SAMARINDA – Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak memastikan akan meramaikan pemilu 2019. Orang nomor satu di Benua Etam itu mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI lewat Partai Nasional Demokrat (NasDem). Karenanya, belum lama ini Awang Faroek pamit pada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
Pamitnya Awang tersebut sebagai penanda bahwa mantan Bupati Kutai Timur (Kutim) dua periode itu tidak lagi menjalankan tugas sebagai gubernur. Khususnya setelah ditetapkan menjadi calon legislatif (caleg) dari daerah pemilihan (Dapil) Kaltim.
Karena sejatinya, jika tidak mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI, Awang masih memiliki masa tugas hingga 17 Desember 2018. Artinya, masih terhitung lebih dari empat bulan bertugas sebagai gubernur sebelum digantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim terpilih Isran Noor-Hadi Mulyadi.
“Syukur alhamdulillah, Pak Mendagri sangat mendukung langkah saya ini. Karena saya tulus untuk rakyat,” ucapnya, Jumat (3/8) lalu.
Menanggapi hal ini, pengamat hukum tata negara dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah mengatakan, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memang mengharuskan Awang mundur dari kursi gubernur.
“Kalau gubernur, resmi tidak menjabat sejak DCT (Daftar Calon Tetap, Red.) dikeluarkan. Karena surat pengunduran dirinya paling lambat resmi diterima satu hari sebelum DCT,” sebut Herdiansyah.
Hal itu tentu berbeda dengan anggota DPRD yang mencalonkan diri dengan partai politik (parpol) berbeda dengan partai yang mengantarkannya di pemilu 2014. Dalam kondisi demikian, berlaku pasal 139 ayat (2) huruf I UU 23/2014.
“Secara eksplisit disebutkan, salah satu sebab anggota DPRD diberhentikan antar waktu, jika menjadi anggota parpol lain. Artinya norma ini berlaku mutlak terhadap anggota DPRD yang menyatakan diri bergabung dengan parpol lain,” jelasnya.
Begitu juga dengan syarat yang ditentukan dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Dalam aturan tersebut diterangkan salah satu syarat mencalonkan diri sebagai caleg dari partai berbeda yakni harus melampirkan Kartu Tanda Anggota (KTA).
“Itu ada di pasal 240 ayat 1 huruf n. Saat mendaftar ke KPU, bakal caleg yang pindah parpol itu sudah menjadi anggota parpol yang baru dibuktikan dengan KTA,” jelasnya.
Dengan demikian, konsekuensi hukum atas status pindah partai tersebut mengharuskan anggota DPRD mundur dari jabatannya. Artinya sebelum penetapan DCT, yang bersangkutan harus dinyatakan telah mengundurkan diri dari DPRD.
“Karena di situ harus dilampirkan surat pengajuan pengunduran diri sebagai anggota DPRD yang ditujukan kepada Ketua DPRD, tanda terima dari pejabat yang berwenang atas penyerahan surat pengunduran diri, dan surat keterangan dari Sekretariat DPRD jika pengajuan pengunduran diri itu sedang diproses,” terangnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post