SAMARINDA – Perjuangan dalam kurun waktu satu dekade terakhir untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Long Isun, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), kini telah memasuki tahap usulan dokumen.
Hal itu dipastikan usai lima orang masyarakat adat Long Isun yang didampingi Koalisi Kemanusiaan Untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat menyerahkan permohonan resmi ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mahulu, Kamis (20/9) kemarin.
Yeq Lawing, Anggota Bidang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat Koalisi Kemanusiaan Untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat, mengatakan surat resmi disampaikan sebagai tindak lanjut untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah setempat.
“Kami sudah ajukan permohonan resmi ke Sekkab (Sekretaris Kabupaten, Red.), Pak Yohanes Avun. Mudah-mudahan kami bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan sebagai MHA,” katanya.
Yeq Lawing menjelaskan, langkah tersebut merupakan tindak lanjut atas kesepakatan pada 6 Februari lalu. Sebelumnya, para pihak sepakat menghentikan konflik terkait tapal batas antara masyarakat Kampung Long Isun dan Masyarakat Kampung Naha Aruq dengan PT Kemakmuran Berkah Timber (KBT).
Masyarakat Long Isun dan Naha Aruq akan melakukan musyarawah mufakat yang difasilitasi Dewan Adat Dayak Wilayah Mahulu (DADWU). Wilayah konsesi PT KBT yang masuk Kampung Long Isun ditetapkan status quo karena akan menjadi hutan adat.
“Dari sini, intinya kami mempersiapkan wilayah adat Long Isun yang tumpang tindih dengan areal kerja HPH (Hak Pengusahaan Hutan, Red.) PT KBT menjadi hutan adat,” sebutnya.
Sekkab Mahulu, Yohanes Avun menyebutkan, pihaknya akan merespons usulan Masyarakat Adat Long Isun. Langkah awal yang dilakukan yakni tahapan identifikasi. “Sembari melakukan kajian terhadap regulasi, guna meningkatkan tahapan ke proses verifikasi dan validasi,” katanya.
Kata dia, pengakuan dan perlindungan MHA akan diterbitkan melalui keputusan Bupati Mahulu. Syaratnya, masyarakat adat Long Isun menyerahkan usulan kepada Bupati Mahulu dan Ketua DPRD Mahulu.
Yohanes bersama bupati mendukung proses pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat Long Isun. Namun pengakuan harus berdasarkan tahapan peraturan perundang-undangan serta mengusulkan adanya perda khusus.
“Kami berkomitmen mendukung perjuangan masyarakat adat Long Isun. Kami berterima kasih untuk kawan-kawan pendamping yang sudah secara ikhlas mendampingi tahapan proses penyelesaian konflik yang dihadapi masyarakat,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Fathur Roziqin Fen mengungkapkan, pendamping yang dimaksud ialah Koalisi Kemanusiaan Untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat yang tergabung dari WALHI Kaltim, Perkumpulan Nurani Perempuan, Kelompok Kerja 30 (POKJA 30), dan Jaringan Advokat Lingkungan Hidup Kaltim.
Berdasarkan pemetaan wilayah warga Long Isun, luasnya 80,429 hektare. Sejatinya sudah ada regulasi serta usulan untuk mengakomodir proses pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Mahulu.
Aturan tersebut yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Peraturan Daerah Provinsi Kaltim nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kaltim.
Selain itu, ada pula Keputusan Bupati Mahulu nomor 800.05.140.436.1/K.185d/2017 tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Mahulu. “Kami terus berharap agar masyarakat bisa memenangkan wilayah yang dikelolanya. Hak yang mestinya sejak dahulu diakomodasi dan dilindungi negara,” jelasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post