Internet telah mengubah perilaku manusia, termasuk dalam mengonsumsi informasi. Sumber informasi mainstream seperti media cetak dan media elektronik mulai ditinggalkan, beralih ke informasi berbasis internet. Perubahan perilaku itu berdampak serius pada bisnis media, terutama media cetak. Sudah banyak koran di AS yang ditutup karena tirasnya terjun bebas yang tentu saja diikuti menurunnya pendapatan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia, meskipun secara kuantitas tidak sebanyak di AS.
Meskipun demikian bukan berarti koran tidak bisa bertahan. Salah satu kekuatan koran adalah adanya kepercayaan masyarakat. Koran masih dianggap sebagai sumber informasi terpercaya di banding media lain. Masyarakat bisa membandingkan dengan media lain terutama media berbasis interntet yang kerap menampilkan berita tidak benar.
Hasil survei Nielsen Consumer & Media View (CMV) pada 2017, koran lebih dipilih pembaca karena nilai beritanya yang dapat dipercaya. Nielsen telah melakukan survei di 11 kota dengan menginterview 17.000 responden. Dari hasil survei tersebut, saat ini media cetak termasuk koran, majalah dan tabloid memiliki penetrasi sebesar 8 persen dan dibaca oleh 4,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar atau sekitar 83 persen membaca koran. Alasan utama para pembaca masih memilih koran yaitu karena nilai beritanya yang dapat dipercaya.
Data tersebut menyiratkan optimisme tentang masa depan koran. Banyak kalangan – termasuk pelaku bisnis koran – yang menganggap lonceng kematian koran tinggal tunggu waktu. Kalau melihat tingkat kepercayaan yang masih tinggi, pesimisme soal masa depan koran harus segera dikubur. Kepercayaan adalah modal utama untuk bertahan dalam segala kondisi. Sudah banyak contoh bagaimana akhir tragis dialami seseorang karena hilangnya kepercayaan. Kebenaran dan kejujuran adalah kunci datangnya kepercayaan.
Faktor kepercayaan itulah yang melekat dalam benak khalayak sejak zaman Julius Caesar dengan koran Acta Diurna sampai koran mutakhir saat ini. Rentang waktunya sangat lama, sejak tahun 44 sebelum Masehi sampai saat ini. Selama itu koran diandalkan oleh masyarakat untuk mendapat berita yang dipercaya.
Media berbasis internet tampil begitu agresif merampas semua bagian yang selama ini menjadi hak koran. Untuk mendapatkan semua informasi – yang biasanya disajikan koran – tidak perlu membayar baik untuk retail maupun subscribe. Cukup dengan sebuah smartphone yang dilengkapi paket data, semua informasi bisa diraih, world on your hand.
Saat kekhawatiran akan masa depan koran meningkat, muncul secercah asa, ternyata khalayak masih menaruh kepercayaan pada koran. Hal ini ditunjang kondisi media berbasis internet yang belum bisa dipercaya sepenuhnya. Khalayak itu bukan saja pembaca, tapi juga para pemasang iklan yang menjadi pihak yang penting dalam bisnis koran. Iklan adalah sumber penghasilan utama media konvensional seperti koran. Dibanding dari jualan produk, prosentase iklan jauh lebih tinggi, bisa mencapai 70:30.
Tingkat kepercayaan yang tinggi dari pemasang iklan menjadi poin penting bagi koran untuk menebar optimisme tetap survive menghadapi kompetitor. Tidak cukup hanya menebar optimisme, tapi para pelaku bisnis koran harus berani muhasabah terhadap kebijakan selama ini. Menurunnya tiras yang disertai dengan matinya beberapa koran, bukan semata-mata karena hadirnya pesaing yang lebih hebat, tapi kesalahan koran itu sendiri.
Kalau ditelaah secara mendalam lebih karena masalah internal, utamanya manajemen perusahaan dan kebijakan redaksi. Kesalahan tersebut berdampak pada produk berita yang tidak menarik dan lebih tragis lagi tidak dipercaya oleh khalayak. Kalau produk tidak dipercaya konsumen, bagaimana mungkin bisa bertahan hidup karena hilangnya kepercayaan adalah awal kehancuran.
Para pengelola koran harus mau belajar dari pengalaman masa lalu ketika banyak koran tumbang pada masa reformasi. Masa kebebasan itu ditandai dengan terbitnya banyak koran di seluruh Indonesia memanfaatkan kebebasan yang dibuka pemerintah. Tapi kebebasan itu tidak disertai dengan profesionalitas pengelolanya yang menyebabkan munculnya distrust khalayak. Alhasil, ratusan koran tumbang dalam waktu singkat. Tinggal lah koran-koran yang dikelola dengan sejak pascakemerdekaan mampu bertahan ditambah koran baru yang dikelola secara profesional. Tentu para pengelola itu tidak ingin korannya hanya tinggal nama dan salah satu edisinya menjadi koleksi museum. Atau seperti koran-koran era reformasi yang tidak diketahui kuburnya.
Ancaman terhadap keberlangsungan koran saat ini sangat berat, apalagi secara eksternal ada musuh yang sangat powerful. Tapi seberat apa pun tantangan kalau internalnya solid, akan mampu mengatasi. Kuncinya, jaga integritas dan jangan cederai kepercayaan. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: