bontangpost.id – Terendusnya kasus terbitnya 21 izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim yang diduga palsu sampai juga ke telinga Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemprov Kaltim selaku pemilik otoritas diminta untuk segera bertindak.
Airlangga menyebut, jika terdapat indikasi pemalsuan IUP, Pemprov Kaltim bisa menyerahkan kasusnya ke ranah hukum. Laporkan segera ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. “Kalau ada pelanggaran bisa diselesaikan secara hukum,” tegas ketua umum Partai Golkar itu setelah mengisi kuliah umum terkait pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Universitas Balikpapan (Uniba), Sabtu (18/6) lalu.
Sementara itu, dalam sudut pandang hukum, perkara pemalsuan tanda tangan seorang kepala daerah terhadap sebuah izin atau penerbitan surat resmi lainnya termasuk perbuatan melanggar hukum. Di mana masuk pada delik pemalsuan (membuat surat palsu, memalsukan surat, dan memalsukan tanda tangan). “Pasal 263 KUHP, ancaman penjara maksimal enam tahun,” ucap dosen hukum pidana dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Orin Gusta Andini.
Orin menyebut, korban dalam hal ini gubernur Kaltim bisa melaporkannya ke kepolisian. Sesuai kewenangan instansi kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dan karena itu menyangkut dokumen Pemprov Kaltim, gubernur bisa saja menunjuk bagian legal pemprov. Sebagaimana korban menunjuk kuasa hukumnya. “Selama itu pihak yang merasa dirugikan. Dan ini juga berkaitan dengan dokumen pemprov,” ujarnya.
Gubernur atau Pemprov Kaltim belum terlambat bila ingin membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Meski dalam dokumen yang beredar, dugaan pemalsuan berlangsung pada 2020 lalu, tetapi berdasarkan Pasal 78 KUHP, kedaluwarsa atau jangka waktu sebuah perkara sampai 12 tahun karena ancaman pidananya maksimal enam tahun di pasal tersebut.
“Apabila dalam perkara tersebut memang berpotensi ada kerugian keuangan negara, bisa saja dilaporkan juga,” jelas Orin.
Baca juga; Menambang Ilegal Berbekal “Tanda Tangan” Gubernur Kaltim
Dia menambahkan, perlu dilihat juga subjek hukumnya, siapa yang menyebabkan kerugian negara. Termasuk terpenuhinya unsur-unsur pasal yang akan digunakan. Karena diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK), misalnya di Pasal 2 yang menyebut, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang bisa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar”.
Lantas bagaimana bila proses dugaan pemalsuan tersebut tak terdeteksi oleh Pemprov Kaltim hingga ada indikasi kelalaian? Orin menyebut, perlu diketahui lebih dulu di mana letak kelalaiannya. “Harus jelas dulu duduk perkara untuk membuktikan dan menentukan pada siapa unsur kelalaian tersebut,” imbuhnya.
Adapun di kalangan legislator, dugaan pemalsuan IUP itu rupanya belum terdengar. Wakil Ketua Komisi III DRPD Kaltim Syafruddin mengaku baru menerima informasi tersebut dari awak media. Dirinya menyebut persoalan itu serius dan harus ditindaklanjuti. “Parah ini. Kalau begitu gubernur pasti dirugikan. Secara pribadi maupun sebagai kepala daerah,” ucapnya.
Politikus PKB itu menyebut, gubernur Kaltim harus mengambil langkah hukum bila memang dugaan tersebut mencuat. “Ayo Pak gubernur lapor polisi,” pintanya.
Mengambil peran fungsi pengawasan, DPRD Kaltim diwakili Komisi III disebut juga akan mengambil langkah. Memanggil Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim. Untuk menggali informasi lebih dalam terkait isu yang beredar. Mengingat dua instansi itu yang mengetahui alur dan izin terkait IUP yang beredar.
“Secepatnya kami akan undang teman-teman di DPMPTSP dan Dinas ESDM Kaltim. Baru kami mengundang pihak terkait. Termasuk pemilik IUP. Yang pasti harus ada langkah tegas,” harap wakil rakyat dari daerah pemilihan Balikpapan itu.
Seperti diketahui, Kaltim Post (induk bontangpost.id) belum lama ini menemukan sebuah data indikasi pemalsuan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim terhadap 21 IUP yang dikeluarkan DPMPTSP Kaltim. Bahkan dugaannya juga mengarah pada pemalsuan tanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor.
Dari penelusuran media ini, ada sejumlah IUP yang diduga bodong itu telah beroperasi. Di antaranya PT TKM. Lokasinya di Kutai Kartanegara (Kukar). Konon PT TKM menguasai konsesi di sekitar Kecamatan Samboja, Kukar, dan Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU).
Dari data yang diperoleh media ini, PT TKM tercatat mengantongi SK Gubernur Kaltim dengan Nomor 503/4696/IUP-OP/DPMPTSP/VIII/2020. Dalam data tersebut, IUP yang diterbitkan pada 13 Agustus 2020 itu memperoleh izin konsesi batu bara seluas 3.372,7 hektare.
Tak hanya PT TKM, ada pula PT BSS yang diduga IUP-nya bodong. Dari salinan data yang diperoleh media ini, perusahaan tersebut memegang konsesi batu bara seluas 1.087,5 hektare di Kelurahan Amborawang Darat, Samboja. Bahkan IUP yang mengantongi SK Gubernur Kaltim dengan Nomor 503/5967/IUP-OP/DPMPTSP/X/2020 itu telah beroperasi. PT BSS diterbitkan pada 7 Oktober 2020.
SK Gubernur Kaltim itu memuat tentang peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi. SK IUP itu ditandatangani Gubernur Kaltim Isran Noor dengan tinta biru dan memiliki stempel lambang Garuda dan tulisan Gubernur Kaltim.
SK IUP juga dilengkapi dokumen pendukung. Dari titik koordinat, peta wilayah pertambangan, hak dan kewajiban, hingga surat pernyataan kesanggupan perusahaan dengan produksi 50 ribu metrik ton per bulan batu bara, untuk mendukung upaya ketahanan pangan Kaltim dengan menyalurkan bantuan 50 sapi kepada kelompok peternak di Samboja. (rom/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post