Mirisnya, di antara 21 IUP palsu itu, terdapat perusahaan yang menjalankan aktivitas pertambangan meski hanya memegang dokumen fotokopi. Bukan dokumen asli.
bontangpost.id – Polda Kaltim masih menunggu surat izin penggeledahan dan penyitaan barang bukti dari Pengadilan Negeri Samarinda. Surat itu sebagai landasan agar bisa mencari bukti dan dokumen asli di Kantor Gubernur Kaltim terkait 21 izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga dipalsukan. Meski ada potensi kasus pemalsuan ini dihentikan, namun tindak pidana lain bisa menyeruak jika ada laporan.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Kaltim Kombes Kristiaji mengungkapkan, jika upaya penggeledahan di Kantor Gubernur Kaltim tidak ditemukan dokumen asli terkait laporan pemalsuan IUP, kasus ini tidak serta-merta berhenti. Karena dalam prosesnya, diduga ada unsur tindak pidana penipuan. Berdasarkan sejumlah informasi yang dia peroleh dari rapat bersama Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan DPRD Kaltim dan Pemprov Kaltim.
“Kalau tindak pidana pemalsuan, berarti ada perbuatan membuat (dokumen palsu berdasarkan dokumen asli). Kemudian menimbulkan kerugian bagi korban. Nah dalam keterangan Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), telah ada laporan terkait dugaan penipuan di enam polda (termasuk di Ditreskrimsus Polda Kaltim),” ungkap Kristiaji kepada Kaltim Post (induk bontangpost.id).
Diduga, ada oknum yang berjualan IUP palsu menggunakan dokumen yang kini sedang disidik polisi. Yakni, salinan atau fotokopi nomor surat pengantar bernomor 5503/4938/B.Ek tertanggal 4 September 2021 dan 503/5013/DPMPTSP-4/IX/2021 tertanggal 21 September 2021. Surat pertama memuat permohonan 8 IUP, dan surat kedua berisi 14 IUP. Kemudian menyebarnya hingga ke perusahaan-perusahaan di Kaltim dan di luar Kaltim.
“Ada locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) di mana oknum ini menjual dokumen kopian tersebut. Jadi jika memang perbuatan pemalsuan IUP ini tidak bisa kami buktikan, berarti kalau memang kemudian ada korban, maka korbannya adalah perusahaan. Ini yang akan kami telusuri nanti. Tetapi lihat lagi locusnya. Kalau korbannya dari provinsi lain, berarti bukan kami (Polda Kaltim) yang menangani. Tentu kami tetap akan bekerja sama untuk mem-backup datanya,” beber dia.
Kristiaji lalu mengungkapkan keunikan kasus ini berdasarkan keterangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, dan Dinas ESDM Kaltim yang menegaskan 21 IUP tersebut palsu. Karena selain tidak terdaftar di sistem Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba Online Monitoring System (MOMS), dan elektronik pendapatan nasional bukan pajak (e-PNBP) Kementerian ESDM, juga diurus secara kolektif dengan satu surat pengantar. Padahal seharusnya satu surat pengantar hanya boleh untuk satu IUP.
“Ini daftarnya secara gelondongan. Jadi menurut mereka (DPMPTSP) dan pansus pun akhirnya men-declare itu palsu. Jadi kata mereka, kalau ada perusahaan yang mau beli (salinan dokumen) ya salah perusahaannya,” ujar dia. Hal ini juga yang ditemukan penyidik Ditreskrimum Polda Kaltim saat mereka memeriksa perusahaan yang diduga menggunakan IUP palsu. Diakui perusahaan, mereka hanya memegang dokumen fotokopi untuk menjalankan aktivitas pertambangan.
“Bukan asli loh. Bahkan dari daftar perusahaan itu, delapan bahkan menyebut belum mendapat dokumen sama sekali. Jangankan asli, yang fotokopi pun mereka belum dapat. Hanya modal dikirimi nomor surat,” imbuhnya. Dia juga melihat ada dugaan permainan oknum yang memang sengaja memuat salinan dokumen IUP dan diedarkan berupa fotokopi saja. Lalu dijual dengan harapan bisa beruntung menipu korbannya.
“Ya modelnya untung-untungan. Karena bagi mereka yang paham, pengurusan IUP itu kan punya tahapan dan pernyataan yang harus dipenuhi. Dan karena saat itu kewenangannya di provinsi, maka seolah-olah dokumen itu dikeluarkan oleh provinsi,” lanjutnya. Informasi lainnya, jika memang kasus dugaan pemalsuan 21 IUP ini bisa bergeser ke arah tindak pidana penipuan, maka diperlukan laporan dari korban. Bahkan dari rapat bersama Pansus Investigasi Pertambangan dan Pemprov Kaltim, diketahui ada perusahaan yang membeli salinan dokumen IUP diduga palsu seharga miliaran rupiah.
“Ada perusahaan sampai bayar Rp 3 miliar,” ujarnya. Di sisi lain, Polda Kaltim juga akan membuka posko terpadu, bekerja sama instansi terkait untuk meng-cover laporan-laporan pertambangan ilegal, khususnya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan sekitarnya. “Jadi tidak hanya polisi. Namun juga ada ESDM, LHK sampai Satpol PP bakal ada di situ,” ujar Kristiaji.
Tak Ada Daluwarsa pada Laporan Polisi
Belum ditemukannya dokumen asli 21 IUP yang diduga dipalsukan menjadi penyebab utama lambatnya penanganan laporan Inspektorat Kaltim. Membuat kasus masih jalan di tempat dalam kurun waktu enam bulan terakhir ini. Walaupun sejak Februari lalu, penyidik Polda Kaltim menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Menurut akademisi hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Orin Gusta Andini, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, memang belum mengatur daluwarsa terhadap pemeriksaan di kepolisian. Terlebih, tidak diatur mengenai masa waktu dari laporan polisi. “Kecuali, jika sudah ada penetapan dan penahanan tersangka. Sehingga ada akibat, misalnya tersangka harus dikeluarkan dari tahanan,” katanya kepada Kaltim Post, Jumat (5/5).
Orin menerangkan, ada beberapa tingkatan penyidikan di kepolisian. Makin sulit kasusnya, maka semakin lama penanganannya. “Ada durasinya. Tetapi kalau sudah jelas peristiwa pidana, berarti kan tinggal panggil saksi dan datangkan ahli,” jelas perempuan berkerudung ini. Dia melanjutkan peningkatan status penyidikan pada kasus yang ditangani pihak kepolisian, memang ditujukan untuk menemukan tersangka. Di mana belum adanya tersangka pada kasus ini, lantaran penyidik ingin mengumpulkan bukti lebih banyak.
Sehingga penanganan kasus lebih akurat sebelum menetapkan tersangkanya. “Setahu saya, KUHAP belum mengatur konsekuensi hukum untuk penyidik, kalau tak kunjung menetapkan tersangka. Kita tunggu saja. Tapi terus dipantau. Karena untuk menetapkan tersangka, dapat menggunakan bukti berupa saksi, surat, ahli, atau dokumen elektronik. Tinggal pilih saja, dua di antaranya,” ungkap dia. (riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post