BONTANGPOST.ID, Samarinda – Rekam jejak operasi KPK di Kaltim yang melibatkan pejabat negara menunjukkan kecenderungan dilakukan menjelang kontestasi pemilihan umum (pemilu).
Data yang dihimpun Kaltim Post sedikitnya ada tiga kasus yang menjerat kepala daerah dan calon kepala daerah.
Tahun 2017 lalu, pada tanggal dan bulan yang sama saat KPK menetapkan AFI sebagai tersangka, Rita Widyasari yang masih menjabat bupati Kukar ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Dalam persidangan, Rita pun divonis 10 tahun penjara atas perkara penerimaan imbalan dalam pemberian izin operasi perkebunan kelapa sawit di Kukar.
Padahal Rita kala itu sudah dikenalkan Ketua Umum Golkar saat itu Setya Novanto sebagai calon gubernur Kaltim. Juga diradar dan dijagokan sejumlah partai politik (parpol) besar untuk maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim yang berlangsung pada 27 Juni 2018.
Serupa terjadi di Kutai Timur (Kutim) pada 2020 lalu. Di mana KPK menangkap Bupati Kutim Ismunandar dan istrinya yang juga menjabat Ketua DPRD Kutim Encek Unguria R, sebagai tersangka kasus suap terkait proyek infrastruktur.
Itu hanya berselang lima bulan sebelum pelaksanaan Pemilihan Bupati (Pilbub) Kutim pada 9 Desember 2020.
Teranyar, berembus kabar salah satu tersangka KPK yang dicekal keluar negeri selain AFI adalah salah satu pasangan calon kepala daerah yang ikut berkontestasi dalam pilkada di Kaltim.
Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo menyebut, kondisi itu menjadi peringatan kepada para kepala daerah dan khususnya calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada Kaltim 2024.
Untuk tidak bermain-main dalam perkara tindak pidana korupsi apalagi saat menjabat nantinya. Karena tangan aparat penegak hukum bisa sampai kepada mereka meski saat atau sudah tidak lagi menjadi pejabat negara.
“Di sisi lain, KPK juga harus menepis berbagai isu yang muncul akibat momentum yang muncul jelang pilkada. Karena bisa jadi publik beranggapan upaya pemberantasan korupsi ini karena menjelang pemilu, terindikasi juga sebagai tunggangan kelompok politik tertentu. Menjatuhkan salah satu paslon. Itu tidak elok. Ini harus diluruskan oleh KPK,” ucap Buyung, Jumat (27/9).
Opini publik akan sangat penting agar terjaganya integritas dan citra KPK di kalangan masyarakat di Kaltim. Karena bagaimana pun, setiap sosok calon dan kepala daerah yang ditangkap dan dijadikan tersangka memiliki pendukung yang tidak sedikit.
“Karena dalam kasus saat ini, itu kan berdasarkan perbuatan yang dilakukan saat AFI tersebut menjabat sebagai gubernur. Artinya ini kasus lama. Mengapa baru sekarang saat menjelang pilkada diungkap atau diusut. Ada apa?” imbuhnya.
Namun dirinya bagaimana pun menyambut baik turunnya KPK ke Kaltim. Itu menunjukkan Kaltim masih tidak baik-baik saja dalam persoalan tindak pidana korupsi.
Apalagi berkaitan dengan pengelolaan SDA. Itu juga menunjukkan SDA Kaltim yang melimpah, selain menjadi berkah, juga menjadi kutukan ketika tidak dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas.
“Sehingga sangat tepat juga ketika ini dilakukan jelang pilkada. Sehingga jadi warning. Jangan sampai kepala daerah dan masyarakat Kaltim,” ungkapnya.
Buyung menyebut, masih terjadinya kasus korupsi di Kaltim akibat sempitnya ruang partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan yang dibuat kepala daerah.
Di sisi lain, pengawasan terhadap anggaran dan perizinan masih lemah. Keterlibatan publik dalam mengetahui proses pembentukannya pun disebutnya terbatas dan “gelap”.
“Ketika ada indikasi korupsi yang melibatkan oknum aparat dan pejabat daerah, sayangnya banyak kasus yang menguap begitu saja. Itu bukti lemahnya upaya aparat penegakan hukum Kaltim. Itu sebabnya, harus KPK yang turun ke Kaltim,” ujarnya.
Dari tiga tersangka tersebut, inisial DDWT diduga adalah Dayang Donna Walfaries Tani. Saat ini Donna diketahui menjadi salah satu calon wakil bupati Penajam Paser Utara (PPU) berpasangan dengan Andi Harahap. Kondisi ini diperkirakan dapat mempengaruhi posisi anak mantan Gubernur Kaltim tersebut.
Dikonfirmasi terpisah Ketua KPU PPU, Ali Yamin Ishak, menyatakan bahwa pencalonan Dayang Donna tidak akan terpengaruh oleh kasus tersebut. Bahkan, Donna tetap bisa berkompetisi dalam Pilkada seperti calon kepala daerah lainnya.
“Selama belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, status pencalonannya tetap sebagai calon. Hak dia sebagai calon tidak serta merta hilang sebelum ada putusan pengadilan, dan kami belum menerima apapun terkait isu yang beredar tersebut,” ujar Ali kepada Kaltim Post Group.
Ali juga menambahkan bahwa pihaknya tidak akan mengambil tindakan atau kebijakan apa pun terhadap calon bupati atau wakil bupati sebelum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
“Pertama, secara administrasi kami belum menerima informasi apa pun secara resmi, hanya dari pemberitaan. Kedua, merujuk pada PKPU, pencalonannya sudah ditetapkan. Pada tanggal 22 dan 23 September sudah dilakukan pencabutan nomor urut, jadi status empat paslon adalah cabup dan cawabup dengan nomor urut 1 sampai 4,” jelasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post