Oleh:
Suyanik, M.Pd (Guru SMAN 1 Bontang)
Pengalaman mengajar guru selama puluhan tahun tidak menjamin bisa langsung mendapat predikat guru professional. Perubahan zaman dan tuntutan di dunia pendidikan sekarang ini lebih berat dan kompleks. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut perubahan dan cara pandang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam paradigma lama di mana pembelajaran yang berpusat pada guru, harus diubah menjadi paradigma baru yang inovatif, yaitu pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, akan memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada peserta didik untuk menemukan masalah, memahami konsep dan berinteraksi sosial secara aktif.
Upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan kualitas pembelajaran telah banyak dilakukan pemerintah melalui berbagai kegiatan pelatihan baik yang bersifat regional maupun nasional. Akan tetapi, hasil-hasil pelatihan tersebut seringkali tidak bisa secara langsung diterapkan di lapangan karena berbagai alasan. Selain itu, proses desiminasi atau penyebarluasan hasil pelatihan kepada pihak lain seringkali hanya terbatas pada orang-orang terdekat saja, bahkan mungkin tidak dilakukan sama sekali. Hal tersebut tentu saja sangat tidak menguntungkan, mengingat biaya yang telah dikeluarkan pemerintah bukan jumlah yang sedikit.
Profesi sebagai pendidik memang sangat sibuk, dan membuat inovasi memang tidaklah mudah. Guru profesional sangat dinantikan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara terus menerus tanpa bosan dan mengenal lelah, aktif dan kreatif dalam menjawab tantangan masa depan. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (Undang-undang Guru dan Dosen, 2005)
Sebelum melakukan inovasi guru perlu mengetahui cara melakukan pembelajaran yang terbaik, mengingat banyak guru yang masih kurang memiliki kemampuan dasar dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Selain itu, guru merasa bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini sudah ”benar” dan “puas” serta cenderung menentang adanya inovasi (Direktorat Jenderal Pengembangan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Padahal, faktanya tidak ada pembelajaran yang “sempurna”. Setiap pembelajaran pasti memiliki aspek yang perlu dikembangkan dan menuntut adanya kreativitas dengan kerja keras, cerdas dan profesional (Susilo, 2009).
Mutu pembelajaran hanya bisa dicapai apabila kualifikasi guru cukup memadai, khususnya kualifikasi profesional yang tercermin dalam pembelajaran di kelas. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran adalah diadakannya supervisi pembelajaran. Kegiatan supervisi minimal dilakukan sekali dalam kurun waktu tahun pembelajaran. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah mengungkap masalah-masalah utama pembelajaran di kelas agar menjadi masukan bagi guru dalam memperbaiki kualitas pembelajarannya. Objek penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran di mana peneliti berperan sebagai supervisor dalam kegiatan On The Job Learning pada akhir tahun 2015 lalu. Fokus pengamatan dalam supervisi ini adalah pada bagian apersepsi, pemfokusan materi, ceramah dan Tanya jawab, perhatian pada individu, pengecekan pemahaman siswa, latihan, pembuatan kesimpulan, dan ringkasan materi.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis hasil supervisi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran di kelas masih diwarnai banyak permasalahan, antara lain: Apersepsi yang kurang variatif, belum ada guru model yang membangun minat belajar siswa dengan mengemukakan tujuan pembelajaran dalam bentuk kalimat tanya yang menantang. Pemfokusan pada materi pelajaran masih lemah, pertanyaan yang diajukan kepada siswa masih benyak menimbulkan interpretasi dan jawaban ganda sehingga tidak mudah dimengerti oleh siswa.
Pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah, meskipun dalam RPP menggunakan metode tanya-jawab, diskusi, demontrasi, atau metode yang lain. Perhatian guru masih bersifat klasikal, perhatian individu malah diberikan kepada siswa yang pandai, bukan siswa yang tertinggal. Introdusir konsep-konsep sering disampaikan secara bersamaan, tanpa memeriksa pemahaman siswa terhadap konsep sebelumnya. Latihan siswa masih kurang sehingga pemahaman siswa hanya sampai pada tingkat pemahaman, bahkan ingatan/hafalan (tingkat C1 kognitif Bloom). Pembuatan kesimpulan pembelajaran masih didominasi oleh guru yang semestinya cukup menjadi fasilitator. Catatan siswa kurang mendapat perhatian sehingga siswa tidak memiliki catatan yang sistematis untuk menghadapi ujian. Demikianlah beberapa catatan penting tentang masalah-masalah yang terpantau pada saat kegiatan supervisi pembelajaran. Semoga catatan ini dapat menjadi bahan evaluasi baik pada diri saya sendiri maupun teman-teman sebagai upaya dalam memperbaiki proses pembelajaran dari waktu ke waktu (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post