bontangpost.id – Meningkatnya besaran gaji dan tunjangan hari raya (THR) di tubuh direksi serta karyawan Perusda AUJ mendapat tanggapan legislator. Wakil Ketua DPRD Agus Haris mengatakan kehadiran BUMD tersebut jangan sampai membebani APBD. Justru pembentukan perusahaan pelat merah itu bertujuan menopang sektor pendapatan asli daerah.
“Kalau Perusda AUJ itu menjadi beban kalau perlu ditutup sementara atau dibersihkan dulu yang ada. Baru start dari awal,” kata Agus Haris.
Politikus Partai Gerindra ini berpandangan agar tidak selalu berlindung di balik dalil dosa lama. Menurutnya, harus ada keinginan bersama untuk membereskan urusan administrasi dan utang-piutang. Sehingga menjadi harapan Kota Taman di kondisi pandemi seperti ini.
“Ketidakpastian DBH dan pembiayaan dari pusat, harapan satu-satunya ialah terobosan pendapatan daerah. Perusda AUJ menjadi salah satu tulang punggung,” ucapnya.
Ia juga mempertanyakan peningkatan beban operasional di tengah berkurangnya sumber daya manusia di perusahaan tersebut. Seharusnya, dewan pengawas mencermati kondisi ini. Pasalnya posisi itu merupakan perpanjangan dari pemilik saham dalam hal ini Pemkot Bontang dengan direksi Perusda AUJ.
“Kalau terjadi begitu pengawas harus berani bertindak. Anehnya dua tahun lalu SDM banyak lebih kecil pengeluaran uang. Tetapi sekarang jumlah SDM berkurang tapi beban biaya meningkat,” tutur dia.
Belum lagi pengurangan dua divisi usaha. Mencakup jasa bongkar muat dan transportasi. Kondisi ini menyebabkan tidak ada potensi sektor pendapatan. Apalagi jasa bongkar muat di pelabuhan sangat dibutuhkan. “Kalau dihilangkan artinya mematikan Perusda AUJ itu sendiri,” sebutnya.
Agus Haris pun sepakat dengan rencana wali kota untuk merombak direksi Perusda AUJ. Mengingat masa jabatan direksi bakal habis akhir tahun ini. Mengingat beberapa tahun ini tidak bersumbangsih kepada pendapatan daerah Kota Taman. Akan tetapi perombakan ini harus diisi orang yang berkompeten di bidang usaha. Artinya jangan sampai perombakan dilandasi oleh politik balas budi.
“Jangan sampai penggantinya sama saja. Karena ini murni bisnis maka butuh orang yang berdisiplin ilmu sesuai. Sehingga bisa membangkitkan perusda,” urainya.
Apalagi, nantinya Bontang menjadi penyangga ibu kota negara. Tentunya peluang ini harus ditangkap oleh jajaran direksi untuk mengembangkan sektor usaha yang bisa menambah pendapatan daerah. Selain itu, potensi merekrut pekerja lokal dari pembukaan beberapa divisi usaha.
“Jangan sampai cara berpikir masih lama. Harus meningkatkan efektivitas kinerja perusda,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan laporan keuangan dari auditor independen 2020, pos anggaran yang mengalami lonjakan ialah biaya gaji dan tunjangan hari raya (THR). Baik menyasar direksi maupun karyawan dari BUMD tersebut.
Pada 2020, nominal gaji yang dikeluarkan dari kas anggaran mencapai Rp 1.009.140.672. Padahal satu tahun sebelumnya hanya Rp 878.169.494. Tak hanya itu, besaran THR naik dari Rp 57.920.833 menjadi Rp 98.470.000. Dewan Pengawas Perusda AUJ Hariyadi mengatakan tidak tahu persis kenaikan itu mengacu apa. “Sebab itu merupakan ranah dari direksi,” kata Hariyadi.
Sebelumnya pada 2019 induk perusahaan beserta anak perusahaan memiliki 33 karyawan. Setahun berselang menyusut menjadi 24 tenaga. Bahkan jumlah itu kini melorot lagi seiring dua divisi usaha tersebut yang tidak beroperasi. Tersisa 14 karyawan.
Selain itu, peningkatan beban operasional juga menyasar honor dewan pengawas. Pada 2019 hanya mengeluarkan Rp 6,9 juta selama setahun. Kini menjadi Rp 55,2 juta. Tetapi jika diakumulasi dalam sebulan dewan pengawas hanya menerima sekira Rp 4 juta.
“Jumlah dewan pengawas hanya satu orang. Tetapi saya kira itu tidak mungkin kalau 2019 hanya Rp 6 juta dalam setahun,” ucapnya.
Beban sewa kantor juga membengkak. Dari Rp 35.000.000 sebelumnya menjadi Rp 89.250.000. Menurutnya, nominal ini lantaran perpindahan dari kantor di Jalan eks Pattimura ke Pelabuhan Loktuan. Perusda AUJ pun menyewa kepada Pelindo IV sebagai pengelola. Dihitung berdasarkan luas bangunan.
“Ada memang perubahan harga sewa dari kantor lama ke baru,” tutur dia.
Pos beban anggaran yang meningkat terakhir ialah professional fee. Alokasi ini melonjak seiring adanya pembayaran jasa sehubungan permasalahan hukum. Mengingat beberapa kasus penanganan perkara di lapangan menimpa Perusda AUJ maupun anak perusahaan. Pada 2019 tercatat Rp 136.450.000 anggaran yang dikeluarkan. Setahun kemudian menjadi Rp 206.682.100. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post