bontangpost.id – Pembelaan yang diajukan Ahmad Zuhdi tak berarti apa-apa. Vonis yang diterimanya hanya melorot tiga bulan dari tuntutan KPK. Dia terbukti menyuap pejabat di Pemkab Penajam Paser Utara, termasuk bupati nonaktif Abdul Gafur Mas`ud (AGM), dengan total Rp 2,6 miliar.
Ketua Majelis Hakim Muhammad Nur Ibrahim mengurai analisis yuridis dalam menentukan putusan perkara suap proyek di Pemkab PPU. Poin utama pertimbangannya itu, tak ada hal meringankan dari perbuatan Ahmad Zuhdi, terdakwa penyuap AGM cs, sekalipun dia kooperatif menjalani persidangan sejak 31 Maret lalu.
Perbuatannya yang memberikan komitmen fee atas 16 proyek yang didapatnya sepanjang 2021-2022 jelas mencederai asas-asas pemerintahan. Bahkan kucuran uang tak patut darinya itu justru menjadi pemoncer tumbuh suburnya praktik korupsi dalam pemerintahan PPU.
“Karena itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda berpendapat menjatuhkan pidana penjara untuk terdakwa Ahmad Zuhdi selama 2 tahun 3 bulan dikurangi masa tahanan selama menjalani persidangan,” tukas Ibrahim didampingi Hariyanto dan Fauzi Ibrahim, Selasa (31/5).
Selain pidana penjara, Zuhdi juga dikenai denda Rp 100 juta yang jika tak diganti dalam waktu sebulan selepas putusan inkrah, maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan. Vonis ini lebih ringan tiga bulan ketimbang tuntutan KPK yang diajukan pada 19 Mei 2022. Kala itu dia dituntut JPU KPK Ferdian Adi Nugroho dkk selama 2 tahun 6 bulan pidana penjara atas ulahnya memberi komitmen fee dari proyek-proyek yang didapatnya di Pemkab PPU ke beberapa pejabat.
Total, ada Rp 2,6 miliar fee dengan besaran berkisar 2,5-5 persen yang dibagi-bagikannya. Penerima uang haram tersebut mulai bupati, sekretaris kabupaten, kepala dinas, hingga beberapa kepala bidang di Dinas PUPR PPU dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU.
Kembali ke persidangan. Dalam pertimbangan hukum yang diurai bergantian para pengadil di Pengadilan Tipikor Samarinda itu, terungkap fakta selama persidangan bergulir jika Zuhdi memiliki beberapa perusahaan terafiliasi yang dikendalikannya. Selain PT Borneo Putra Mandiri yang notabene perusahaan miliknya pribadi.
Perusahaan yang dikendalikannya itu, PT Babulu Benuo Taka, PT Diva Jaya Konstruksi, CV Lestari Jaya Mandiri yang dibentuknya dengan menggunakan nama orang lain, baik kerabat hingga saudara sendiri. “Lalu, ada CV Mega Jaya yang dipinjamnya untuk menangani proyek pengadaan di Disdikpora PPU,” sebut Ibrahim membaca putusan.
Lewat beberapa badan usaha ini, Zuhdi berhasil mendapat 16 proyek sepanjang 2020-2021. Proyek lanskap depan kantor Bupati PPU pada 2020 senilai Rp 24,5 miliar. Pada 2021 sebanyak 11 proyek fisik dari Dinas PUPR PPU, yakni proyek peningkatan Jalan Babulu Darat-Rawa Sebakung, pembangunan Gedung Perpustakaan, peningkatan lanjutan Jalan Babulu Darat-Gunung Mulle (SMK 3), peningkatan lanjutan pembangunan Kantor Pos Waru, peningkatan jalan pendekat samping Kantor Desa Gn Makmur, peningkatan Jalan Poros Labangka Barat, Babulu, peningkatan Jalan Abu Bakar Sesulu, pembangunan Jalan Logpond Labangka-Pantai, Pengadaan paving block untuk kepentingan umum, pembangunan lanjutan Kantor Kejari Penajam.
Lalu, empat proyek pengadaan seragam sekolah di Disdikpora PPU. Total nilai proyek yang didapat terdakwa Ahmad Zuhdi pada 2021 senilai Rp 118 miliar. “Dari semua proyek itu, terdakwa berencana memberi komitmen fee 5 persen untuk bupati dan 2,5 persen untuk dinas terkait yang totalnya sekitar Rp 5,4 miliar, namun baru terealisasi sekitar Rp 2,6 miliar,” lanjutnya.
Terlebih, pada 16 Desember 2021, terdakwa mengamini permintaan Asdarussalam alias Asdar, orang kepercayaan AGM yang juga dewan pengawas BUMD PPU PDAM Danum Taka dan RSUD Ratu Aji Putri Botung, untuk menyediakan uang Rp 1 miliar yang akan digunakan AGM untuk kepentingannya mengikuti seleksi ketua DPD Demokrat Kaltim.
Uang tersebut diambil dari dana simpanan Korpri PPU atas usul Muliadi, pelaksana teknis sekretaris kabupaten PPU dan diantar langsung ke Samarinda, tepatnya ke Hotel Bumi Senyiur, lokasi Asdar berada pada 17 Desember 2021. Uang tersebut pun langsung dibawa Supriadi alias Ucup, sopir AGM ke lokasi Musda Demokrat Kaltim di Hotel Aston.
“Uang tersebut disimpan di kamar tempat AGM menginap, bernomor 1621 Hotel Aston oleh saksi Supriadi untuk digunakan dalam musda tersebut,” ulas mantan ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, tersebut.
Pemberian itu terdiri dari, untuk AGM sebesar Rp 500 juta yang diberikan bertahap kepada Asdar sepanjang Juni-September 2021 dan Rp 1 miliar pada 17 Desember 2021. Lalu, Muliadi (pelaksana teknis sekretaris kabupaten PPU) Rp 22 juta, Edi Hasmoro (kepala PUPR PPU) Rp 512 juta, Jusman (kabid Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga/Disdikpora PPU) Rp 33 juta.
Selepas putusan dibacakan, baik terdakwa Zuhdi atau JPU KPK memilih pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan apakah mengajukan banding atau tidak.
Diketahui, AGM, Muliadi, Edi Hasmoro, Jusman, dan Nur Afifah Balgis (bendahara DPD Demokrat Balikpapan) bakal menjalani sidang perdana pada 8 Juni mendatang. (dwi/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post