Terlahir dari keluarga pedagang dan pekerja keras begitu membentuk kepribadian Tantin. Makanya saat menjadi karyawan, dia melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati. Prinsip ini pun tetap dipegangnya sampai kini berdikari membuka restoran milik sendiri.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Sejak kecil, Tantin sudah akrab dengan dunia usaha. Sang ayah, Sono Suwadi yang sehari-harinya berdagang buah, kerap mengajarkan kepadanya tentang bagaimana menjalankan sebuah usaha. Tantin dididik dengan keras tentang semangat pantang menyerah dan tekun dalam bekerja. Apalagi keluarga Tantin tergolong kurang mampu di Pohgajih, sebuah kampung terpencil di perbatasan Blitar dan Malang.
“Saudara saya semuanya ada 12. Saya anak ke-12 dari 13 bersaudara. Meski begitu ayah saya mampu membiayai kami semua dari kerja kerasnya berdagang,” kenang Tantin saat ditemui Bontang Post di kediamannya, Jalan BulutangkisNo 19 RT 40 Api-Api.
Selepas lulus sekolah di SMA 17 Selorejo tahun 1987, Tantin sempat merantau ke Jakarta dan bekerja di pabrik. Namun hanya empat bulan di sana, Tantin dilanda sakit dan pulang kembali ke Pohgajih. Di tahun berikutnya, 1988, Tantin merantau ke Bontang mengikuti kakak ketiganya, Suharno yang sudah lebih dulu berada di Bontang. Di Bontang, Tantin melamar di Kaltim Multi Boga Utama (KMBU) sebagai waitress atau pelayan.
“Saya lulus tes dan diterima bekerja di sana sebagai pelayan. Lalu di tahun 1992, saya dipindahkan ke restoran di Hotel Equator. Di sini saya mulai belajar tentang berbagai hal mengenai penyajian makanan dan minuman di hotel,” kisahnya.
Setahun bekerja di Hotel Equator, Tantin dipindahkan ke bagian kasir. Tak lama, dia kembali dipindah ke bagian administrasi food & beverages Hotel Equator. Walaupun sudah bekerja di bagian administrasi kantor, namun Tantin masih tetap terjun sebagai pelayan, menangani berbagai keperluan di restoran Hotel Equator. Katanya, dia menikmati perannya sebagai pelayan di mana jiwanya sebagai pelayan tidak terputus begitu saja.
“Setiap ada tamu perusahaan yang penting, saya turun jadi pelayan. Tapi walaupun pelayan, bukan pelayan biasa. Sesuai moto saya, bila jadi karyawan, harus jadi lebih dari karyawan biasa. Saya harus memberikan pelayanan dengan sepenuh hati,” ujar Tantin yang juga merangkap bagian marketing berkat kepiawaiannya dalam berkomunikasi.
Hari demi hari, waktu demi waktu dilewati Tantin dalam mengawal pengadaan makanan untuk berbagai event yang digelar di Hotel Equator. Khususnya resepsi pernikahan yang digelar di Hotel Equator. Dia pun belajar secara alami mengenai bidang makanan yang digelutinya. Kata dia, bekerja di bidang makanan bukanlah hal yang mudah. Karena masalah selera berbeda satu sama lain. Dalam hal ini, varian menu dan rasa menjadi faktor penentu dalam kualitas pelayanan makanan di hotel.
“Rumit karena mesti menyesuaikan dengan selera semua orang. Tidak semudah yang saya bayangkan sebelumnya. Saya belajar pelan-pelan mengerti selera orang,” tutur ibu dua anak ini.
Suka dan duka dilewati Tantin dalam kariernya di hotel. Sukanya bila dia melihat pelanggan dan para tamu merasa puas dengan makanan yang disajikan. Bila begitu, lelah di tubuhnya terasa hilang begitu saja. Sebaliknya, duka dirasakannya ketika pelanggan dan tamu hotel tidak puas dengan makanan dan pelayanan yang diberikannya.
“Kalau dapat komplain seperti itu rasanya sedih karena belum bisa memberikan pelayanan yang terbaik. Tapi setiap komplain itu saya jadikan bahan introspeksi. Saya langsung berikan rekomendasi ke dapur untuk memperbaikinya. Intinya terus berbenah, melakukan koreksi agar pelayanan menjadi semakin bagus. Karena dalam bekerja tidak mungkin selalu berhasil,” ungkap Tantin.
Sebagai bagian administrasi yang merangkap marketing sekaligus masih turun menjadi pelayan, Tantin paham benar bagaimana proses penyajian makanan dan minuman di hotel dari awal sampai akhir. Dengan prinsip bekerja sepenuh hati serta tidak setengah-setengah, Tantin tak segan terlibat langsung dalam setiap tahapan kegiatan. Mulai dari melakukan negosiasi dengan pelanggan, persiapan di dapur, hingga pelayanan saat acara.
Tantin merasa perlu tahu komentar para tamu ketika mereka pulang. Baginya, kesuksesan suatu event ditentukan dari penilaian terhadap makanan yang disajikan. Sebagus apapun acaranya, bila makanannya tidak enak, artinya acara tersebut gagal. Sebaliknya, sekecil apapun acaranya, selama makanannya dinilai baik, maka acara itu dia sebut berjalan sukses.
“Jadi bukan asal perintah, saya juga turun langsung dalam setiap kegiatan. Gara-gara itu banyak yang menyebut saya manajer di Equator. Padahal bukan. Hanya memang saya ini dikenal sebagai sosok bertanggung jawab dalam bekerja,” tuturnya.
Kiprahnya sebagai pelayan di restoran hotel memunculkan pengalaman berkesan yang tak terlupakan bagi Tantin. Dia pernah dipercaya melayani tamu-tamu penting dari perusahaan yang datang ke Bontang. Bukan sekadar tamu penting, dua presiden Republik Indonesia pernah dilayaninya dalam hal penyajian makanan. Yaitu presiden Abdurrahman Wahid dan Joko Widodo.
“Berkesan sekali bisa melayani dua presiden Indonesia. Karena tidak semua pelayan bisa mendapat kesempatan langka seperti itu, bisa berada di samping orang nomor satu di Indonesia. Selain itu, mendengar ucapan terima kasih dari tamu sudah menjadi kesan berarti bagi saya,” terang Tantin.
Setelah tidak lagi bekerja di Hotel Equator sejak Agustus 2016 silam, Tantin kini fokus dalam mengembangkan usaha. Sebenarnya keinginan dalam membuka usaha sudah muncul sejak lama. Yaitu ingin memiliki restorannya sendiri. Namun karena kala itu dia masih bekerja di hotel dengan bidang kerja yang sama, maka keinginan tersebut urung dilaksanakan. Baru setelah berhenti bekerja, dia mulai mewujudkan impiannya yang sempat tertunda tersebut.
“Karena waktu itu bekerja di bidang yang sama, maka saya membuka usaha di bidang yang lain. Sebelum berhenti bekerja di hotel, saya sudah memiliki usaha rumah indekos dengan total kamarnya mencapai 22 kamar. Memang waktu itu saya ingin punya usaha sendiri sebelum keluar dari pekerjaan,” sebut perempuan kelahiran Blitar, 47 tahun lalu ini.
November 2016, Tantin secara resmi membuka usaha restorannya yang diberi nama Tantin@ Resto & Café. Pengalamannya selama bekerja di hotel diaplikasikannya dalam manajemen restoran. Jiwa pelayannya masih diterapkannya hingga saat ini membuka usaha sendiri. Dalam hal ini, bagaimana cara menyenangkan tamu dan memberikan pelayanan dengan sepenuh hati menjadi fokus utama dalam menjalankan usaha.
“Tidak semua orang bisa melayani dengan penuh ketulusan hati. Intinya adalah bagaimana agar para pelanggan merasa nyaman dengan pelayanan yang saya berikan. Sehingga ada perasaan kangen yang membuat mereka ingin kembali datang ke restoran,” jelasnya.
Kondisi ekonomi yang sedang lesu bukan lantas membuat Tantin goyah dalam menjalankan usahanya. Justru baginya menjadi tantangan tersendiri untuk bisa tetap bertahan. Dia yakin, dengan tekun, bekerja keras, serta tidak mudah berpuas diri, bisa mengalahkan setiap tantangan yang dihadapinya dalam berusaha. Tentu kemampuan untuk bisa bersaing dalam mutu dan karya menjadi penentu dalam perjalanan bisnisnya.
“Misalnya di restoran ini saya menghadirkan ruangan yang nyaman. Di dalam gedung ada tiga nuansa yang berbeda yaitu natural, taman, dan minimalis. Perbedaan nuansa ini tidak semua restoran di Bontang memilikinya,” urai Tantin yang mengaku terinspirasi membuka restoran dari pamannya ini.
Meski baru berusia seumur jagung, perlahan restorannya mulai dikenal di kalangan pencinta kuliner. Apalagi Tantin juga mengembangkannya dengan usaha katering. Hingga April mendatang, kateringnya sudah dipercaya menangani empat event. Standar pelayanan dan penataan hotel yang diaplikasikannya dalam restoran disebutnya sebagai daya tarik tersendiri bagi usaha kulinernya.
Tantin mengungkap, banyak hal yang membuatnya berniat menjalankan bisnisnya dengan serius. Salah satunya dia ingin di hari tuanya nanti bisa bebas secara finansial. Karena itu saat bekerja sebagai pelayan dulu, dia kerap menggunakan waktu luangnya untuk mempelajari tentang kewirausahaan. Di antaranya bagaimana caranya menjadi sosok yang tahan banting dan tidak takut gagal. Semua itu dipelajarinya secara mandiri melalui internet dan membaca kisah-kisah orang sukses.
“Dari situ saya menyimpulkan bahwa keberanian adalah kunci dari kesuksesan. Saya harus berani memulai dan bertindak bila saya ingin berhasil,” sebutnya.
Moto hidup Tantin sendiri adalah dalam melakukan segala hal, jangan biasa-biasa saja. Melainkan harus menjadi lebih dari biasa. Karena menjadi biasa artinya akan mendapatkan penilaian yang biasa dari orang lain. Sementara dengan menjadi di atas biasa, ada nilai lebih yang membuatnya terasa lebih bernilai dibandingkan dengan yang lainnya.
Tak lupa bagi Tantin yaitu berbakti kepada orangtua dengan sebaik-baiknya. Karena dia menyadari, keberhasilannya saat ini tidak terlepas dari figur ayah dan ibunya yang selalu mengajarkan kerja keras, kejujuran, dan ketulusan.
“Semua didikan itulah yang membuat saya menjadi seperti sekarang ini. Dan apa yang saya lakukan adalah karena keinginan agar anak-anak saya tidak mengalami kesusahan yang saya rasakan sewaktu saya kecil dulu. Dan walaupun saya menjadi perempuan karier dan juga wiraswasta, saya tetap mengutamakan keluarga dan mengawasi anak-anak,” pungkasnya. (bersambung)
Tentang Tantin
Nama: Tantin
TTL: Blitar, 23 Mei 1969
Orangtua: Sono Suwadi (ayah), Sayem (ibu)
Suami: Pitono
Anak:
- Inno Rimbawa F
- Yesaya Itta Rimbawati
Pendidikan:
- SDN III Pohgajih
- SMP 17 Selorejo Blitar
- SMEA 17 Selorejo Blitar Jurusan Pemasaran dan Tata Niaga
Alamat: Jalan Bulutangkis Nomor 19 RT 40 Api-Api
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post