Namanya Suliman. 62 tahun. Warga Taras Padang, Kecamatan Labuan Amas Selatan (LAS), Hulu Sungai Tengah ini tetap tegar. Usia sepuh tak membuat patah semangat untuk mengais rezeki. Dia menuntun sepeda, karena tidak bisa menunggangnya. Setiap hari berkeliling membawa sapu lidi buah karyanya untuk dijual.
Kulitnya sudah keriput, berjalan agak limbung, namun tidak dengan semangatnya. Suliman tetap yakin untuk mencari rezeki lewat cara yang baik. Ia tak ingin mengandalkan belas kasihan orang lain.
“Setiap Rabu jualan. Kadang saya mangkal di pasar Barabai. Tapi bisa juga di pinggir jalan yang ada pohon, sekalian berteduh,” katanya saat ditemui Rabu (16/12) pagi.
Saat itu, Sulaiman sedang santai di bawah pohon besar di Jalan Bhakti, Barabai. Dari tatapan matanya, harapan ada warga yang membeli sapu lidi, tak bisa disembunyikan. “Saya jualan sejak tahun 2013,” ceritanya.
Sapu lidi yang dijual Suliman terbuat dari pelepah pohon enau (aren). Dia biasanya mencari pohon itu ke hutan. Tidak dibantu siapapun. Semua pekerjaan dilakukan mandiri. Di usianya 62 tahun, ia ternyata masih sanggup memanjat pohon untuk memotong pelepah.
Setelah pelepah dipotong, daun diambil satu persatu, lantas dikumpulkan dan dipikul ke rumah. Setelah Daun disisir untuk mendapatkan lidi untuk dijemur agar kering. Perlu waktu 1 sampai 2 hari agar lidi bisa dirakit menjadi sapu. “Makanya, jualan cuma satu pekan sekali. Karena proses pembuatan sapu tidak mudah dan memakan waktu,” ungkapnya.
Setiap Rabu pukul 06.00 Wita, Sulaiman berangkat. Paling banyak membawa 7 buah sapu. Harganya variatif, tergantung bentuk dan ukuran. Besar dibanderol Rp 25 ribu, untuk lidi biasa tanpa gagang dijual Rp 15 ribu.
Dalam sehari, pendapatannya juga tak menentu. Jika laku semua, Sulaiman bisa mengantongi uang Rp 145 ribu. Kadang sampai pukul 23.00 dagangannya baru habis. “Pokoknya kalau belum habis belum pulang,” ceritanya.
Sudah tua kenapa tidak istirahat saja di rumah? Ternyata ia tidak mau merepotkan anak perempuannya yang sudah ikut suami masing-masing. “Istri juga sudah meninggal lima tahun lalu. Saya masih kuat kerja sendiri,” tuturnya.
Anak pertama Suliman saat ini berada di desa Durian Gantang, kecamatan LAS. Meski tak tinggal satu atap, anak perempuan ini yang menjaga Suliman. Sedangkan anak kedua berada di Kalimantan Tengah bersama suami.
Ia bersyukur, banyak dermawan yang membantunya. Dari kisah Sulaiman, setiap jualan selalu ada saja bingkisan yang diberikan orang tak dikenal. Isinya bermacam-macam. Bisa nasi kotak, atau hadiah lain. “Terkadang ada pembeli yang memborong semua dagangan saya,” ceritanya.
Suliman memang mtak muda lagi. Ia mengaku sering kelelahan setelah selesai jualan. Agar kuat, ia selalu menanamkan di dalam dirinya untuk selalu bersyukur atas apa yang didapatkan. Entah jumlahnya banyak atau sedikit. Ketimbang mendapat penghasilan dengan cara mengemis dan mengandalkan orang. (prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post