun sudah dilayangkan, termasuk saat itu ke Badak LNG. Namun, dari pihak perusahaan meminta dialihkan ke BMT. Akip pun menunggu kurang lebih 7-8 bulan, namun tak kunjung ada kabar. “Saat itu sudah ikhlas, mungkin memang belum rezekinya,” ucapnya.
Namun, perkiraan Akip salah. Beberapa saat kemudian, pihak Badak LNG menghubungi Akip untuk dijadikan mitra binaan. Sekitar 1050 bibit ikan kerapu pun siap dibantu oleh perusahaan gas alam cair ini. “Begitu ditelpon, langsung saya iyakan. Waktu itu sekitar tahun 2014,” katanya.
Sejak memutuskan menjadi mitra binaan, lambat laun usaha keramba terapung miliknya mulai berjalan maju. Selain bantuan bibit, adanya pondok untuk mengawasi keramba miliknya, serta diizinkannya kelompoknya menempatkan kerambanya di areal Badak LNG membuat kemajuan yang cukup pesat bagi usahanya.
Alasan ombak yang stabil, menjadi pertimbangan Akip memindahkan kerambanya menuju ke areal Badak LNG. “Kalau di laut agak keluar itu, ombaknya besar. Ikan tidak bisa bertahan di keramba. Kalau di dekat Pantai Marina ini stabil, saya waktu itu minta ke Badak LNG untuk di geser, ternyata diizinkan. Sampai sekarang kami dibolehkan menempati di sini,” jelasnya.
Jika dilihat, letak keramba terapung milik Akip memang masih berada di area Badak LNG dan membelakangi Pantai Marina. Namun, keramba apung miliknya masih tetap bisa dilewati jika melalui dermaga mangrove di Berbas Pantai. Dengan menaiki kapal kecil, hanya membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit untuk sampai ke keramba terapung tersebut.
Kerambanya kini sudah memiliki sekitar 6-7 petak dengan berbagai macam jenis ikan yang dibudidayakan, seperti kerapu, kakap, ikan putih, bahkan lobster. Tak ayal, beberapa tamu perusahaan sering diajak untuk mengunjungi keramba miliknya, merasakan menyantap ikan langsung dari keramba.
Pun ikan dari keramba miliknya ternyata mengundang beberapa tamu mancanegara yang penasaran untuk melihatnya. Berkat beberapa relasi yang dimiliki oleh pengunjung sebelumnya, tamu dari luar negeri seperti Australia sebelumnya berminat untuk membeli ikan kerapunya dalam jumlah besar. “Iya diajak teman dari Badak LNG, dari Australia mau lihat ikannya,” ungkap Akip.
Untuk sementara, ikan milik Akip belum dijual bebas ke pasaran. Hanya, pakan ikannya saja yang dapat dijual dengan kisaran harga Rp 6 ribu. Dirinya menyebut, Bontang selama ini belum punya pembudidayaan ikan, sehingga bibit-bibitnya pun harus beli dari luar kota. Untuk itu, Akip sengaja belum menjual secara bebas agar bibit-bibit ikannya dapat dikembangbiakkan secara mandiri di Bontang. “Tapi untuk dijual secara umum juga sudah ada rencananya,” ujarnya.
Meski baru sebatas budidaya, namun dari usaha ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dirinya dan anggota kelompoknya. “Minimal untuk makan sehari-hari, bisa ambil langsung ikannya, he he,” katanya sambil tertawa.
Dirinya pun kini merencanakan, tak hanya sebagai tempat keramba saja, namun pondoknya akan difungsikan sebagai rumah makan terapung. Ide ini sudah muncul saat Akip mulai membentuk kelompok tani beberapa tahun silam. Tahun ini, menjadi ajang mewujudkan mimpi Akip dan kawan-kawan mendirikan restoran terapung. “Paling lambat bulan enam ini, mohon doanya,” ungkap bapak beranak satu ini. (bersambung)
Nama: Akip
TTL: Bone, 30 Desember 1978
Alamat: Jalan Sultan Hasanuddin RT 06
Istri: Siti Fatimah
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: