Oleh: Galeh Akbar Tanjung
(Komisioner Bawaslu Kaltim)
TOK, akhirnya rapat kerja Komisi II DPR RI dengan penyelenggara pemilu dan Kementerian Dalam Negeri dengan agenda pembahasan keberlangsungan Pilkada serentak 2020 mencapai mufakat. Rapat yang sekaligus dengar pendapat terkait kesiapan pelaksanaan Pilkada di tengah Pandemi Covid-19 ini menetapkan hari pemungutan suara dilakukan pada 9 Desember 2020.
Bencana wabah Covid- 19 yang melanda dunia ini mampu memporakporandakan sistem sosial, ekonomi dan politik di setiap negara. Di Indonesia melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional, Presiden juga memutuskan membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang melibatkan semua unsur kepala daerah dan instansi terkait untuk menanggulangi penyebaran wabah yang mematikan ini.
Pola penyebaran virus yang cepat ini mampu melumpuhkan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Pembatasan interaksi sosial menjadi salah satu cara pencegahan yang tepat untuk memotong mata rantai penyebaran. Namun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa sosial, tenggang rasa, dan gotong royong menjadi gagap dalam menghadapi pandemi ini.
Jalinan silaturrahmi tidak bisa dilakukan secara langsung karena adanya pembatasan interaksi sosial. Begitu juga di sektor ekonomi, perusahaan dan perkantoran meliburkan bahkan memberlakukan jam piket untuk menghindari adanya penyebaran virus di lingkungan kerja.
Pembatasan jam kerja serta diliburkannya para pekerja ini menjadi penyebab menurunnya daya beli. Masyarakat lebih memilih menghemat karena tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir.
Dalam kebijakan bernegara, Indonesia mengenal siklus Demokrasi yang di lakukan lima tahun sekali. Mulai pemilihan presiden, kepala daerah, dan legislatif. Di siklus ini menjadi ritual rutin Bangsa yang telah diatur oleh undang-undang.
Amanah undang-undang terkait pelaksanaan pilkada serentak 2020 yang seharusnya dilaksanakan pada 23 September 2020, dimundurkan menjadi 9 Desember 2020. Ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2/2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1/2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, menjadi dasar pijakan bergesernya hari pemungutan suara.
Apakah Pilkada 2020 Tetap Berlangsung?
Kesepakatan yang telah disahkan oleh Komisi II DPR RI di atas menunjukkan kebulatan tekad bahwa tahun ini akan tetap dilaksanakan di tengah Pandemi Covid 19. Sap atau tidak siap, keputusan telah di ambil dan harus di jalankan oleh penyelenggara pemilu.
Secara subtansi pilkada merupakan sarana penyampaian kedaulatan rakyat untuk memilih seorang pemimpin. Tak heran bahwa pilkada kerap di sebut sebagai pesta demokrasi. Pilkada ini merupakan pesta masyarakat yang memiliki hak pilih untuk menentukan pemimpin dengan berlandaskan azas langsung, bebas, jujur, adil, umum dan rahasia.
Arak-arakan serta euvoria pilkada akan selalu nampak di beberapa tahapan yang berlangsung. Tengok tahapan pencalonan, para bakal calon akan membawa para pendukung dan sanak saudara ke KPU untuk menyaksikan penyerahan dukungan atau pendaftaran pasangan calon kepada KPU bagi calon yang di usung oleh partai politik dan perseorangan yang telah memenuhi syarat.
Pelibatan banyak masa dalam penyerahan pendaftaran ini sebagai salah satu simbol keseriusan yang didukung oleh masyarakat banyak dan juga strategi untuk mencuri perhatian.
Tengok pula pada tahapan kampanye. Tahapan yang penuh dengan euvoria dan keramaian ini menjadi salah satu wadah tahapan yang disiapkan oleh KPU bagi para calon kepala daerah untuk menyapa pemilih.
Begitu juga dengan tahapan pemungutan suara, penghitungan suara, dan rekapitulasi. Tentunya menjadi antusias warga untuk menyalurkan hak pilih dan mengetahui hasil akhir dari pesta demorasi tersebut. Beberapa tahapan tersebut merupakan tahapan meriah yang selalu diikuti oleh masyarakat dalam jumlah banyak.
Ada pula tahapan yang sifatnya kunjungan dari rumah ke rumah yang dilakukan oleh petugas KPU. Tengok pada tahapan verifikasi faktual dukungan bagi bakal calon perseorangan.
Verifikasi faktual ini merupakan kegiatan memastikan, bahwa seseorang yang telah mengisi formulir dukungan adalah benar mendukung pasangan calon. Kegiatan verifikasi vaktual ini dilakukan oleh petugas verifikator dari KPU dan diawasi oleh pengawas dari Bawaslu.
Kegiatan ini dilakukan terhadap seluruh masyarakat yang telah memberikan dukungan kepada calon perseorangan.
Tahapan berikutnya yakni tahapan pemutakhiran data pemilih. KPU akan memutakhirkan data pemilih, pendataan ini di lakukan guna memastikan setiap warganegara yang memiliki hak pilih terdaftar dalam daftar pemilih yang kemudian di tetapkan oleh KPU setempat.
Apakah Tahapan Bisa Dilakukan Dengan Normal?
Beberapa tahapan yang telah saya sebutkan di atas tentu tidak asing di tengah masyarakat ketika pilkada ini berlaku normal. Pelaksanaan pilkada secara normal merupakan pelaksanaan pilkada yang bisa dilakukan secara langusng sesuai azas.
Masyarakat yang memiliki hak pilih bisa dengan mudah mengakses visi, misi, dan program kerja setiap pasangan calon melalui kegiatan kampanye tatap muka, pertemuan terbatas dan rapat umum.
Dari kegiatan kampanye tersebut pemilih mampu mengenal lebih dalam setiap pasangan calon yang akan di pilih nantinya. Visi, misi, dan program kerja merupakan tawaran program pasangan calon yang nantinya sebagai pijakan pembangunan daerah lima tahun yang akan datang.
Dalam tahapan normal, para pasangan calon diberikan keleluasaan menyapa para pemilih dengan mematuhi peraturan yang berlaku.
Melalui kegiatan kampanye, para calon kepala daerah meyakinkan pemilih untuk kemudian memilih sang calon. Kampanye sebagai ruang interaksi ini menjadi saluran utama para calon untuk meraih simpati dan dukungan.
Namun dengan adanya Covid-19 ini, saluran itu terhambat dan akan dicarikan solusi lain sebagai ruang interaksi antara calon dan pemilih.
Wabah Covid-19 yang melanda ini akan memaksa tahapan tidak akan bisa dilakukan secara normal. Bahkan pemerintah juga telah menetapkan pola kehidupan baru (new normal) atas kehidupan biasa yang di lakukan masyarakat.
Pola kehidupan baru yang memaksa masyarakat untuk menjaga kebersihan dan menjaga batas interaksi agar penularan Covid-19 bisa dicegah. Pembatasan interaksi ini mengancam tahapan pilkada yang sifatnya interaksi. Mmulai dari pencalonan, kampanye, pemutakhiran data pemilih, verifikasi vaktual, punghit, dan rekapitulasi.
Tahapan ini tentu harus ada solusi kongkrit agar tahapan tetap berlangsung. Dan para pihak, baik itu pemilih, calon dan penyelengga pemilu, tidak terpapar Covid-19. Sehingga pilkada tidak menjadi klaster baru penularan virus corona.
Untuk melindungi hak para pihak, tentunya harus ada kebijakan sebagai dasar solusi tahapan agar lebih mudah di akses oleh para pihak. Terkait visi, misi, program kerja pasangan calon, dan interaksi pasangan calon dengan pemilih, tentunya peraturan KPU yang mengatur kampanye akan berubah drastis.
Khususnya kampanye yang sifatnya pertemuan, wacana peralihan metode pertemuan menjadi metode daring juga menjadi solusi yang patut di pertimbangkan.
Keterbatasan akses internet disetiap daerah akan menjadi kendala utama. Bahkan tidak semua masyarakat juga memiliki alat komunikasi yang bisa digunakan untuk pertemuan dalam metode daring.
Metode ini juga rentan dengan politik uang. Melihat peraturan yang terkait pembagian bahan kampanye, pemberian uang, paket data atau pulsa tidak termasuk sebagai bahan kampanye atau pemberian yang di bolehkan dalam kegiatan kampanye.
Aturan yang ketat harus dibuat secara rigit dan terperinci. Cela pemberian paket data atau pulsa akan menjadi modus baru politik uang pada pilkada kali ini.
Pembatasan ruang interaksi dalam kampanye juga akan dijadikan alasan pembenar pasangan calon untuk meraih dukungan secara instan. Dukungan dengan menghalalkan segala cara akan marak di lakukan oleh pasangan calon. Ruang pembatasan terhadap modus operandi politik uang ini harus dilakukan dengan adanya peraturan teknis yang dikeluarkan oleh KPU.
Kesulitan juga akan dialami oleh Bawaslu dalam proses pengawasan dan penanganan pelanggaran. Bawaslu yang memiliki tugas melakukan pengawasan melekat untuk memastikan tahapan pilkada berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, proses penanganan pelanggaran yang biasanya dilakukan secara langsung untuk meminta keterangan terhadap pelapor, terlapor, atau saksi, akan terhambat dan dapat dialihkan dengan mealui daring.
Tahapan yang akan berlangsung dalam situasi yang tidak biasa ini menuntut untuk muncul peraturan yang dapat melindungi. Serta menjamin keselamatan para pihak yang terlibat dalam kegiatan pilkada. Protokol pencegahan Covid-19 tentunya menjadi solusi utama agar tahapan pilkada dapat dilakukan layaknya pada tahapan normal.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post