SAMARINDA – Meningkatkan mutu dan kualitas kesejahteraan guru masih menjadi masalah yang terus disuarakan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim. Pasalnya, seperti halnya upah atau gaji guru di tanah Benua Etam dirasakan belum sesuai dengan standar kebutuhan yang seharusnya.
Ketua PGRI Kaltim, Musyahrim menuturkan, saat ini masih banyak tenaga honorer guru yang sudah mengabdi bertahun-tahun di daerah pelosok, namun tak kunjung diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Kami ingin para guru tenaga honorer bisa mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Terutama mereka yang telah lama mengabdikan diri dapat diusulkan diangkat sebagai PNS,” kata Musyahrim, Sabtu (28/7) lalu.
Karenanya, Musyahrim mendorong pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 benar-benar dapat diterapkan tanpa ada hambatan. Pasalnya, yang terjadi selama ini, ada perbedaan regulasi dari pusat ke daerah-daerah.
“Dalam UU tersebut hanya menyebut guru, tidak ada perbedaan antara guru di pemprov dan pemkot. Namun, aplikasinya ada perbedaan dalam masalah insentif yang mana guru SMA/SMK memiliki insentif Rp 1,6 juta. Sedangkan insentif guru SD berbeda-beda, dari Rp 300 ribu hingga Rp 700 ribu,” ungkapnya.
Musyahrim memandang, kesenjangan penghasilan antar tenaga pendidikan di daerah masih sangat jomplang. Hal tersebut berdampak pada tingkat kesejahteraan yang dimiliki para tenaga pendidik. Terutama para guru honorer.
“Dengan kuota penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang ada, kami berharap teman-teman guru honorer jangan tesnya disamakan dengan guru-guru umum. Kalau disamakan, khawatirnya yang baru lulus kuliah menjadi PNS, sedangkan guru yang sudah lama mengabdi justru tidak lulus,” tuturnya.
Menurut Musyahrim, yang penting dipertimbangkan pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat yakni pengabdian yang telah dilakukan para guru honorer. Seperti di Kaltim, tidak sedikit guru yang telah mengabdikan dirinya hingga 15 tahun, namun belum diangkat sebagai PNS.
“Intinya, saat perekrutan CPNS nantinya, para guru yang telah mengabdikan diri 10 sampai 15 tahun harus diutamakan. Ya jangan disamakan dengan mereka yang baru mengajar, apalagi baru mendaftarkan diri sebagai CPNS,” sarannya.
Masalah lainnya yang juga mendapatkan sorotan PGRI yakni masih belum meratanya persebaran guru di 10 kabupaten/kota di Kaltim. Musyahrim menyebut, ada banyak guru di pedalaman yang harus melakukan pekerjaan rangkap karena kurangnya tenaga pengajar linear.
Selain itu, ada kesulitan bagi tenaga guru yang ingin melakukan kenaikan pangkat, terutama yang berada di pedalaman. Selain dikarenakan berbelitnya peraturan yang harus dilalui, jauhnya jarak yang harus ditempuh juga merupakan salah satu kendala tenaga pendidik di wilayah pesisir.
“Mutu tenaga pendidik di daerah pedalaman dan perkotaan juga tidak seimbang. Sehingga perlu diadakan diklat untuk meningkatkan kualitas guru di daerah pelosok. Karena tak jarang guru di pedalaman ketinggalan dengan guru yang berada di perkotaan,” katanya.
Dengan sederet permasalahan guru itu, tambah Musyahrim, lembaga PGRI yang dia pimpin akan terus berupaya menyuarakan dan memperjuangkan kesejahteraan guru di Kaltim. Baik melalui pemerintah daerah maupun pusat.
“Masih banyak permasalahan yang perlu disoroti pemerintah. Untuk itu kami akan terus mengawal dan memperjuangkan aspirasi guru di Kaltim hingga ke pemerintah pusat,” pungkasnya. (*/dev)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post