Terkait Perubahan Kedua Perda Nomor 9 Tahun 2010
BONTANG – Pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) mengenai perubahan kedua atas Perda nomor 9 tahun 2010 tentang pajak daerah belum mencapai titik final. Deadlock terjadi karena tidak ada hasil penentuan besaran minimum total penghasilan bagi wajib pajak terkait pajak restoran.
Ketua Komisi II DPRD Ubaya Bengawan berujar, restribusi rumah makan menyesuaikan pendapatan dengan pajak yang mereka keluarkan agar tidak minus. Dengan adanya pembahasan ini, kelak masyarakat yang ingin membuka usaha dibidang kuliner seperti rumah makan, cafe, kantin, dan bar tidak terbeban apabila total penghasilan dibawah minimal wajib pajak.
“DPRD sangat pro terhadap rakyat kecil, penentuan standar minimun penghasilan wajib pajak terkait pajak restoran ini sangat menguntungkan bagi masyarakat kecil. Formulanya harus tepat supaya Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap tinggi tetapi rumah makan kecil yang penghasilannya tidak seberapa tidak terkena pajak,” ujar Ubaya.
Faktor yang diperhatikan dalam pembahasan ini adalah sentimen masyarakat. Jika wajib pajak sedikit maka akan muncul keresahan bagi wajib pajak itu sendiri, karena banyak rumah makan yang tidak terkena pajak.
Anggota Komisi II DPRD Abdul Kadir Tappa beranggapan, penetapan ini juga tidak bisa disamakan dengan kota lain yang berkembang. Kata dia, kondisi perekonomian Bontang berbeda dengan kota-kota lain di provinsi Kaltim. “Bontang jangan disamakan dengan Balikpapan, Samarinda atau bahkan Tarakan. Masyarakat disini untuk membayar listrik aja susah. Kalau bisa ada data terkait rumah makan mana yang akan dikenai pajak,” katanya.
DPRD memberikan saran bahwa nilai penjualan per bulan tidak melebihi Rp 1 juta maka tidak dikenai pajak. Berdasarkan data maka akan ada pengurangan wajib pajak sebesar 65 dengan nilai Rp 46.095.000. Sehingga total wajib pajak sebanyak berkaitan dengan aturan tersebut ada 73 dengan total penerimaan pajak restoran non katering sebesar Rp. 1.332.224.869.
Sedangkan mengenai Pajak Kos akan diterapkan jika dalam satu rumah tersebut memiliki 10 kamar atau lebih. Semula, Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) mengaharapkan adanya inovasi terhadap pajak rumah kos. “Kami menerapkan aturan modifikasi yakni jika seseorang menyewakan kamar kos di beberapa tempat maka akan diakumulasikan,” ujar Kabid Pendapatan BPKD Yessy Waspo Prasetyo. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: