Pemungutan suara kenduri demokrasi Benua Etam masih samar. Pasti-tidaknya digelar juga tidak ada yang tahu. Badai defisit menjadi pengadang. Sengkarut anggaran penyebabnya.
Walau diselimuti ketidakpastian, namun politikus provinsi ini seolah tidak peduli. Mereka berkeyakinan jika pemilihan gubernur (pilgub) tetap digelar sesuai jadwal. Berbarengan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) lainnya di Indonesia.
Sebagai informasi, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mencatat, 171 pilkada dijadwalkan digelar tahun depan. Rinciannya, 17 provinsi termasuk Kaltim, 112 kabupaten termasuk Penajam Paser Utara (PPU), serta 42 kotamadya. Kabar beredar, pencoblosan digelar Juni 2018.
Sejauh ini, hanya empat partai politik (parpol) yang sudah buka-bukaan soal nama calon. Golkar menyorong Rita Widyasari usai rapat pimpinan daerah khusus (rapimdasus) di Berau, Demokrat menyepakati Syaharie Jaang di Balikpapan, Gerindra hampir pasti mengusung Yusran Aspar, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyiapkan Hadi Mulyadi.
Kendati demikian, belum ada rekomendasi resmi dari pengurus pusat masing-masing. Namun hampir pasti, keempatnya menggenggam tiket pusat. Sementara itu, parpol lainnya, justru memilih wait and see. Mereka enggan “berkoar-koar” mengusung figur. Mereka memilih melakukan penjaringan atau pendaftaran.
Dari 10 parpol peraih kursi di DPRD Kaltim, hanya Golkar saja yang dapat mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub-cawagub) tanpa harus berkoalisi. Raihan 13 kursi melebihi batas minimal 20 persen suara di parlemen, atau 11 kursi.
Sementara, parpol lain harus mencari teman. Jika tidak, siap-siap saja menjadi penonton.
Meski demikian, sepertinya Golkar juga tidak mau dikeroyok. Sehingga, untuk menentukan posisi wakil, mereka tidak mau cepat-cepat mengumumkan. Beringin menyeleksi 13 nama. Mulai dari kader internal, tokoh, birokrat, hingga calon-calon yang sudah disiapkan parpol lain.
“Untuk wakil, tentu harus melihat berdasarkan survei. Survei dilakukan Pusat Studi Demokrasi dan HAM (Pusdeham). Selain itu, ada mekanisme partai yang mesti dilalui. Juga akan ada assessment. Pastinya harus mendaftar bagi yang berminat,” ujar Rita, beberapa waktu lalu.
Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) itu menyebut, pihaknya tetap membuka kemungkinan koalisi. Untuk itu Rita memiliki beberapa persyaratan.
“Syaratnya (wagub), lebih tua dari saya. Punya pengalaman dan pemahaman soal birokrasi,” ujar putri almarhum Syaukani HR ini.
Sementara itu, Jaang yang diusung pengurus, kader, dan simpatisan Demokrat Kaltim saat rapimda di Balikpapan, awal Maret lalu optimistis melenggang. Bapak dua anak itu mengincar posisi nomor satu alias KT-1.
Memang, untuk maju sebagai cagub, Jaang butuh kerja keras. Partai berlambang segitiga mercy itu harus mencari koalisi. Pasalnya, Demokrat hanya punya empat kursi di DPRD Kaltim.
“Demokrat harus koalisi. Tidak bisa mengusung sendiri. Makanya, kami masih intens berkomunikasi dengan parpol lain. Semangat koalisi nantinya adalah memiliki visi-misi sama untuk kesejahteraan rakyat,” tambah suami dari Puji Setyowati itu.
Meski demikian, Jaang menekankan jika dirinya tetap mengikuti aturan partai. Ketua PDKT itu juga menunggu restu ketua DPP Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelum bertempur.
Akhir tahun lalu, tersiar kabar jika koalisi PKB, PAN, Demokrat, dan Nasdem siap mengusung Jaang. “Hanya komunikasi biasa,” ujar Jaang lagi.
Yang menarik tentu saja kemungkinan terjadinya koalisi Jakarta di Kaltim. Ketua PKB Kaltim, Syafruddin tak menampik jika hal itu bisa terjadi. PKB, PAN, dan Demokrat, kata dia, memang intens menjalin komunikasi politik. Selain itu, komunikasi juga dibangun dengan dua parpol besar, Golkar dan PDIP.
“Masih awal, komunikasi politik terus dilakukan. Saat ini, kami fokus mempersiapkan diri untuk penjaringan,” ucap Udin, sapaan akrabnya. Apalagi, kata dia, politik itu dinamis. Sehingga tidak bisa diprediksi.
Senada ketua PAN Kaltim, Darlis Pattalongi. Kepada Metro Samarinda dia berucap, koalisi ibu kota bisa menjadi keniscayaan.
“Sangat mungkin koalisi Jakarta terjadi di Kaltim. Cuma belum tentu. Politik itu cair. Bisa terjadi, bisa juga tidak. Tergantung dari banyak faktor. Persoalan lokal belum tentu sama dengan di Jakarta,” katanya.
Kini, PAN tengah mempersiapkan diri membuka penjaringan. “Tim pilkada sudah dibentuk. Penjaringan diperkirakan bulan depan. Teman-teman juga sudah menjalin komunikasi politik dengan PKS, PPP, Gerindra, dan parpol lainnya,” katanya.
Dari Penajam Paser Utara (PPU), ketua Gerindra Kaltim Yusran Aspar juga tampak mesra dengan jagoan PKS, Hadi Mulyadi yang juga anggota Majelis Syuro DPP PKS. Keduanya juga tidak sungkan untuk mengumbar kemesraan.
Saat ini, Yusran yang juga Bupati PPU punya modal enam suara di DPRD Kaltim. Sementara, Hadi yang dijagokan PKS yang meraih empat kursi. Tinggal satu kursi lagi, tidak menutup kemungkinan pasangan Yusran-Hadi bakal naik panggung.
Keduanya tak canggung berpose layaknya pasangan calon. Yusran di posisi kiri layaknya cagub, sementara Hadi di posisi sebelah kanan.
“Itu namanya komunikasi politik. Termasuk dengan PPP dan PKB. Termasuk dengan Golkar juga. Kan enggak tahu di pengujung (pendaftaran calon) nanti bagaimana,” kata Yusran waktu itu.
Secara normatif, Yusran masih menjawab dengan diplomatis. Dia mengaku ogah mendahului keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerindra.
Di tempat sama, Hadi juga masih enggan mengakui secara terbuka. “Masih panjang perjalanan. Kami harus berkoalisi dengan siapa saja. Saya secara pribadi, ikut saja keputusan partai, apakah saya harus maju, KT-1 atau KT-2, atau mendukung yang lain, belum ada keputusan,” terangnya.
Hadi mengaku, tidak menutup kemungkinan koalisi merah-putih, Gerindra-PKS bakal terjadi pula pada Pilgub Kaltim. (luk/gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post