SAMARINDA – Bukan sekadar korupsi, pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim disebut rentan melakukan poligami. Hal ini diungkapkan sejumlah pemuda yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pengawal Pemimpin Bersih Untuk Kalimantan Timur (GMPPB-KT). Mereka menekan empat paslon dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018 mendeklarasikan anti korupsi dan anti poligami.
Ketua Umum GMPPB-KT, Ahmad Husaini menuturkan, paslon yang bertarung dalam kontestasi pilgub rentan terhadap kasus korupsi. Mengingat sebagian besar paslon pernah menjadi pejabat negara.
“Paslon yang bertarung ini harus benar-benar bersih dari kasus korupsi. Masyarakat harus jeli memilih calon yang tidak terindikasi terlibat korupsi. Sebagaimana disampaikan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, Red.) Agus Raharjo, ada 90 persen calon kepala daerah yang terindikasi terlibat kasus korupsi,” kata Husaini, Senin (23/4) kemarin.
Menurut dia, kasus korupsi yang pernah menyeret salah satu paslon pernah santer di publik. Sayangnya, Husaini tak menyebutkan secara gambang paslon tersebut. Namun dia menekankan hingga kini kasus yang berkaitan dengan korupsi KTP-elektronik (KTP-el) tersebut belum ditindak aparat hukum.
Apabila kasus tersebut tidak segera diungkap penegak hukum hingga paslon dipilih mayoritas masyarakat Kaltim, maka akan membahayakan masa depan Bumi Etam. “Ketika yang terpilih nanti seorang koruptor, maka Kaltim ibarat sebuah kapal. Akan dibawa ombak kemudian karam. Imbasnya pemimpin Kaltim akan tersandera kasus korupsi,” tegas dia.
Terkait sosok yang dimaksud, Husaini mengatakan sudah banyak media nasional yang mempublikasikannya. Inilah yang membuat GMPPB-KT resah. “Dengan ini kami merasa pilgub ini mengganggu masa depan Kaltim, apabila paslon yang terpilih adalah orang yang terindikasi terlibat kasus korupsi,” lanjutnya.
Dari penelusuran Metro Samarinda, dugaan keterlibatan salah seorang calon gubernur (cagub) dalam kasus korupsi KTP-el pernah mencuat ke publik. Adalah mantan Bendara Umum (Bendum) Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang menyebut Isran Noor pernah kebagian uang dalam kasus tersebut.
Uang haram itu diduga diterima mantan Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) itu untuk memuluskan izin usaha tambang batu bara di Kutim beberapa tahun lalu. Uang tersebut diberikan Nazaruddin kepada Isran atas perintah mantan Ketau Umum DPP Demokrat, Anas Urbaningrum.
“Ada beberapa kepala daerah (yang menerima uang, Red.) seperti Isran Noor. Dia jelas terima (uang), karena ada ceknya Rp 5 miliar. Sebenarnya tidak sulit untuk mengungkap itu,” kata Nazaruddin, Selasa (20/2) lalu.
Terkait itu, ditemui ketika mengikuti kegiatan politik di Jalan RE Martadinata Samarinda, Minggu (4/3) lalu, Isran Noor secara tegas membantah tudingan tersebut. Ia bahkan menantang balik Nazaruddin untuk menunjukan bukti dan data yang valid jika dirinya menerima aliran dana dari Permai Grup.
“Tanya dia (Nazaruddin, Red.) saja. Kalau saya tidak masalah disebut nama, tetapi tanyakan dia dulu apa dasarnya menyebut nama saya,” tanya Isran sambil melangkahkan kaki menuju mobil putih miliknya.
Isran tidak ingin mantan politisi Partai Demokrat itu mencemari nama baiknya. Pasalnya, Nazaruddin kerap berkoar-koar tanpa didukung data dan fakta. Selain itu, Nazaruddin acap kali bersilat lidah terkait dugaan keterlibatan sejumlah pejabat dalam kasus korupsi yang menjeratnya.
“Datanya dari mana dia dapatkan. Saya tidak bisa menjelaskannya,” tegasnya sambil masuk ke dalam mobil.
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) GMPPB-KT, Iwan HD menyebut, masalah poligami tidak boleh menyeret paslon yang bertarung di pilgub. Pasalnya seorang pemimpin daerah akan menjadi contoh bagi publik.
“Salah satu calon di pilgub ada yang berpoligami. Kami tidak ingin menyebut namanya. Tetapi sudah sah berpoligami. Kami sudah mengumpulkan informasi di media dan masyarakat,” ucapnya.
“Tapi dalam waktu dekat kami akan segera mengungkap siapa salah satu calon yang terlibat poligami ini. Tunggu saja, setelah kami kumpulkan data yang jauh lebih valid lagi. Setelah ini kami berencana melakukan demonstrasi,” lanjutnya.
Ditegaskan Iwan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, syarat poligami sudah diatur. Poligami harus memenuhi unsur meminta izin pada pengadilan. Syaratnya istri tidak menjalankan kewajiban, cacat badan yang tidak dapat disembuhkan, dan tidak dapat memberikan keturunan.
“Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang Perkawinan dan Izin Perceraian, salah satu pejabat negara yang boleh berpoligami dengan alasan yang jelas yakni gubernur dan wakil gubernur beserta jajarannya. Di sini kami tekankan, agar masyarakat tidak memilih pemimpin yang berpoligami tetapi melanggar aturan,” tegasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post