bontangpost.id – Penumpukan batu bara terlihat di Desa Martadinata, Kutim. Sekitar 300 meter dari perbatasan Bukit Kusnodo, Bontang. Lokasi tepatnya di seberang Masjid Suka Rahmat. Area penampungan itu berhadapan dengan permukiman warga. Jaraknya hanya 10 meter.
Gerbang kawasan penumpukan itu dibiarkan terbuka. Kondisinya mudah terlihat. Walau ditutup pun batu bara tetap tampak. Karena ketinggiannya melebihi ukuran pagar penutup. Konon, batuan sedimen yang dapat terbakar ini akan diangkut menuju Pelabuhan Loktuan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kaltim Ence Ahmad Raffidin Rizal mengatakan, perizinan dokumen lingkungan pertambangan yang memakai lintas wilayah kabupaten/kota hanya dimiliki PT Indominco Mandiri. Meski kini pengurusan perizinan menjadi wewenang pemerintah pusat.
“Kalau itu di desa bukan area tambang kesimpulan besar kemungkinan ilegal,” kata Ence.
Dia pun menjelaskan sebelumnya ada rencana adendum penggunaan Pelabuhan Loktuan dari Pemkot Bontang untuk terminal pengangkutan batu bara. DLH Kaltim pun telah mengkaji rencana itu. Ada kemungkinan memasukkan terminal khusus (tersus) dalam rencana induk pelabuhan. Diketahui Pelabuhan Loktuan masuk klasifikasi pelabuhan pengumpul.
“Sekarang kewenangannya di pemerintah pusat. Kalau dulu amdalnya menjadi ranah kami. Itu yang mau kami jawab. Karena sudah mempelajari aturannya,” ucap dia.
Menurutnya, menjadi tanda tanya besar ketika perusahaan tambang justru menggunakan pelabuhan umum. Dalam waktu dekat DLH Kaltim juga akan menanyakan perizinan dokumen lingkungan milik perusahaan yang ditengarai melakukan penumpukan. Pasalnya, lahan konsesi mereka terdeteksi berada di Marangkayu, Kukar.
“Kenapa perusahaan tidak membuat pelabuhan sendiri. Kenapa harus menggunakan pelabuhan umum,” tutur dia.
Secara tegas dia menjelaskan perusahaan tambang tidak bisa menggunakan jalan umum untuk mengangkut batu bara. Mengacu Perda Kaltim 10/2012. Harus melalui jalur khusus.
“Perusahaan harus buat jalan sendiri. Kalau mau buat TUKS plus jalan tambang silakan saja. Yang jelas bukan jalan umum,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim Aji Wijaya memastikan penumpukan batu bara di Desa Martadinata belum mengantongi izin. Sebab itu, sekarang wewenang ada di aparat peneggak hukum. “Tidak ada. Tadi sudah saya cek,” sebut Aji.
Menurut keterangan warga setempat, Darwis, penumpukan batu bara itu terlihat empat hari belakangan. Aktivitas distribusi batu bara dari lokasi pengerukan ke tempat penampungan dilakukan malam hari. Di atas pukul 21.00 Wita.
“Jenis truk yang dipakai enggak kelihatan, karena malam mereka operasi,” kata Darwis.
Selain itu, pemilik aktivitas penampungan batu bara itu tak pernah mengunjungi warga. Baik untuk meminta izin, atau sekadar sosialisasi. “Tiba-tiba saja, sudah ada penampungan di dekat permukiman warga,” pungkasnya. (*/ak/ind/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post