BONTANG – Keberadaan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) diketahui belum semuanya mengantongi izin. Hal ini membuat legislator angkat suara. Wakil Ketua Komisi III Suhut Harianto meminta kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) untuk memberi peringatan keras.
Caranya yakni menyegel dengan garis polisi. Tak hanya itu, politisi Partai Demokrat ini meminta untuk memasang plang dengan tulisan tower bermasalah. Harapannya, pemilik BTS tersebut segera mengurus izin. Dikatakannya, fenomena ini dilakukan oleh Kota Balikpapan untuk menghadapi pemilik tower yang bandel.
“Segera segel dengan police line dan pasang plang dengan tulisan tower bermasalah. Jika diangkat media pasti mereka akan datang ke lokasi menara itu,” kata Suhut saat memimpin rapat dengar pendapat, Selasa (18/9) lalu.
Pria asal Blitar, Jawa Timur ini pun geram melihat banyaknya tower yang masih bermasalah. Padahal keberadaan menara itu berdampak besar bagi warga di sekitarnya. Salah satunya yang terjadi di RT 20 Loktuan. Mengingat kondisi tali slingnya hampir putus. Bila roboh tentunya akan mengenai hunian di sekitarnya.
Suhut pun juga meminta agar perlu dilakukan pengkajian terhadap peraturan daerah. Pasalnya pendapatan daerah melalui operasional menara sangatlah kecil. “Di Padang (Sumatera Barat, Red.) bisa mendapatkan PAD yang besar dari retribusi tower. Mungkin bisa dikaji lagi peraturannya,” tuturnya.
Sementara itu, Eko selaku Kasi Pengendalian Bangunan dan Ruang Dinas PUPRK mengatakan, total jumlah BTS yang ada di Bontang sejumlah 106 menara. Dari jumlah tersebut, baru 57 yang sudah mengantongi izin. Sementara dua BTS masih dalam tahap pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB).
“Kami sudah melakukan inventarisasi, jumlah tower yang berjenis combad ada tiga menara,” kata Eko.
Namun, ia belum dapat memberikan rincian pemilik tower. Karena hingga saat ini beberapa di antaranya belum dapat dihubungi untuk dikonfirmasi. “Sudah menghubungi nomor telepon pemilik tower saat pengajuan IMB. Tetapi kebanyakan sudah tidak aktif,” ungkapnya.
Mendukung gagasan dewan, Dinas PUPRK pun mengusulkan revisi perda sehubungan besaran retribusi. Pasalnya, dalam Perda Nomor 13 Tahun 2017 revisi dari Perda Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Umum, satu tower tiap tahunnya hanya menyetor Rp 466 ribu. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post