SAMARINDA – Kasus dugaan perampasan lahan warga di Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) oleh PT Perkebunan Kaltim Utama (PKU) mendapatkan sorotan tajam dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Pasalnya, di dalam kasus yang sudah bergulir sejak 2016 lalu tersebut diduga terjadi pemalsuan dokumen kepemilikan tanah oleh perusahaan terkait.
Atas masalah tersebut, Jatam Kaltim meminta sikap tegas dari Pemerintah Kaltim segera mengambil langkah terkait itu. Salah satunya yakni Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak diminta menggunakan hak diskresinya dalam menyelesaikan sengketa lahan masyarakat tersebut.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menilai, keterlibatan langsung Gubernur Awang dalam penyelesai kasus sengekat lahan itu sangatlah penting. Agar masalah ini tidak terus berlarut-larut. Dengan hak diskresi Gubernur, maka lahan warga yang bersengketa dengan PT PKU bisa dikembalikan.
“Warga tidak pernah melepaskan lahan itu kepada perusahaan. Perusahaan telah merampas lahan warga tanpa izin. Pemilik lahan masih memiliki dokumen sebagai bukti hak kepemilikan lahan, sedangkan perusahaan tidak memiliki dokumen itu,” kata Pradarma, Jumat (19/1) kemarin.
Dijelaskan, sebelumnya pemberian izin penggunaan lahan perusahaan dikeluarkan Bupati Kukar. Namun pemilik lahan tidak pernah merasa menjualnya kepada perusahaan. Atas hala itu, warga menduga telah terjadi pemalsuan dokumen kepemilikan lahan oleh pihak perusahaan.
“Mereka (perusahaan) telah melakukan pemalsuan dokumen, maka seharusnya dipidana. Kami pernah meminta pihak perusahaan menunjukkan dokumen kepemilikan lahan, tetapi mereka tidak pernah menunjukannya. Karena dokumen kepemilikan lahan masih dipegang warga,” tegasnya.
Tak hanya mengambil lahan warga, sambung dia, perusahaan diduga menggusur tanaman milik warga. Bahkan perusahaan melarang warga pemilik lahan melakukan aktivitas di lahan mereka. Pradarma menyebut, langkah represif perusahaan tersebut sudah termasuk tindak pidana.
Upaya penyelesaian sengketa lahan tersebut pernah diadukan kepada Gubernur Kaltim, namun menuai jalan buntu. Ketika itu, gubernur memberikan pilihan kepada pemilik lahan agar mengikuti kebijakan pemprov atau mengikuti proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong.
“Tetapi kan gubernur tidak menggunakan kewenangannya. Padahal, undang-undang memberikan kewenangan besar pada gubernur untuk menyelesaikan kasus ini. Sayangnya, gubernur malah angkat tangan soal kasus ini,” katanya.
Sedang pasca dilimpahkan ke Pengadilan, kasus tersebut justru terkesan jalan di tempat. Tak hanya itu, Pengadilan setempat terkesan menutup-nutupi kasus tersebut. Pasalnya, ketika Jatam meminta dokumen penyelesaian kasus tersebut, PN Tenggarong tidak pernah memberikannya.
“Padahal gugatan permohonan informasi sudah kami menangkan di Komisi Informasi Provinsi (KIP) Kaltim. Namun sampai sekarang dokumen itu tidak diberikan kepada kami. Surat permintaan dokumen juga sudah kami sampaikan, tetapi sampai sekarang tidak ada balasan,” bebernya.
Kasus ini sendiri telah dilaporkan Jatam ke DPRD Kaltim. Beberapa perwakilan warga juga sudah bertemu langsung dengan para wakil rakyat Karang Paci. Namun lagi-lagi, kasus ini menemui jalan buntu. Komisi I DPRD Kaltim yang memfasilitasi hanya menjanjikan akan memanggil PT PKU dan pemilik lahan.
“Tapi sampai sekarang tidak ada lanjutan dari janji pertemuan tersebut. DPRD beralasan, katanya mereka masih punya agenda lain,” kata Pradarma. (*/um/drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: