bontangpost.id – Penggunaan kawasan yang diduga masuk hutan lindung oleh PT DPS Risco mendapat tanggapan dari Wali Kota Bontang Basri Rase. Menurutnya kewenangan perizinan atau penindakan menjadi ranah Pemprov Kaltim atau pemerintah pusat.
“Silahkan saja kalau Pemprov mau turun tangan untuk meninjau lokasi,” kata Basri.
Akan tetapi, Pemkot akan membantu mencarikan solusi yang tepat. Mengingat keberadaan perusahaan itu sangat vital. Menyuplai pasokan gas hasil regasifikasi LNG ke PT Pembangkit Listrik Negara (PLN) di Sambera, Kutai Kartanegara.
“Karena ini untuk kepentingan nasional dan daerah,” ucapnya.
Dijelaskan dia, Pemkot tidak bisa mengambil sikap arogan. Sepanjang perusahaan memiliki itikad baik untuk melengkapi dokumen perizinan. Disinggung mengenai opsi penyetopan sementara, Basri akan terlebih dahulu memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Saya cek. Belum ada laporan dari DLH,” tutur dia.
Potensi kerusakan lingkungan dipandangnya tidak ada. Sebab lokasi perusahaan itu sejatinya telah masuk area penggunaan lain (APL). Tetapi belum ada peraturan wali kota (Perwali). Pemkot juga tidak boleh saklek dengan aturan.
“Akan jauh lebih berbahaya ketika kendaraan jasa transportasi iso tank parkir di kawasan pabrik PT Badak LNG (tempat pengambilannya). Karena gas ini beda dengan bahan yang lain,” terangnya.
Skema alternatif ialah memindahkan lokasi perusahaan di kawasan lainnya. Supaya tempat parkirannya lebih aman dan nyaman. Di luar kawasan hutan lindung. “Kami carikan solusi karena semua untuk kepentingan umum,” bebernya.
Diketahui, PT DPS Risco merupakan perusahaan jasa transportasi isotank yang telah beroperasi sejak pertengahan 2018. Pasokan ini dimanfaatkan untuk memenuhi pasokan pembangkit listrik dengan kapasitas 2 X 20 MW.
LNG yang dipasok tersebut berasal dari PT Badak, Bontang, diangkut melalui jalur darat menggunakan moda transportasi trucking yang dilengkapi ISO Tank berukuran 20 FT, dengan menempuh jarak 80 KM. Untuk mendukung proyek ini Pertamina sudah membangun enam unit fasilitas pengisian LNG (filling station) di Bontang selama 12 bulan sejak Agustus 2017. Adapun kapasitas filling station mencapai hingga 9 MMSCF/day. Metode suplai LNG dengan sistem ini merupakan salah satu terobosan untuk menjangkau di wilayah terpencil yang tidak terjangkau pipa.
Fasilitas dengan luas lahan 7665 m2 dibangun dan dioperasikan oleh PTGN dan PT Dharma Pratama Sejati (DPS) dalam bentuk Kerjasama Operasi sejak bulan Juni 2017 ini akan dimanfaatkan sebagai infrastruktur untuk mendukung kebutuhan energi PLN Sambera. Diharapkan dengan mulai beroperasinya fasilitas ini, dapat memperkuat dan memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat Kaltim. Khususnya di Balikpapan, Samarinda, dan Kukar yang menjangkau 20.000 KK.
Sebelumnya, Kasi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat, UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Santan Amid Abdullah mengatakan akan melakukan tinjauan lokasi dalam waktu dekat.
“Kami masih koordinasi dengan instansi terkait. Belum bisa dipastikan tetapi dalam waktu dekat kami akan ke sana (lokasi perusahaan),” kata Amid.
KPHP mengonfirmasi tidak sendirian nantinya. Melainkan bersama Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim dan Balai Pengawasan Hutan. Survei bertujuan untuk memastikan apakah perusahaan itu menduduki area hutan lindung. Dilihat dari data koordinat yang dimiliki oleh Dishut.
“Poin utamanya ialah memverifikasi lokasinya. Karena tidak menutup kemungkinan berada di luar kawasan hutan lindung,” ucapnya.
Jika benar, maka pihak terkait langsung memproses ke Balai Peneggakan Hutan. Instansi yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, Amid memastikan hingga kini belum ada izin pemanfaatan kawasan oleh perusahaan jasa transportasi isotank tersebut.
“Hingga saat ini tidak izin pemerintah pusat, berarti ilegal. Tetapi kami harus memastikan dulu koordinatnya,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post