Bau bacin pertambangan di Kaltim sampai ke hidung KPK. Mulai izin bangunan hingga urusan pajak.
SAMARINDA – Diam-diam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata ikut melirik berbagai aktivitas pertambangan di Kaltim. Komisi antirasuah ini bahkan mencium aroma tak sedap pada pengawasan kegiatan keruk-mengeruk di Benua Etam. Baik dari sisi prosedur perizinan maupun kelengkapan dokumen persyaratan izin usaha pertambangan (IUP).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengemukakan sejumlah persoalan pertambangan di Kaltim. Salah satu yang paling disorot, keberadaan IUP yang tidak clear and clean (C&C). Alexander menuturkan, saat ini banyak IUP di Kaltim dengan status non-C&C. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang mengantongi IUP bahkan tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Tanpa IMB, praktis perusahaan tersebut melanggar aturan. Hanya mengeruk hasil bumi tanpa membayar royalti dan pajak kepada pemerintah.
Agar tidak terjadi kebocoran keuangan dari sektor pertambangan, KPK menggandeng Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengevaluasi dan mendata laporan perpajakan perusahaan pertambangan di Kaltim.
“Apakah semua perusahaan dari IUP yang sudah diterbitkan pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sudah pernah memenuhi dan membayar kewajibannya. Kalau tidak, kami minta IUP perusahaan terkait dicabut pemerintah,” kata dia.
Tidak hanya itu, laporan rencana kerja dan anggaran pembiayaan (RKAB) setiap perusahaan akan dievaluasi KPK. Baik laporan tahunan maupun laporan triwulan. Melalui evaluasi itu, KPK ingin mengetahui apakah semua perusahaan pertambangan di Kaltim telah memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya.
“Nanti kami bekerja sama dengan pemda (pemerintah daerah) setempat untuk melakukan monitoring. KPK hanya trigger mechanism. Kami memberikan supervisi. Kewajiban perusahaan melaporkan hasil pertambangan kepada pemda akan kami monitoring,” kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Alexander juga menyoroti dugaan kegiatan pertambangan ilegal di sejumlah kabupaten/kota di Kaltim. Dia meminta agar Pemprov Kaltim dan lembaga hukum terkait lainnya bisa bersikap tegas terhadap berbagai praktik curang pertambangan di Kaltim.
Selain karena merusak ekosistem alam dan lingkungan, praktik pertambangan ilegal juga merugikan daerah dan pusat. Utamanya dari sisi pendapatan keuangan. Jika praktik tersebut dibiarkan dan tidak dilakukan penindakan, dipastikan akan ada banyak kerugian negara yang ditimbulkan.
“Illegal mine sudah jelas pelanggaran hukum. Sekarang yang jadi persoalan, pemda banyak menerbitkan IUP, tetapi pengawasannya sendiri sangat kurang. Kami akan meminta Kementerian ESDM agar meningkatkan jumlah pengawas pertambangan,” tuturnya.
Jika Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim berdalih kekurangan pengawas atau inspektur tambang, lembaga terkait seharusnya dapat membangun kerja sama dengan stakeholder terkait. Baik itu pengawas di internal pemerintah maupun pengawas eksternal.
“Sekarang tinggal bagaimana instansi terkait mau berkoordinasi. Pemda sebenarnya punya banyak pengawas internal (inspektorat wilayah) maupun pengawas eksternal berupa aparat penegak hukum. Saya kira, kalau ada sinergi yang terbangun, pelanggaran dapat dikontrol,” sebutnya.
Menurut dia, menjamurnya berbagai praktik ilegal pertambangan hanya dapat terjadi jika pemerintah setempat memberikan ruang pelanggaran tersebut. Ketika ada pelanggaran, pejabat terkait hanya melakukan pembiaran. Tidak memprosesnya sesuai aturan.
Jika pemerintah setempat dan aparat penegak hukum sama-sama mendiamkan pelanggaran, maka itu akan menjadi preseden buruk bagi para pelaku pertambangan yang lain. Karena itu, Alexander mengingatkan agar pemerintah dan aparat penegak hukum terkait menegakan aturan.
“Penegakan hukum harus diambil. Jangan ada pembiaran. Nanti bisa jadi preseden buruk. ‘Yang ada saja kok enggak diapa-apakan’. Kami mendorong kapolda dan kajati menindak segala bentuk pelanggaran,” imbuhnya.
BERIKAN SUPERVISI
Untuk diketahui, setelah peralihan kewenangan pengelolaan pertambangan dari pemerintah kabupaten/kota, setidaknya terdapat 1.404 IUP yang dilimpahkan ke Pemprov Kaltim. Semua IUP tersebut tersebar di tujuh kabupaten/kota.
Sebanyak 625 IUP di Kutai Kartanegara (Kukar), 244 IUP di Kutai Barat (Kubar), 67 IUP di Paser, 151 IUP di Penajam Paser Utara (PPU), 161 IUP di Kutai Timur (Kutim), 93 IUP di Berau, dan 63 IUP di Kota Samarinda.
Hasil evaluasi tim Pemprov Kaltim dalam dua hingga tiga tahun terakhir, diketahui terdapat 418 IUP yang non-C&C. Sementara yang C&C sebanyak 456 IUP. Sementara yang masuk target pencabutan, pengakhiran, dan penyerahan sebanyak 874 IUP.
Terkait itu, Alexander mengakui, pihaknya telah memonitor keberadaan IUP-IUP yang non-C&C maupun yang telah masuk daftar target IUP yang akan dicabut, diakhiri, dan diserahkan. KPK bahkan secara khusus telah memberikan supervisi atas persoalan tersebut.
“Penertiban IUP yang non-C&C terus kami monitor. Kami terus memberikan supervisi. Termasuk memonitor sejauh mana rekomendasi yang dikeluarkan KPK ditindaklanjuti pemerintah Kaltim,” ucapnya.
Untuk IUP dengan catatan non-C&C dan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), namun sedang mengurus ulang persyaratan, KPK meminta agar segera melengkapi dokumen. Sehingga kewajiban pajak atas kegiatan penambangan yang telah dilakukan sebelumnya dapat dibayarkan.
“Memang tidak semua IUP non-C&C langsung ditutup seketika. Mereka bisa diberikan untuk memenuhi persyaratan. Yang secara administrasi masih bisa dipenuhi, kami minta diurus. Kalau IUP yang lama tapi tidak pernah beroperasi, wajib ditertibkan. Karena ada batas waktu penerbitan izin,” tegas dia.
Untuk IUP yang perusahaannya sudah tidak jelas dan tidak bisa ditelusuri keberadaannya, Alexander meminta Dinas ESDM Kaltim segera menertibkan dan mencabutnya. Pasalnya, jangan sampai IUP tersebut disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
“Kalau untuk perusahaan yang memiliki IUP, kemudian dalam proses pengurusan dokumen terhenti dan dinyatakan non-C&C, itu menjadi kewenangan Pemprov Kaltim untuk mengevaluasinya. Apakah IUP diteruskan atau diproses lagi dengan dokumen baru sehingga menjadi C&C,” katanya.
DORONG EVALUASI
KPK terus meminta Pemprov Kaltim mengevaluasi terhadap IUP yang sudah diterbitkan. Berdasar data KPK, 645 IUP di Kaltim telah dicabut. Menurut kajian KPK, kini tersisa 274 IUP yang perlu dievaluasi Pemprov Kaltim.
“Usulan awal kita 401 IUP dicabut, tapi setelah diklarifikasi ternyata 274 IUP yang perlu dipastikan statusnya,” ucap Nana Mulyana, kepala Koordinator Wilayah VII Kedeputian Pencegahan KPK, Rabu (26/6).
Diharapkan, lanjut dia, dalam pekan ini pihak terkait seperti Biro Hukum dan Dinas ESDM Kaltim sudah bisa memastikan status ke-274 IUP tadi. Singkatnya waktu evaluasi, lanjut Nana, karena dokumen IUP yang harus dievaluasi itu cukup lengkap. Tahap selanjutnya, KPK akan mempertanyakan sikap Pemprov Kaltim terhadap IUP bermasalah tersebut.
“Baru nanti kita pertanyakan langkah gubernur apa. Itu harus klir dulu, berapa yang sudah di-follow up dan berapa yang belum,” sambungnya.
Jika sudah diketahui semua permasalahannya, KPK mendorong sikap tegas gubernur Kaltim yang bukan tak mungkin berujung pada pencabutan IUP. Diakuinya juga, tak semua IUP yang diterbitkan itu sudah berproduksi. Namun, sesuai aturan, meski sudah ditutup, negara masih dimungkinkan menagih berbagai kewajiban perusahaan, seperti pajak atau jaminan reklamasi, sejauh izinnya belum kedaluwarsa. (*/drh/pra/dwi/k16/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post