SAMARINDA – Ketiadaan rumah aman menjadi kendala dalam perlindungan anak di Kota Tepian. Karenanya Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) saat ini tengah memperjuangkan pembangunan rumah aman untuk anak-anak di Samarinda.
Ketua KPAD Samarinda Sri Lestari menuturkan, selama ini lembaga perlindungan anak kesulitan dalam hal menitipkan anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan kejahatan seksual. Karena belum memiliki rumah aman, para korban dititipkan pada berbagai pihak dengan fasilitas dan pembiayaan sekadarnya.
“Sementara ini kami menitipkan kesana kemari. Memang ada yayasan swasta yang selama ini membantu kami. Namun yayasan ini tidak memiliki anggaran yang cukup sehingga kami membantu semampunya,” kata Sri.
Selain pada yayasan, sebagian korban juga dititipkan pada instansi milik Pemprov Kaltim. Namun hal tersebut tidak maksimal mengingat pemprov juga menerima anak-anak dari daerah lain di Kaltim. Untuk itulah dia berharap rumah aman dapat segera dibangun di Samarinda.
Keinginan ini lantas diungkapkan dalam pertemuan dengan Komisi IV DPRD Samarinda. Tak dinyana, ada pihak yang berniat baik menyumbangkan tanahnya untuk pembangunan rumah aman ini. “Ternyata ada respon, ada yang mau menyumbangkan tanahnya. Kalau ada tanah dengan sertifikat lengkap, nanti kami komunikasikan dengan pemerintah pusat,” sambungnya.
Istri Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail ini mengungkap, ada program dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI terkait pembangunan rumah aman. Kata dia, apabila ada tanah dengan sertifikat yang jelas, dari kementerian bersedia untuk membangunkan rumah aman. Pembiayaannya nanti menggunakan APBN.
“Ini yang sedang kami perjuangkan. Kami bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak berencana pergi ke pemerintah pusat untuk melaporkan hal ini,” tutur Sri. “Mudah-mudahan, didoakan saja,” tambahnya.
Apabila jadi dibangun, keberadaan rumah aman ini akan dirahasiakan dari publik. Tujuannya untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak korban kekerasan dan kejahatan seksual, serta anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Sehingga pihak-pihak yang tidak diinginkan dapat membahayakan keselamatan anak-anak tersebut.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di Samarinda memang terbilang memprihatinkan. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Samarinda, hingga semester pertama 2017, telah tercatat 88 kasus. Yang lebih memprihatinkan lagi para pelaku merupakan keluarga korban sendiri. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: