SANGATTA – Data yang dihimpun media ini dari Pengadilan Agama (PA) Sangatta, angka perceraian di Kutim begitu tinggi. Tercatat hingga Rabu (11/4), sudah sebanyak 124 perceraian pada 2018 di Kutim.
Dari jumlah tersebut, paling terbanyak pada Bulan Januari yakni 39 kasus. Sedangkan Februari terdapat 33 kasus, Maret 34 kasus, dan bulan ini sampai 11 April telah mencapai 18 kasus perceraian.
Meskipun begitu, PA enggan menyimpulkan jika semua penyebab perceraian merupakan ulah pelakor atau perebut suami orang. Sebab, dalam catatan PA, banyak faktor penyebab perceraian.
Sebanyak 13 faktor yang mendasari. Yakni, tersangkut masalah zina, mabuk, madat, judi, meninggalkan salah satu pihak, dihukum penjara, poligami, KDRT Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) , cacat badan, perselisihan terus-menerus, kawin paksa, murtad, dan masalah ekonomi.
“Angka itu cukup banyak. Tapi, penyebabnya bermacam-macam. Belum bisa kami sebutkan karena diganggu pelakor. Karena di sini (kategori perceraian dalam catatan) tidak ada disebutkan secara spesifik,” ujar Panitera Muda, Illa Pujiastuti.
Hanya saja, dari data yang tertera, terbanyak pada tahun ini perceraian disebabkan oleh perselisihan terus-menerus. Jumlahnya sangat dominan. Meski tak diinginkan, jumlah perceraian tahun ini tidak menutup kemungkinan bakal terus bertambah.
“Kan ini baru data tiga bulan. April belum masuk semua. Jadi masih beberapa bulan kedepan,” katanya.
Jika berkaca pada 2017, kasus perceraian di Kutim tercatat hingga lebih dari 200 kasus, dari total 721 kasus yang ditangani di PA Sangatta.
Pada 2016, di PA Sangatta secara keseluruhan terdapar 800 perkara, yang di antaranya terdapat 300 kasus perceraian.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kutim Mariana Ahmad turut berkomentar pedas masalah pelakor. Hanya sedikit bersebrangan.Katanya, dirinya tak sepakat jika publik terus menjadikan perempuan sebagai objek lantas membuka keran besar bias gender. Itu menjadikan terbukanya pintu masuk diskriminasi.
“Perlu diingat bahwa saat ini bukan hanya pelakor yang marak. Tapi juga ada pebior yang lebih bisa memberi potensi terjadinya perceraian,” katanya.
Dia menyatakan perlu dikaji ulang tentang terus bertambahnya janda di Kutim tiap tahun. “Pemkab harus mengatasi pencegahan perceraian, bukan pencegahan pelakor,” tukas dia kepada media ini, kemarin.(dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: