bontangpost.id – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur melayangkan surat permintaan perkembangan hasil penyelidikan perkara atau SP2HP kepada Kepolisian yakni kepada Kapolri, Direktorat Jendral Tindak Pidana Tertentu (Tidpiter) hingga Kapolda Kalimantan Timur.
Hal ini dilakukan karena sudah 3 minggu sejak pertambangan dan pelabuhan batu bara ilegal dilaporkan oleh JATAM Kaltim secara resmi melalui surat pada 21 November 2022 lalu, hingga saat ini penegak hukum tidak juga melakukan penindakan atas operasi pertambangan dan pelabuhan batu bara ilegal yang beroperasi di Desa Sumber Sari, Dusun Merangan dan Pelabuhannya di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara tersebut.
“Sementara daya rusak penambangan dan operasi Pelabuhan ini terus berdampak bagi warga sekitar hingga terus merugikan negara sejak mereka dibiarkan beroperasi 5 bulan pada Juli 2022 lalu,” ujar Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari.
Eta menambahkan, 5 bulan dibiarkannya operasi tambang dan pelabuhan batu bara ilegal di Loa Kulu, Kutai Kartanegara dan 3 minggu tanpa penindakan pasca pelaporan JATAM Kaltim semakin membenarkan pandangan publik tentang bobroknya aparat hukum.
Hal ini ia juga sebut semakin menguatkan dugaan tersanderanya penegak hukum dengan kejahatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur, akibat keterlibatan para petingginya.
“Secara keseluruhan dalam catatan JATAM Kaltim, jumlah titik tambang ilegal yang sudah dilaporkan di Kalimantan Timur sepanjang 2018-2022 sebanyak 168 titik dan tersebar pada 4 kabupaten/kota. Artinya sepanjang 4 tahun belakangan terjadi pertumbuhan drastis aktivitas ‘perampokan batu bara’ yang dibiarkan di Kalimantan Timur, operasi pertambangan dan pelabuhan batu bara ilegal di Loa Kulu ini adalah salah satunya,” pungkasnya. (selasar)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: