Oleh
Hj. Muthi’ Masfu’ah ‘Ma’ruf’ AMd
(Ketua Gagas Citra Media dan Rumah Kreatif Salsabila)
Bulan Suci Ramadan kembali menghampiri kita tahun ini. Bulan yang penuh ‘keajaiban’ ini mampu mengubah warna kehidupan kita. Semula masjid dan musala yang pada hari-hari biasa sepi kini penuh sesak dengan jamaah yang datang untuk menunaikan ibadah Salat Tarawih bersama.
Di bulan yang sangat dinanti ini tampaknya setiap muslim tidak mau ketinggalan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Tidak salah memang jika umat Islam menyambut datangnya Ramadan dengan suka cita.
Menyiapkan mental dan ruhiyahnya karena di bulan yang mulia ini merupakan kesempatan untuk memperbanyak amalan dan mendulang keutamaan sebanyak mungkin.
Amal kebajikan yang dilakukan seorang muslim di bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya dibanding amalan-amalan di bulan lain. Sehingga sangat disayangkan jika seorang muslim tidak memanfaatkan kesempatan di bulan puasa ini untuk berbuat kebajikan sebanyak mungkin. Karena tidak ada jaminan tahun depan kita akan bertemu lagi dengan bulan Ramadan.
MENUMBUHKAN SENSE OF CRISIS
Apakah kita tahu bahwa puasa di samping memiliki tujuan vertical, yakni bertakwa kepada Allah SWT. Puasa juga memiliki tujuan horizontal, yakni berbuat baik (muhsin) kepada sesama atau selalu peka terhadap sesama. Dengan puasa, kita akan merasakan bagaimana rasanya orang yang menderita kelaparan dan kehausan, bahkan tidak jarang mereka mati dalam kelaparan.
Dengan berpuasa kita ‘dipaksa’ merasakan kepedihan rasa lapar dan pedihnya merasakan tidak mempunyai satu pun yang dibutuhkan oleh kita. Dari sinilah akan lahir sikap empati, bukan hanya simpati, terhadap mereka yang kekurangan.
Karena itu, bisa dikatakan bahwa puasa merupakan media latihan (tarbiyah) untuk mengasah sensitifitas kita terhadap perasaan orang yang kurang beruntung yang ada disekitar lingkungan kita. Tanpa turut merasakan derita lapar hampir mustahil kita dapat merangsang munculnya empati kita pada mereka yang mengalami penderitaan.
Dan saat kita merasakan betapa pedihnya nestapa lapar serta sengsaranya rasa haus, diharapkan kita dapat segera mengingat penderitaan orang lain sehingga hati kita tergugah untuk membantu mereka.
Dengan penderitaan lapar itulah, mereka yang diberi kelebihan harta diharapkan dapat menekan ego personal mereka dan peduli terhadap penderitaan orang lain sehingga terjalin tali asih bisa terjalin erat.
Dengan rasa lapar itu pula kita semakin menyadari makna sabda Rasululullah SAW. “Tidaklah beriman seseorang sehingga dia mencintai manusia sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri dari hartanya.” Ajaran Rasulullah SAW menyadarkan kita bahwa kita untuk selalu membantu mereka yang kekurangan sebagai tanda bahwa kita benar-benar beriman kepada Allah SWT.
Oleh sebab itu, dalam konteks hubungan sosial kemasyarakatan, puasa yang kita lakukan dapat menumbuhkan sense of crisis, yaitu semangat untuk mengerti kesulitan dan penderitaan orang lain. Sifat ini akan mendorong kepekaan dan kepedulian sosial kita. Jika kemarin atau bahkan saat ini saudara kita belum terlepas dari nestapa banjir di Kubar dan Kukar.
Juga nestapa panjang saudara-saudara kita dibelahan bumi lain yang masih hingga kini dalam kelaparan, kekurangan dan ketakutan. Saat yang tepat di bulan penuh cinta ini kita memiliki semangat kepedulian dan berbagi.
Jika puasa sukses menumbuhkan sense of crisis dalam diri kita, maka sifat kasih sayang terhadap sesama akan bersemi di hati dan terejawantah dalam perilaku sehari-hari. Kata-kata kasar yang menyesakkan dada tidak akan terlontar dari mulut, perbedaan pendapat disikapi dengan santun, tangan tidak menyakiti orang lain, menjauhi kekerasan dalam menyelesaikan masalah, dan lain sebagainya. Dari sinilah kemudian konsep Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin akan membumi, tidak hanya terwujud dalam kata. Wallahu a’lamu bis shawab. (dari berbagai sumber) (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post