BREAKER: “Kalau kedatangan Pak Awang ke Bawaslu dalam konteks hanya mengklarifikasi pernyataan beliau sebelumnya, dan tidak disertai bukti yang memadai, itu sama halnya menuntut atau memaksa Bawaslu mencari jarum di tumpukan jerami,”. Herdiansyah Hamzah (Pengamat Hukum dan Politik Unmul Samarinda)
SAMARINDA – Membuka tabir dugaan adanya praktik politik uang di Pilgub Kaltim layaknya sedang mencari jarum di tumpukan jerami. Begitulah tugas yang harus dilakukan Bawaslu Kaltim. Sebab pada pemeriksaan, Jumat (6/7) lalu, Gubernur tak satu lembar barang bukti pun yang Awang Faroek Ishak limpahkan saat memberikan keterangan kepada pengawas pemilu.
Pengamat Hukum dan Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah, menyayangkan ketiadaan alat bukti yang diserahkan Awang Faroek kepada Bawaslu. Karena tanpa itu, pengawas pemilu akan kesulitan membongkar dugaan pelanggaran pemilu yang telah gubernur sebutkan.
“Kalau kedatangan Pak Awang ke Bawaslu dalam konteks hanya mengklarifikasi pernyataan beliau sebelumnya, dan tidak disertai bukti yang memadai, itu sama halnya menuntut atau memaksa Bawaslu mencari jarum di tumpukan jerami,” kata dia kepada Metro Samarinda, Sabtu (7/7) kemarin.
Menurut dia, kalau sejak awal gubernur tidak memiliki atau enggan menyerahkan barang bukti kepada Bawaslu, maka sebaiknya informasi adanya dugaan kecurangan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim tidak perlu diungkapkan ke publik. Apalagi dalam forum resmi yang diadakan pemerintah.
“Seperti petunjuk adanya nomor seri uang yang berbeda disampaikan Pak Awang, sebagaimana dimaksud dalam pasal 178A UU Nomor 10 Tahun 2016, terkait politik uang, kemudian mengharapkan Bawaslu hanya mengandalkan keterangan Pak Awang, maka itu memaksa Bawaslu mencari jarum di tumpukan jerami,” tegasnya.
Kata dia, jika benar gubernur mendapati adanya dugaan pelanggaran pemilu, maka seharusnya gubernur menyertakan barang bukti saat menyampaikan klarifikasi kepada Bawaslu Kaltim. Dengan demikian, Bawaslu bisa menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya.
“Harusnya memang disertai bukti-bukti memadai. Setidaknya, Pak Awang menyampaikan informasi yang dia peroleh. Kalau bicara soal adanya uang yang dikirim lewat kargo dari Singapura, tuduhan itu mestinya disampaikan lokasinya di mana dan kapan itu dilakukan,” katanya.
Karenanya, ia menganggap kedatangan gubernur ke Bawaslu Kaltim tanpa disertai bukti-bukti memadai hanyalah kedatangan yang sia-sia saja. “Kendalanya itu ada di situ. Jadi sia-sia saja Pak Awang datang ke situ kalau tanpa disertai bukti-bukti yang memadai,” tegasnya.
Pria yang karib disapa Castro ini menyebutkan, upaya membuka tabir dugaan praktik politik uang di pilgub Kaltim akan berbeda jika sedianya gubernur mau melaporkan masalah tersebut. Pasalnya, bila masalah itu dilaporkan, maka Bawaslu bisa mengambil langkah penyelidikan.
“Secara hukum, kalau Pak Awang melaporkan, maka mau tidak mau, suka tidak suka, Bawaslu harus menindaklanjutinya. Tetapi kedatangan Pak Awang kemarin (Jumat, Red.) sifatnya hanya menyampaikan klarifikasi,” ucapnya.
Di sisi lain, kata dia, seperti dugaan adanya perbedaan nomor seri uang yang disampaikan gubernur, sejatinya bukanlah kewenangan Bawaslu. Kalaupun ada temuan uang palsu misalnya, maka itu masuk ranah tindak pidana. Dan kanalnya bukan di Bawaslu, tetapi di kepolisian. “Susah juga Bawaslu kalau tidak ada bukti atau pentunjuk yang cukup,” ujarnya.
Castro menjelaskan, dugaan pelanggaran pemilu yang dapat diproses Bawaslu, ketika laporan yang disampaikan memenuhi unsur. Misalnya, apa aktivitas yang dilakukan. Kalau itu politik uang, maka siapa yang melakukan, apa buktinya dan dimana tempatnya.
“Kalau unsurnya terpenuhi, tentu Bawaslu berkewajiban menindaklanjutinya. Tapi kalau data yang diberikan kosong, Bawaslu juga tidak berkewajiban menindaklanjuti itu,” sebutnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, munculnya kekisruhan politik antara gubernur dan Isran Noor, tidak boleh dilihat hanya dalam konteks paslon yang didukung gubernur kalah. Melainkan juga harus dipandang karena adanya permasalahan lainnya.
“Cara berpikir Pak Awang yang tidak disertai bukti memadai, bisa diterjemahkan itu adalah cara berpikir politik. Latar belakang Pak Awang sebenarnya karena kegaduhan dari Pak Isran. Belum dilantik, dia sudah menyampaikan akan mengaktifkan Rumah Sakit Islam dan mengevaluasi pembangunan masjid di lapangan Kinibalu,” tuturnya.
Secara administratif, kata Castro, posisi Isran baru sah sebagai gubernur apabila dia telah dilantik nantinya. Karenanya, ia menyarankan, agar kegaduhan tidak berkepanjangan, maka sebaiknya Isran menahan diri dulu. “Sabar sedikit dulu lah. Kalau sudah dilantik, ya silahkan tancap gas,” ujarnya.
Dia juga menyarankan, agar Isran dan Hadi Mulyadi mulai menyusun tim transisi, seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo ataupun Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Menurutnya tim itu akan melakukan sinkronisasi program apa saja yang akan dilakukan ke depan. Misalnya program apa yang mau dilanjutkan ataupun dievalusi, lalu alasannya apa.
“Kemudian memasifkan komunikasi politik, baik terhadap paslon yang kalah, partai politik, termasuk dengan Pak Awang dan kabinetnya. Dan saya kira itu jauh lebih penting dilakukan saat ini. Karena tim transisi itu bisa melibatkan semua pihak,” tandasnya. (drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post