bontangpost.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan menyoroti aksi kekerasan dan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis oleh aparat kepolisian di Mapolresta Samarinda, Kamis (8/10/2020) malam. Ketika itu, sejumlah jurnalis ingin meliput penahanan 12 peserta demonstrasi penolakan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dilakukan Aliansi Kaltim Menggugat.
AJI Balikpapan yang membawahi biro Samarinda dan Banjarmasin menganggap intimidasi dalam bentuk apapun dan tindakan menghalang-halangi proses peliputan melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Dari data yang dihimpun, sebanyak lima jurnalis lokal mengalami kekerasan fisik saat menjalankan tugas jurnalistik di Samarinda. Mereka adalah Samuel Gading (Lensa Borneo/dijambak), Mangir (Disway NomersatuKaltim/diinjak kakinya), Kiky (Kalimantan Tv/dipukul bagian dada), Yuda Almeiro (IDN Time/Diintimidasi), dan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim/ditahan sementara di Polresta).
Atas dasar itu, AJI Balikpapan mendesak Polda Kaltim untuk memberikan penjelasandan mengevaluasi personel yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut.
“Jika terbukti bersalah, kami mendesak agar aparat kepolisian melayangkan permintaan maaf dan menanggung semua kerugian materiil dan fisik para korban,” kata Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah.
“Jika tak ada jaminan pelakunya diproses tentu menjadi preseden buruk dan bisa berulang dikemudian hari. Artinya, kebebasan pers dalam ancaman bahaya,” sahut Ketua Bidang Advokasi Fariz Fadhillah
Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pers salah satu pertanda gagalnya negara menjamin kebebasan pers dalam mencari dan menyebarkan informasi. Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pewarta bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalangi-halangi kerja-kerja pers.
Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta”. “Setiap orang” dalam pasal itu termasuk polisi.
Lebih jauh, AJI Balikpapan terus mendampingi para jurnalis yang menjadi korban kekerasan, termasuk dalam hal pelaporan polisi.
Soal kekerasan fisik, sepanjang April 2019-Mei 2020, AJI mencatat ada 31 kasus yang dilakukan oleh anggota Polri.
Dua momen kekerasan terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi besar di bulan Mei dan September tahun lalu. Ditarik lebih jauh, medio 2006-September 2020, AJI mencatat ada 785 jurnalis jadi korban kekerasan.
Kekerasan fisik nangkring di nomor satu kategori jenis kekerasan (239 perkara); disusul pengusiran/pelarangan liputan (91); dan ancaman teror (77). Dalam ranah pelaku, 65 orang merupakan anggota polisi, 60 massa, dan 36 orang tidak dikenal.
AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Atas dasar itu, AJI Balikpapan meminta agar, aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan. Baik itu mengancam, merusak fasilitas jurnalis hingga melakukan tindakan kekerasan.
Lalu, menghargai jurnalis sebagai seorang profesi yang dilindungi oleh Undang-Undang. Sama halnya dengan Polri, kendati memiliki fungsi dan tanggungjawab yang berbeda.
AJI Balikpapan juga meminta Polda Kaltim menindak pelaku kekerasan terhadap jurnalis di lapangan. Karena itu bagian dari pembungkaman terhadap sistem demokrasi. Dan juga merusak citra Polri.
Terakhir, menyampaikan permohonan maaf dan menanggung semua beban kerugian jurnalis yang diintimidasi, baik moril maupun materil.
melansir detik.com Kapolresta Samarinda Kombes Arif Budiman mengatakan ada kesalahpahaman antara polisi dan para wartawan. Dia mengatakan tak ada maksud anggotanya melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap wartawan.
“Intinya adalah bahwa kami tidak punya maksud memukul apalagi menginjak. Itu gelap ya. Kami juga akan mencari tahu siapa anggota itu, mungkin disangkanya rekan-rekan dari wartawan ini salah satu dari biang yang membuat keributan itu,” kata Kombes Arif, Jumat (9/10/2020).
Dia mengatakan tak ada polisi yang melakukan pemukulan. Dia mengatakan akan memberi tindakan bagi terbukti ada personelnya yang melakukan pelanggaran. Arif juga menyampaikan permintaan maaf atas insiden tersebut.
“Terlepas itu kami sebagai manusia biasa, tentunya meminta maaf apabila ada tindakan kami yang di luar kemanusiaan ataupun di luar garis tugas pokok kami. Saya yakin teman-teman dari kepolisian pasti tidak ada yang mempunyai maksud untuk melukai rekan-rekan wartawan. Jangan sampai akibat kejadian seperti ini hubungan antara insan pers dengan kepolisian menjadi renggang. Jika terbukti kami tindak secara tindakan disiplin,” kata Arif.
KRONOLOGI KEJADIAN (8 Oktober 2020)
# Sekitar pukul 22.00, dua orang wartawan Samuel Gading (wartawan Lensa Borneo.id) dan Yuda Almerio (wartawan IDN Times.com)berangkat meliput adanya isu penahanan 12 peserta aksi Tolak Omnibus Law yang dilaksanakan Aliansi Kaltim Menggugat.
# Tiba dilokasi, yakni di Kantor Polresta Samarinda. Keduanya bertemu dengan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim) dan Kiky (Kalimantan Tv), yang terlebih dahulu sudah berada di tempat itu. Tujuannya sama. Meliput penangkapan 12 peserta aksi.
# Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 22.11 Wita, tiba-tiba terjadi keributan didepan kantor Polresta Samarinda. Massa aksi dari Aliansi Kaltim Menggugat yang meminta ke-12 temannya dibebaskan, adu mulut dengan beberapa oknum kepolisian yang baru datang. Beberapa jurnalis kemudian spontan merekam kejadian tersebut.
# Satu oknum polisi tersulut emosinya hingga mengejar seorang massa aksi dan terjadilah pemukulan.
#Melihat peristiwa tersebut, jurnalis yang berada di dalam ikut keluar menyaksikan keributan itu. Termasuk Yuda, Samuel dan Faishal. Sebegai seorang jurnalis, mereka pun mengambil gambar dari peristiwa itu.
# Tiba-tiba saja, Samuel dijambak oleh salah satu oknum polisi yang berpakain bebas dan menggunakan masker menutupi wajah pelaku. Samuel kemudian berteriak dan mengatakan bahwa dirinya jurnalis seraya menunjukkan ID Card. Oknum tersebut kemudian melepas jambakan dan pergi ke dalam kerumunan.
# Mangir (Disway Nomorsatu Kaltim)– ketika merekam video keributan itu, diteriaki beberapa oknum polisi. Seorang oknum berbadan besar mengenakan jaket putih-hitam, menggunakan masker, berjalan mendekati Mangir sambil membungkuk. Setelah itu membelakangi dan menginjak kaki kanan Mangir.
# Mangir sepontan mendorong dan mengatakan bahwa dirinya wartawan sambil menunjukkan id card. Namun, oknum tersebut tak menggubris dengan posisi membelakangi sambil tetap menginjak kaki Mangir.
# Oknum tersebut meminta untuk berhenti merekam. Yuda, wartawan IDN Times menahan oknum tersebut untuk memberhentikan tindakannya. Dan satu orang wartawan Riski dari Kaltim Tv membantu meleraikan kejadian itu.
# Melihat aksi itu, Samuel juga ikut menyampaikan bahwa Mangir juga seorang jurnalis. Oknum polisi tersebut balik berteriak; “Memangnya kenapa kalau kau wartawan ?!!”.
# Situasi semakin panas ketika oknum polisi tersebut menuduh teman-teman jurnalis membuat “framing” atau memberitakan secara tidak berimbang situasi yang terjadi ditempat tersebut.
# Kemudian seorang oknum aparat menunjuk-nunjuk ke arah Yuda dan mempertanyakan urusan peliputan. Telunjuk oknum tersebut berkali-kali menyentuh dada Yuda. Ketika itu Yuda dan teman-temannya diintimidasi untuk memberitakan hal-hal yang baik saja.
# Faishal juga mendapat perlakuan tidak mengenakan. Ia didatangi oknum yang mempertanyakan identitasnya. Yang mencederai profesinya sebagai jurnalis. “Saya pers,” kata Faishal, sambil menunjukkan identitas jurnalisnya.
#Seteleh peristiwa itu, Kanit Jatanras meminta para jurnalis itu untuk bertemu sebelum pulang. Namun Yuda, Samuel, Apriskian dan Mangir memilih pulang. Sementara Faishal tertinggal dan ditahan oleh seorang oknum. Ketika ia akan mengambil sepeda motornya.
# Oknum itu meminta agar Faishal memanggil kembali teman-teman wartawan untuk bertemu Kanit Jatanras. Faishal pun menghubungi rekan-rekan jurnalis lainnya. Ia menunggu dihalaman samping ruang INAFIS, dan ditemani oknum tersebut.
# Faishal yang berada di Polresta Samarinda itu menghubungi rekan-rekannya untuk kembali ke Polresta dan bertemu di kantor Jatanras.
#Karena tidak ada yang datang akhirnya, Faishal pun pamit pulang. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post