SAMARINDA – Korban lubang tambang di Samarinda menilai empat pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Wakil Gubernur Kaltim 2018 belum memiliki visi, misi, program untuk menutup lubang di Benua Etam. Karena itu, jika di sisa waktu menjelang pemilihan, tidak ada penekanan penyelesaian masalah tersebut, maka pemilih tersebut akan memilih golongan putih (golput) atau tidak menggunakan hak suara.
Warga Kelurahan Sempaja Timur, Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda, Rahmawati (42) mengaku, sebagai orang tua dari Muhammad Rehan Saputra (10) yang menjadi korban lubang tambang PT Graha Benua Etam pada 2014 lalu, dirinya belum melihat komitmen paslon untuk mendorong penutupang lubang tambang.
Padahal, lanjut dia, ratusan lubang tambang di Kaltim masih mengancam hidup anak-anak. Apabila lubang itu tidak segara ditutup, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul korban lain.
“Karena itu untuk apa saya memilih? Selama belum ada penutupan lubang tambang, kami ibu-ibu ini akan tetap merasa takut dengan bahaya yang mengintai anak-anak kami. Apalagi tidak ada satupun paslon yang melawan tambang dan punya keinginan untuk menutup lubang tambang,” ujarnya, Selasa (29/5) lalu.
Rahma mengaku, meskipun penutupan lubang tambang menjadi tanggung jawab perusahaan, namun jika tidak mendapat dorongan kepala daerah, maka lubang tambang akan tetap dibiarkan.
Terlebih dia melihat Gubenur Kaltim Awang Faroek Ishak tidak memiliki program dan visi yang jelas terkait penutupan lubang tambang. Buktinya setiap tahun lubang yang ditinggalkan penambang kian bertambah.
“Kami nggak punya harapan lagi pada pemerintah sekarang. Sebagai rakyat yang jadi korban lubang tambang, saya pertimbangkan untuk tidak memilih kalau mereka belum ada yang bisa meyakinkan kami untuk menutup lubang tambang,” katanya.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang menyebut, dalam dua kali debat publik Gubenur dan Wakil Gubenur Kaltim, setiap pertanyaan yang diajukan terkait program penutupan lubang tambang, empat paslon selalu mengelak dan tidak menjawab secara gambang.
“Di debat pertama dan kedua tidak satupun paslon yang memiliki program penutupan lubang tambang. Terlebih penegakan hukum bagi korban lubang tambang. Tidak ada satupun yang berkomitmen soal itu. Maka pantas saja keluarga korban lubang tambang memilih untuk golput,” sebutnya.
Komitmen penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang menyebabkan kematian puluhan anak-anak di Kaltim sangat diperlukan. Pasalnya, di pilgub sebelumnya tidak ada satupun paslon yang memiliki program nyata untuk memecahkan masalah tersebut.
“Selama tidak ada komitmen menegakkan keadilan bagi korban lubang tambang, sama saja Kaltim mengulang pemilu yang lalu. Kita tidak akan punya harapan apapun dari mereka selagi belum blak-blakan terkait penegakan hukum ini,” ujarnya.
Diketahui, berdasarkan data dari Jatam Kaltim, hingga akhir 2017, terdapat 632 lubang tambang batu bara. Lubang-lubang tambang tersebut berasal dari 1.430 tambang yang beroperasi di Kaltim.
Problem tersebut diperparah dengan lemahnya penekanan dari pemerintah. Ditambah adanya negosiasi dari warga setempat yang ingin memanfaatkan lubang tambang untuk kepentingan usaha perikanan dan pertanian.
Sebanyak 27 korban meninggal dunia akibat tenggalam di lubang tambang. Pada umumnya, korban didominasi anak-anak. Sebanyak 16 orang di antaranya berasal dari Samarinda.
Staf Kantor Kepresidenan (KSP) dan Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim pernah menangani kasus tersebut. Namun kasus ini jalan di tempat. Sebanyak 16 kasus pernah ditangani polda. Hingga kini informasi penanganan kasus tak dipublikasi pada masyarakat. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post