SAMARINDA – Puluhan massa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Samarinda mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim meninjau kembali syarat calon legislatif. Khususnya persyaratan yang tidak memperbolehkan mantan terpidana korupsi, bandar narkoba, dan terpidana pelecehan seksual terhadap anak.
Koordinator Lapangan (Korlap), Ajie Faisal menilai, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kami meminta KPU meninjau kembali aturan itu. Dalam upaya peninjauan nanti, KPU harus melibatkan para ahli hukum dan anggota DPR,” imbuhnya, Selasa (28/8) kemarin.
Kata Faisal, PKPU Nomor 20/2018 masih menuai kontroversi. Sebab terdapat akademisi dan praktisi hukum yang menganggap aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7/2017. “PMII merasa perlu untuk mengkritisi peraturan tersebut. Supaya terwujud pemilu yang kondusif, demokratis, dan sesuai aturan yang berlaku,” imbuhnya.
Selain itu, PMII Cabang Samarinda juga meminta KPU Kaltim untuk melakukan sosialisasi yang masif. Agar partisipasi pemilih dalam pemilu 2019 mengalami peningkatkan dibanding Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018.
“Karena golput di pilgub 2018 sebanyak 41,8 persen. Artinya ada sekitar 256 ribu pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. Angka ini tergolong cukup tinggi. Ini yang harus ditelusuri dan dievaluasi di internal penyelenggara pemilu,” sarannya.
Komisioner KPU Kaltim, Ida Farida mengatakan, pihaknya hanya menjalankan regulasi dari KPU RI. Sehingga peninjauan aturan hanya dapat dilakukan KPU Pusat. Namun demikian, dia menekankan, PKPU Nomor 20/2018 telah disetujui oleh partai politik. Bahkan pimpinan partai politik peserta pemilu 2019 telah menandatangani pakta integratis.
“Jadi secara otomatis, apabila ada calon yang terbukti sebagai mantan narapidana korupsi, bandar narkoba, dan pelecehan seksual terhadap anak, partai yang akan langsung menghapusnya,” jelas dia.
Ida mengurai, pada dasarnya PKPU Nomor 20/2018 tidak bertentangan Undang-Undang Nomor 7/2017. Di sisi lain, aturan tersebut memiliki manfaat untuk mencegah anggota mantaan terpidana korupsi, bandar narkoba, dan pelecehan seksual terhadap anak kembali menjadi wakil rakyat.
“Sebagai penyelenggara, sebenarnya kami tidak memiliki hak untuk mengomentari aturan itu. Tetapi sebagai anggota masyarakat, kami tidak ingin kejadian buruk terhadap bangsa ini terulang kembali. Karena itu, calon legislatif harus diisi oleh orang-orang bersih,” tuturnya.
Meski begitu, Ida menghargai masukan dari PMII Cabang Samarinda. Sebab aspirasi tersebut dapat dijadikan bahan untuk dipertimbangkan KPU RI. “Supaya aturan itu diperjelas di undang-undang. Agar ke depan tidak menimbulkan pertanyaan di masyarakat,” ucapnya.
Sementara itu, soal partisipasi pemilih di pemilu 2019, pihaknya yakin akan mengalami peningkatan yang siginifikan. Pasalnya, pemilu tahun depan dilaksanakan secara serentak. Sebab seluruh lapisan masyarakat ikut meramaikan pesta demokrasi tersebut.
Di sisi lain, seluruh penyelenggara pemilu terus melakukan evaluasi dan pemetaan terhadap wilayah yang menyumbang golput pada setiap pemilu. Sehingga, di pemilu 2019 dapat ditingkatkan sosialisasi dan penyadaran pentingnya partisipasi pemilih.
“Kami optimistis partisipasi pemilih lebih dari 70 persen. Tetapi usaha itu tidak hanya bisa dilakukan KPU. Semua lapisan masyarakat harus ikut membantu sosialisasi. PMII juga harus aktif membantu KPU. Agar tingkat golput terus menurun,” ajaknya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: