Tanggal 1 Mei merupakan peringatan hari buruh internasional. Hari buruh yang peringatannya identik dengan aksi buruh untuk menyuarakan hak-hak yang selama ini tidak terpenuhi baik oleh pemerintah ataupun perusahaan.
Mari kita melihat semangat dan roh Hari Buruh Internasional ini dengan kondisi yang perlu direfleksikan bersama, bukan sekedar euforia perayaan tanpa terwujudnya kedaulatan buruh itu sendiri.
Perlahan secara bertahap beberapa tuntutan buruh terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan: Pertama, banyaknya sorotan kepada perusahaan – perusahaan yang tidak memberikan upah sesuai dengan Upah Minimum Sektor Kabupaten ( UMSK ) yang telah ditetapkan.
Kedua, Masih berkaitan dengan kesejahteraan, antara lain fasilitas yang diterima buruh misalnya jaminan pensiunan buruh, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua. Tidak lupa, salah satu isu marak tentang BPJS juga disuarakan buruh, semua hal normatif ini harus ada kepastian perlindungan bagi buruh. Sandaran tanggung jawab atau kontrol untuk kepastian ini perlu peran maksimal dan ketegasan pemerintah yang mana Dinas Tenaga Kerja yag merupakan perpanjangan tanggan perintah harus memastikan semua perusahaan yang beroperasi di Kutai Timur menerapkan hal ini.
Ketiga, Outsourching merupakan sistem kerja yang selama ini ditolak oleh para buruh karena posisi buruh dengan status pekerja outsourching sangat lemah dalam hal pemenuhan hak dan fasilitas yang diterima serta memiliki job security yang rendah. Artinya, sewaktu-waktu dapat mengalami pemutusan hubungan kerja atau digantikan pekerja lain.
Empat, Sumber Daya Manusia lokal. Kutai Timur telah memiliki beberapa perguruan tinggi dan banyak melahirkan bibit unggul yang berprestasi, tetapi rupanya impor tenaga kerja luar daerah Kutim masih jadi primadona. Hal ini lambat laun akan menimbulkan kesenjangan sosial. Papua bisa menjadi rekomendasi di mana peraturan daerah yg memihak buruh asli papua. Bukan anti tenaga kerja luar tetapi perlu keseimbangan dan keberpihakan yang berkeadilan bagi SDM daerah.
Kelima, durasi kontrak kerja, hak permanent, pemutusan kontrak dan PHK, di sini ada azas fundamental atas kepastian hak – hak buruh yang sering terabaikan dan akhirnya menjadi pil pahit yang harus ditelan buruh.
Bagai merindukan air di tengah gurun, perlu langkah kongkret dan tegas sehingga bisa menyadarkan semua pihak salah satunya sinergi atas – bawah.
Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serikat buruh, dan perusahaan sangat diperlukan. Sinergi tersebut dapat diwujudkan dengan sosialisasi agar pegawai dan pengusaha sadar bahwa mereka mempunyai hak yang sama untuk dapat hidup layak.
Dengan hal itu, perusahaan pun dapat berjalan sesuai aturan dan mendukung upaya kesejahteraan para buruh. Begitupun buruh harus menjalakan kewajibannya sesuai aturan yang telah disepakati.
Pemerintah daerah sebagai pemberi izin harus menunjukkan simpatinya terhadap rakyatnya. Dalam hal ini Disnaker harus melakukan pengawasan secara ketat tidak menunggu saat ada keluhan tetapi harus ada sidak secara reguler dengan demikian, para buruh benar-benar dilindungi payung hukum, perusahaan pun tidak ada lagi yang berani melenceng dari aturan yang telah ditetapkan.
Harus ada rekomendiasi – rekomendasi positif, baik dari buruh maupun pengusaha yang bisa melahirkan kerjasama dan keseimbangan hak serta kewajiban.
Kita berharap keterlibatan semua pihak benar-benar mengupayakan masa depan buruh yang berdaulat sehingga perputaran antar generasi untuk mendapatkan pekerjaan dapat seimbang antara hak dan kewajibannya.
Selamat Hari Buruh. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post