Imbauan untuk tidak pulang kampung pada musim Lebaran tahun ini juga disuarakan oleh dua ormas Islam besar, yakni NU dan Muhammadiyah. Keputusan pemerintah yang menetapkan darurat wabah Covid-19 hingga 29 Mei atau 5 hari pasca-Idul Fitri perlu didukung untuk mencegah meluasnya persebaran virus.
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PB NU Robikin Emhas mengatakan, virus korona berbahaya karena tiga hal. Di antaranya, kecepatan persebarannya dan gejala yang bisa tidak terdeteksi oleh orang yang terinfeksi. Selain itu, ketidaktahuan orang yang terinfeksi membuat mereka menjadi carrier (pembawa) dan tanpa sadar menyebarkan virus ke tempat dan orang lain.
Menurut dia, seorang muslim harus bersikap adil dan proporsional. Baik dari aspek akidah, ibadah, maupun muamalah.
Dalam kondisi saat ini, papar dia, penetapan masa darurat pasti berdasar pertimbangan dan perhitungan yang matang. Karena itu, semua pihak harus bersama-sama mendisiplinkan diri dan memutus mata rantai persebaran Covid-19. Hal itu dilakukan dengan tidak mudik Lebaran tahun ini.
Silaturahmi Idul Fitri, lanjut dia, tetap bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi seperti video call.
”Lebaran di tengah virus korona daring saja,” ujar pria asal Gresik itu.
Menurut dia, sikap disiplin untuk tetap di rumah dan menjaga jarak fisik dalam situasi saat ini sangat membantu penanggulangan persebaran Covid-19. Sebaliknya, memaksakan diri mudik justru bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain, termasuk keluarga.
”Kita tidak pernah tahu di tengah perjalanan menuju kampung halaman bisa saja tanpa sadar terjadi kontak fisik dengan orang yang terpapar Covid-19,” tegas Robikin.
Senada, Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menuturkan, silaturahmi merupakan salah satu wujud akhlak mulia dan sangat dianjurkan dalam ajaran Islam.
”Afdalnya, silaturahim dilakukan dengan saling berkunjung, memberi hadiah, dan berjabat tangan,” kata dia.
Namun, dalam situasi tertentu, misalnya karena keadaan, jarak, dan kesempatan, hal itu dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Baik menggunakan media surat, surat elektronik (e-mail), telepon, video call, maupun cara-cara yang lain. Yang jelas, inti silaturahmi adalah saling mendoakan, berbagi suka-duka, dan membantu meringankan beban atau masalah.
Menurut pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, mudik adalah tradisi masyarakat Indonesia sebagai bentuk silaturahmi. Namun, dalam ajaran Islam, papar dia, menyelamatkan kehidupan jauh lebih penting daripada melaksanakan tradisi yang mengandung risiko keselamatan.
Karena itu, jika tidak benar-benar mendesak, sebaiknya masyarakat tidak mudik pada Lebaran tahun ini.
”Silaturahim dapat dilaksanakan dengan cara lain, pada waktu yang lain, apabila situasi sudah membaik dan aman,” tandasnya. (lum/c11/fal/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post