SAMARINDA – Pada 2017, ditemukan ratusan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Kaltim tanpa melewati penetapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Hal dinilai melanggar Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim melarang perusahaan melakukan PHK tanpa penetapan dan mediasi tersebut. Alasannya, pekerja memiliki hak untuk mengetahui alasan di balik pemutusan kerja itu.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kaltim, Sutari mengatakan, terdapat tahapan yang mesti ditempuh perusahaan sebelum melakukan PHK. Salah satunya, keputusan itu harus didasarkan alasan berupa pelanggaran berupa indisipliner atau efisiensi perusahaan.
“Kalau sudah disepakati, perusahaan punya kewajiban memberikan pesangon dan kewajiban lainnya. Artinya kedua belah pihak tidak lagi mempermasalahkan PHK itu,” jelasnya, Kamis (1/11) kemarin.
Kata dia, perusahaan memiliki kewajiban memberitahukan PHK pada buruh, sebelum keputusan tersebut dikeluarkan. Apabila tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak, maka harus dilakukan mediasi di Disnakertrans.
“Mediasi ini bisa di kabupaten/kota maupun di provinsi. Nah, kalau mediasi tidak terjadi kesepakatan dalam waktu 30 hari, mediator mengeluarkan putusan,” katanya.
Dalam tahapan berikutnya, apabila terdapat kesepakatan terkait nominal yang diberikan pada buruh, maka dikeluarkan persetujuan bersama.
“Dari persetujuan bersama ini, perusahaan meminta keputusan dari PHI. Kemudian PHI mengeluarkan keputusan. Kalau itu ditolak, maka pihak yang menolak dapat mengajukan gugatan di PHI,” jelasnya.
Tidak berhenti sampai di situ. Ketika keputusan PHI tidak disepakati buruh atau perusahaan, pihak yang keberatan dapat mengajukannya di Mahkamah Agung (MA).
Dia menyebut, bagi perusahaan yang melakukan PHK tanpa penetapan PHI, tidak terdapat sanksi yang diberikan pemerintah. Namun demikian, berdasarkan aturan, keputusan perusahaan itu tidak sah.
“Kalau tidak ada sanksi, bukan berarti itu sewenang-wenang. Pengertian sewenang-wenang itu tanpa diberitahukan kepada pekerjanya. Tanpa diketahui kesalahannya, langsung PHK,” tuturnya.
Apabila terdapat pemberitahuan PHK dari perusahaan, sedangkan pekerja tidak setuju dengan PHK tersebut, maka dapat digugat di PHI. “Yang dimaksud sewenang-wenang itu, kalau PHK tanpa diberikan hak-haknya. Di situ pekerja bisa menggugat atas bantuan serikat kerjanya,” saran dia.
Sutari mengatakan, setiap pengaduan PHK dari pekerja, pihaknya memastikan akan menyelesaikannya sesuai tahapan yang berlaku. “Kalau lengkap alamat perusahaannya, pasti kami selesaikan. Asal dijelaskan masa kerja dan bukti-buktinya. Kalau sudah lengkap, kami panggil pengusahanya,” kata Sutari.
Dalam kenyataannya, kasus PHK tidak hanya kesalahan pengusaha. Pekerja acap menyembunyikan kesalahan yang melatari keputusan perusahaan tersebut.
“Begitu pengusahanya kami panggil, ternyata pekerja ini ada persoalan. Makanya kami mendengarkan kedua belah pihak. Kami tetap mendengarkan keterangan pekerja. Tetapi juga harus ada dari pengusaha. Sehingga informasinya imbang,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post