TANJUNG REDEB – Pungutan liar (pungli) diduga kembali terjadi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Berau. Polisi pun bakal menindaklanjuti informasi tersebut.
Hal itu ditegaskan Kasat Reskrim Polres Berau AKP Andika Dharma Sena. Namun diterangkannya, hingga saat ini pihaknya juga belum pernah mendapatkan laporan apapun terkait dugaan hal tersebut.
Karena itu, untuk melakukan pengungkapan aksi pungli dikatakannya, selain melakukan penyelidikan, pihaknya juga turut berharap adanya dukungan masyarakat Kabupaten Berau, khususnya yang merasa menjadi salah satu korban pungli.
“Kalau memang ada yang merasa ada aksi seperti itu, bisa langsung berkoordinasi dengan kami. Bukan hanya pungli di BPN, tapi di tempat-tempat lain juga silakan langsung melaporkan ke kami,” ujar Andika di temui di ruang kerjanya, kemarin (8/1).
Ditegaskan pria yang pada tanggal 27 Januari nanti akan genap satu tahun bertugas di Bumi Batiwakkal -sebutan Kabupaten Berau- itu, memastikan bahwa Polres Berau akan bersikap tegas jika memang adanya perbuatan melanggar hukum.
Karena itu juga, dirinya mengimbau kepada seluruh pihak khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan masayarakat untuk benar-benar menjalankan tugas sebagaimana ditetapkan ketentuan.
“Pastinya kami tidak akan pandang bulu jika memang adanya aksi seperti itu. Apalagi kalau yang melakukan itu merupakan pegawai negara karena itu bisa masuk dalam Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi),” terangnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, oknum petugas Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Berau, diduga melakukan upaya Pungutan Liar (Pungli). Hal itu diutarakan Sofyan, saat mengurus pengembalian batas tanah miliknya yang ada di RT 6 Gunung Tabur.
Dugaan itu dia sampaikan, karena pihaknya dimintai uang Rp 1 juta oleh petugas pengukur BPN setiap kali turun ke lapangan. Awalnya diutarakan Sofyan, dirinya tidak begitu mempermasalahkan nilai yang dipatok oleh petugas BPN.
Namun kecurigaan adanya praktik pungli yang dilakukan petugas BPN Berau, lantaran pihaknya telah mengeluarkan total Rp 6 juta untuk enam kali pengukuran, namun pihaknya tak kunjung mendapatkan kepastian terkait pengembalian batas tanah miliknya.
Padahal diterangkannya kepada media ini Minggu (6/1), pada awal November 2018 lalu, petugas BPN Berau telah menyelesaikan gambar ukur atas lahan tersebut.
“Setelah gambar ukur itu keluar, saya beberapa kali desak petugasnya minta hasilnya tapi ada aja alasan mereka, seakan mempersulit itu. Padahal kami sudah melakukan apa yang mereka minta,” katanya.
Dugaan adanya aksi pungli yang dilakukan oknum petugas BPN Berau itu dikatakannya semakin kuat, setelah dirinya mengetahui kalau tarif pengembalian batas tanah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128 tahun 2015 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian agraria dan tata ruang/badan pertanahan nasional hanya senilai Rp 510 ribu aja.
Itu pun dikatakannya, telah terpampang dengan jelas pada banner yang dipasang di kantor BPN Berau. “Di situ kan ada dijelaskan kalau biaya pengembalian batas enggak sampai segitu (Rp 1 juta, Red). Makanya saya menduga di BPN adanya pungli, sepertinya yang nakal ini juru ukurnya di lapangan atau mungkin ada koordinasi dengan pimpinannya untuk hal itu,” bebernya.
Menanggapi hal itu Kepala Seksi Pengukuran BPN Berau Fahmi, mengatakan, dalam melakukan pengembalian batas tanah tersebut pihaknya memang menggunakan ketentuan berdasarkan PP 128/2015 tersebut.
Dalam aturan itu dikatakannya, tidak ada ketentuan tarif untuk melakukan hal tersebut namun berdasarkan rumus yang telah ditetapkan, sesuai dengan ukuran tanah yang akan diukur. Hal itu pun dilakukan beberapa tahap mulai dari pengukuran awal, pemeriksaan tanah yang sudah diukur oleh panitia A, lalu biaya pengembalian batas, terakhir biaya pencetakan peta ukur.
Namun dibeberkannya, dalam aturan itu ada ketentuan lain yang harus dibayarkan seperti biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi selama proses tersebut. “Hal itu yang tidak diatur secara tegas dalam aturan. Tapi kalau mematok harga Rp 1 juta itu sih enggak ada. Kalau memang ada seperti itu, berarti hanya oknum. Kami minta pemohon untuk melapor ke kantor (atasannya) agar kita di internal bisa mengingatkan juga kepada yang bersangkutan,” bebernya. (sam/app/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: