bontangpost.id – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang sengketa batas wilayah antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) pada Senin, 2 September 2024.
Wali Kota Bontang, Basri Rase, bersama Ketua DPRD Kota Bontang, Andi Faisal Sofyan Hasdam, dan Wakil Ketua DPRD Kota Bontang, Junaidi serta Agus Haris, menjadi pemohon dalam uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 47 Tahun 1999 yang mengatur pembentukan Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Perkara ini tercatat dalam nomor 10/PUU-XXII/2024.
Sengketa ini berfokus pada penentuan batas wilayah Kota Bontang yang saat ini hanya terdiri dari dua kecamatan, yakni Bontang Selatan dan Bontang Utara, sementara Kecamatan Bontang Barat masuk dalam wilayah Kutai Timur.
Ketua MK, Suhartoyo, yang memimpin sidang, menegaskan bahwa perwakilan yang hadir tidak diperkenankan untuk membacakan keterangan karena tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Namun, MK memberikan diskresi dengan menerima keterangan tersebut tanpa disampaikan secara formal dalam persidangan.
Suhartoyo juga meminta pemohon, yang diwakili oleh kuasa hukumnya Heru Widodo, untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah ini melalui rapat paripurna di DPRD Kota Bontang sebelum sidang dilanjutkan.
Menurut Suhartoyo, permohonan terkait sengketa batas wilayah seperti ini bukanlah yang pertama kali diajukan di MK.
Oleh karena itu, MK memberikan kesempatan kepada para pemohon untuk menyelesaikan sengketa ini secara internal terlebih dahulu.
“Kami meminta kepada pemohon untuk memastikan apakah perkara ini akan dilanjutkan atau tidak, melalui keputusan yang diambil dalam rapat paripurna DPRD,” ujar Suhartoyo.
Wakil Ketua II DPRD Kota Bontang, Agus Haris, menyampaikan bahwa saat ini DPRD Kota Bontang periode 2024-2029 baru saja dilantik dan belum membentuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD), sehingga pembahasan paripurna kemungkinan baru bisa dilakukan pada Desember 2024. Namun, Suhartoyo tetap meminta agar rapat paripurna tersebut bisa dipercepat.
Sidang berikutnya dijadwalkan akan dilaksanakan pada Rabu, 2 Oktober 2024. MK juga meminta agar Wali Kota Bontang, Basri Rase, dapat hadir dalam sidang berikutnya untuk memastikan kelanjutan permohonan ini.
Dalam petitum atau tuntutannya, pemohon meminta MK menyatakan bahwa penjelasan Pasal 2 UU 47/1999 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemohon juga meminta agar Kecamatan Bontang Barat dimasukkan dalam wilayah Kota Bontang, serta mengoreksi batas-batas wilayah yang terdapat dalam UU tersebut untuk menciptakan kepastian hukum yang adil bagi masyarakat.
Kasus ini mencerminkan tantangan dalam penentuan batas wilayah di Indonesia, khususnya di daerah yang mengalami perkembangan pesat dan perubahan administratif.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post