SAMARINDA – Forum Masyarakat Peduli Islamic Center (FMPIC) Samarinda secara resmi telah melakukan gelar perkara di Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhir Mei lalu. Langkah tersebut diambil menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pengelola Hotel Primebiz Samarinda.
Kuasa hukum FMPIC Samarinda, Mukhlis Ramlan menuturkan, setelah melakukan gelar perkara, pihaknya akan menyampaikan laporan secara resmi pekan ini. Adapun aktor yang diadukannya yakni pimpinan Hotel Primebiz, Heri Wijaya.
“Gelar perkara sudah kami lakukan. Pasal yang digunakan belum ada dipublikasi. Karena Mabes Polri sangat hati-hati menyikapi kasus ini. Tetapi pelaporan secara resmi akan kami lakukan minggu ini,” ungkapnya, Ahad (3/6) kemarin.
Adapun dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Heri Wijaya yakni penggunaan label syariat tanpa terlebih dulu mendapat izin dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
“Kami laporkan penggunaan label syariat tanpa dukungan resmi MUI. Padahal MUI mempunyai otoritas mengeluarkan label halal. Selain itu, materi lain yang diadukan, biar penyidik saja nanti yang akan mengembangkan kasus ini,” ujarnya.
Kata dia, penggunaan kata syariat tanpa persetujuan MUI tergolong delik pidana. Hal itu dikuatkan dengan beberapa keterangan yang langsung disampaikan pengurus MUI Pusat.
“MUI memastikan tidak pernah mengeluarkan label syariat terhadap Hotel Primebiz. Pengurus MUI sudah melihat langsung hotel itu. Tidak ada satupun yang mengaku telah menerbitkan label syariat,” bebernya.
Kemudian bukti lain penggunaan label syariat tanpa restu MUI Pusat ditandai dengan tidak dipublikasinya dokumen label halal ketika peresmian Hotel Primebiz. “Heri Wijaya mengaku sudah mengantongi izin syariat. Itu menjadi dasar pemerintah mengeluarkan izin,” ucapnya.
Harusnya, tegas dia, sebelum mengeluarkan izin, pemerintah mengecek ulang penggunaan label syariat tersebut. Dengan catatan, tidak mudah mempercayai keterangan Heri Wijaya.
“Kalau dengan bekal omongan Heri Wijaya yang mengaku sudah mendapatkan izin syariat kemudian diterbitkan izin prinsip, Amdal (Analisis Masalah Dampak Lingkungan), dan lain-lain, itu sesuatu yang ceroboh sekali,” tegasnya.
Dia menegaskan, alasan Heri Wijaya yang mengurus izin syariat setelah pembangunan hotel tersebut dinilai alasan yang kurang tepat. Itu pula yang menguatkan dugaan bahwa izin syariat belum diterbitkan MUI.
“Pemilik hotel dan pemerintah membantah pernyataan mereka sendiri. Kalau ada hotelnya, baru diurus izin syariat. Jika nanti tidak terbit izin syariat, mereka akan tetap jalan. Artinya penggunaan kata syariat itu hanya cara untuk membodohi umat,” sebutnya.
Dia mengingatkan, setelah kasus tersebut masuk dalam tahapan penyidikan, secara otomatis pembangunan hotel harus dihentikan sementara. “Dalam proses penyidikan, tidak hanya pembangunan hotel yang dihentikan, tetapi juga harus diuji IMB dan Amdal hotel,” ucap Mukhlis. (*/um)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda