bontangpost.id – Perkara dugaan penyaluran kredit fiktif di PT BPR Bontang Sejahtera kian rumit. Pasalnya terdakwa ternyata juga memakai data enam karyawannya untuk pengajuan pinjaman. Berdasarkan fakta persidangan, Kamis (2/12) di Pengadilan Negeri Bontang, jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua orang saksi. Saksi menjabat marketing kredit kala itu.
Humas Pengadilan Negeri Bontang Ngurah Manik Sidartha mengatakan dokumen enam karyawan yang mengajukan pinjaman ini masuk di berkas perkara milik terdakwa Yunita Fedhi Astri. Berdasarkan keterangan saksi, keenam karyawan ini memang sesungguhnya mengajukan pinjaman. Tetapi plafon yang diberikan itu ditambahkan dari kebutuhannya. Dan diduga digunakan oleh terdakwa.
“Jadi ada karyawan yang kebutuhannya Rp 7 juta tetapi mendapatkan pinjaman Rp 47 juta. Rp 7 juta diberikan sementara sisanya dipakai terdakwa,” kata Manik.
Survei lapangan kepada karyawan hanya dilakukan satu kali pada pengajuan pertama. Jika mengajukan lagi maka tanpa ada mekanisme itu. Pasalnya karyawan dianggap tidak mungkin melarikan diri. Skema pelunasannya dipotong dari gaji.
Saksi pun tidak mengetahui pembayarannya. Termasuk apakah kredit itu sudah dilunasi atau belum. Sebab pembayarannya memakai sistem manual. Dan hanya diketahui oleh bagian operasional. Sehingga marketing kredit tidak mengetahui status tunggakan itu seperti apa.
“Harusnya memang AO Kredit itu juga tahu. Tetapi ini tidak. Sepertinya sistemnya di perbankan itu yang berbeda dari lainnya,” ucapnya.
Sebagai marketing, saksi juga menjelaskan prosedur yang menjadi tugasnya. Salah satunya melakukan survei lapangan. Namun anehnya dari beberapa debitur yang masuk perkara itu tanpa sepengetahuan mereka. “Tiba-tiba sudah ada dokumen lengkap diproses. Ini merupakan arahan dari terdakwa,” tutur dia.
Sementara terdakwa Yunita Fedhi Astri menanggapi bahwa ia mengaku menerima berkas. Bahkan sudah ada tandatangan dari komite kredit waktu itu atas berkas yang diajukan. “Penasehat hukumnya juga mendalilkan sudah ada pelunasan dari pinjaman yang direkomendasi dari terdakwa sejumlah Rp 365 juta,” sebutnya.
Diketahui berkas pengajuan pinjaman yang masuk perkara terdakwa Yudi Lesmana dan Yunita berjumlah sembilan debitur. Dari persidangan sebelumnya digambarkan bahwa debitur yang dipakai itu selalu berubah. Tetapi ada penambahan dari plafon yang dibutuhkan. Dan digunakan untuk kepentingan terdakwa.
Sementara berkas Yunita sendiri ada 8 debitur. Enam karyawan dan dua merupakan debitur lama. Sebelumnya diberitakan, penyidikan sebelumnya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pusat. Kemudian berkas ditangani oleh Kejaksaan Agung. Setelah itu Kejari Bontang menerima limpahan penanganan perkara pada 14 Oktober. Modus yang dilakukan terdakwa ialah penggunaan data lama debitur. Padahal debitur tersebut tidak mengajukan peminjaman dana di PT BPR Bontang Sejahtera. Kurun 2016-2018.
Modus yang dilakukan keduanya tercatat kerugiannya mencapai Rp 500 juta. Dengan total 10 debitur. Di tambah Yunita yang diduga melakukan sendiri dengan kerugian Rp 365 juta sebanyak 8 debitur. Dua berkas akhirnya diajukan oleh jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Bontang. Terdakwa disangka melanggar pasal 49 ayat 1 huruf A UU 10/1998 yang diubah dari UU 7/1992. Dengan ancaman penjara 5-15 tahun. Di tambah denda sepuluh hingga 200 miliar rupiah. Keduanya telah dilakukan penahanan di Lapas Bontang sejak 14 Oktober silam. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post