SAMARINDA-Uang dari Hartoyo, pemilik PT Haris Tahta Tata (PT HTT) terungkap mengalir ke berbagai lini. Tak hanya untuk pihak yang berkelindan dalam proyek preservasi Jalan Nasional SP3 Lempake-SP3 Sambera-Santan-Bontang-Sanggata, di proyek lain yang ditangani anak perusahaan PT HTT turut mendapat guyuran.
Di antaranya, proyek jalan Sangatta dan Simpang Tebu yang ditangani PT Hamdan Sari, anak perusahaan PT HTT. “Terima dari Jupri Jureje (pelaksana kegiatan dari PT HTT) Rp 170 juta,” ucap Gatot Suwarto, pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek jalan ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda.
Gatot tak sendiri dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi dalam kasus gratifikasi proyek jalan nasional di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan. Ada enam saksi lain yang dihadirkan di depan majelis hakim yang dipimpin Masykur bersama Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusumanta.
Mereka, Setya Budi Utomo (pimpinan PT Budi Bakti Prima), Budi Santoso (pegawai PT Budi Bakti Prima), Arjon Hendrisila (kepala Cabang BRI Balikpapan), Hadirin (sopir Andi Tejo Sukmono), Fuji Suntoro (PPK Jalan Lempake, Sambera, dan Santan), dan Nunung Noor Adnan (kepala Seksi Pembangunan dan Pengujian Jalan di BPJN XII Balikpapan).
Uang itu, lanjut saksi Gatot, bermula dari pesan Kepala BPJN XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere selepas rapat kerja medio 2018. Saat itu Refly menyebut untuk mengatur titipan dari Bontang. Mengerti apa yang dimaksud kepala balai itu, dia berkoordinasi dengan Jupri ihwal pesan Refly itu. “Kalau terdakwa (Hartoyo), pasti banyak yang tahu. Sebut Bontang pasti dia,” tuturnya.
Komunikasi dengan Jupri diakuinya terbilang intens lantaran ketika proyek jalan Sangatta dan Simpang Tebu berjalan, Jupri lah perwakilan PT Hamdan Sari. Selepas komunikasi itu, sekitar November-Desember 2018, dia bersama Jupri berangkat ke Balikpapan dan bertemu rekan Refly –diketahui bernama Agus Mukmin– di sebuah parkiran mal. “Di situ saya dikasih amplop cokelat isinya uang Rp 170 juta,” sambungnya.
Agus pun turut menerima amplop dan langsung pergi. Tali asih itu dibagikannya ke pekerja lapangan hingga staf yang menangani proyek jalan yang ditanganinya itu. “Uang tahun baru,” akunya. Uang itu sudah disetorkan ke kas negara ketika diperiksa KPK Oktober 2019.
Diketahui, Hartoyo menjadi terdakwa dari kasus itu karena diduga memberi uang sekitar Rp 9,4 miliar dalam kurun September 2018 hingga Oktober 2019 ke Refly Ruddy Tangkere dan Andi Tejo Sukmono (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK proyek jalan nasional) – keduanya tersangka dari kasus ini.
Saksi Fuji Suntoro mengaku turut menerima honorarium sekitar Rp 36 juta. Semula uang itu dipikirnya sebagai honorarium bertugas sebagai PPK di proyek jalan Lempake, Sambera, dan Santan. Namun, sejak menerima, tak pernah sekalipun menandatangani penerimaan persekot itu dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau BPJN XII Balikpapan. “Sudah saya setorkan juga ketika diperiksa,” akunya.
Sementara itu, Budi Santoso dan Setya Budi Utomo mengaku sempat mengikuti lelang proyek preservasi jalan nasional tersebut. Bersaing dengan PT HTT. Namun, lelang diulang karena kesalahan sistem LPSE.
PT Budi Bakti Prima tak mengikuti lelang ulang tersebut. Selain itu, Setya Budi mengaku mengenal Andi Tejo Sukmono sejak 2002. Saat itu Andi Tejo meminta bantuan untuk membuatkan rekening di BRI atas nama orang lain. Budi Santoso, staf di PT Budi Bakti Prima, ditunjuk untuk membuat rekening itu atas namanya. “Saat itu dikasih uang Rp 500 ribu untuk bikin rekening yang terkoneksi dengan mobile banking atas nama saya,” aku Budi Santoso.
Sebulan selepas rekening dibuat, pada 16 Oktober 2018, pertama masuk transferan senilai Rp 500 juta. Mengetahui itu, dia pun mempertanyakan ke Andi Tejo Sukmono dan hanya dijawab. “Biarkan saja. Nanti lapor saja kalau ada masuk lagi,” sebutnya.
Sejak itu, ada 29 kali transfer yang masuk dengan berbagai nominal dalam kurun sembilan bulan atau 16 Oktober 2018 hingga 22 Juli 2019 dengan total Rp 3,38 miliar. Selepas uang masuk, Andi Tejo Sukmono pasti langsung menanyakan dan meminta dicairkan. “Saya dikasih Rp 5,5 juta dari dia (Andi Tejo),” akunya.
Sementara itu, Nunung Noor Adnan mengaku mengenal Hartoyo lewat Refly Ruddy Tangkere. Sekitar Agustus hingga September 2018 ada beberapa kekurangan pengerjaan di proyek jalan lain di Kaltim. Nah, untuk menutupi kekurangan itu, berdasar arahan Refly, dia berkoordinasi dengan Hartoyo dan dikerjakan cuma-cuma PT HTT. “Minta bantu PT HTT untuk penuhi kekurangan kegiatan itu. Sempat dibayar Rp 200 juta pada September 2018,” ungkapnya. (ryu/rom/k16/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post