BONTANG – Dialog peluang investasi di daerah yang digelar Dinas Penanaman Modal, Tenaga Kerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTK-PTSP) Bontang, dengan mengundang perwakilan 10 Dinas Penanaman Modal Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur serta 150 perusahaan di Bontang, menjadi ajang bagi Sofyan Hasdam mantan Wali Kota Bontang dua periode untuk menyampaikan ide dan gagasannya.
Saat didaulat menjadi pembicara, waktu 30 menit tak disia-siakan suami Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni itu. Di hadapan forum, secara detail Sofyan mengkaji beberapa hal.
Menurutnya, Kaltim yang selama ini dikenal sebagai provinsi yang kaya dengan cadangan minyak dan gas, tidak bisa lagi menggantungkan pertumbuhan ekonomi dari industri migas. Karena potensi sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui tersebut pada bakal habis.
“Sekarang saja, migas kita belum habis tapi harganya anjlok. Dampaknya, seluruh kabupaten kota di Kaltim mengalami krisis. Makanya ke depan kita harus membangun industri non migas,” tuturnya.
Dijelaskan, salah satu industri non migas yang potensial dikembangkan yakni industri turunan dari produk perkebunan sawit, dan karet yang melimpah di Kaltim. Saat ini tahapan dari industri perkebunan sawit di Kaltim yang luasannya sudah menghampiri 2 juta hektare hanya sebatas CPO (Crude Palm Oil).
Menurut dokter spesialis saraf ini, ide dasar yang menjadi inti dari gagasannya adalah perlunya perubahan-perubahan mendasar atas manajemen pembangunan Kaltim. Perubahan ini penting dilakukan saat rezeki migas kian menipis.
“Karena itu, Pemprov Kaltim perlu memikirkan ulang prioritas-prioritas pembangunannya dari yang sebelumnya tergantung terhadap rezeki migas yang tidak terbarukan (unrenewable, Red.), menuju pada menemukan basis baru perekonomian Kaltim yang terbarukan (renewable, Red.),” ungkapnya.
Basis perekonomian baru kata dia adalah sektor pertanian. Karena itu, arah pembangunan kemudian adalah industri berbasis pertanian (agroindustry). Bukan lagi industri berbasis migas sebagai tumpuan utama. “Untuk basis pertanian ini, maka slogannya kemudian adalah petik, olah, jual,” sebutnya.
Implementasi petik, olah, jual dimaksud, lanjut dia adalah mengubah pola pikir dan pola laku para pelaku pertanian di Kaltim. Bila tadinya semua hasil yang diperoleh dari sektor pertanian atau perkebunan langsung dipasarkan, maka ke depan harus diubah.
“Agar memiliki nilai keekonomian yang lebih tinggi, maka hasil pertanian mesti diolah dulu setelah dipetik. Hasil pengolahan inilah yang kemudian dijual, sehingga nilai jualnya juga menjadi berkali lipat,” katanya.
Untuk pengolahan, kata dia, tentu menjadi domain pemerintah untuk menyediakan pabrik. Karena itu, pabrik yang harus dibangun ke depan adalah pabrik yang bertumpu pada hasil bumi yang ada di Kaltim. “Inilah yang dimaksud dengan agroindustry,” ujar mantan Ketua DPD Partai Golkar Bontang ini.
Sofyan menambahkan, penerapan visi baru Kalimantan Timur ini mendesak dilakukan. Alasannya, proses transformasi perekonomian Kaltim setidaknya membutuhkan waktu. Sebab, harus bergeser dari perekonomian yang didominasi sektor pertambangan kepada perekonomian yang didominasi sektor industri berbasis pertanian (agroindustry).
Pergeseran struktural dalam perekonomian Kaltim, lanjutnya, memang memerlukan waktu dan usaha spesifik. Karena, sejak puluhan tahun yang lalu, Kaltim hanya dieksploitasi kekayaan alamnya tanpa disertai usaha-usaha serius untuk memajukan daerah ini.
“Masyarakat dan pemerintah Kaltim memang harus bekerja keras mewujudkan kesejahteraan bersama,” imbuhnya.
Menurutnya, pertimbangan-pertimbangan inilah yang mendasari pentingnya meramu sebuah strategi sebagai jawaban terhadap kekhawatiran sebagian besar masyarakat Kaltim bahwa suatu saat rezeki migas yang ada saat ini akan habis.
Oleh karena itu, pokok-pokok pikiran yang ditawarkan Sofyan—tentunya dielaborasi dengan visi dan misi calon gubernur nantinya—ialah perlunya usaha-usaha untuk mempercepat pergeseran struktural (transformasi struktural) perekonomian Kaltim.
“Karena usaha-usaha ini memang membutuhkan waktu yang panjang sehingga seharusnya ditempatkan sebagai sebuah gerakan kultural. Gerakan Pembangunan Ekonomi Terpadu dan Mandiri atau Gerbang Etam untuk kesejahteraan masyarakat Benua Etam,” urainya.
Dia menjelaskan, konsep Gerbang Etam mengandung pengertian bahwa percepatan pembangunan ekonomi Kaltim haruslah bersumber dari konsensus bersama. Konsensus yang melibatkan semua lapisan masyarakat Kaltim.
“Setiap kelompok masyarakat Kaltim, apapun profesinya menjadi bagian yang sangat penting dalam gerakan ini. Apapun profesinya, muaranya sama yaitu terwujudnya kesejahteraan materil dan immateril bagi seluruh lapisan masyarakat Kaltim,” paparnya.
Gerbang Etam ini, lanjutnya, membungkus komitmen utama untuk mempercepat pergeseran struktur ekonomi Kaltim. Juga untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Kaltim, sehingga dalam lima tahun ke depan sudah berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah lainnya di Pulau Jawa.
“Di dalam Gerbang Etam ini juga sudah mencakup program mengurangi jumlah penduduk miskin, mempercepat peningkatan kualitas SDM Kaltim melalui pendidikan gratis,” katanya.
Komitmen lainnya adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif, memperkuat kemitraan antara perguruan tinggi, swasta dan pemerintah. Juga meningkatkan kemitraan antara asosiasi usaha seperti Kadin dan HIPMI dengan pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang mengikat dunia usaha.
“Yang tidak kalah pentingnya adalah mempercepat pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan bebas hambatan, ketenagalistrikan, telekomunikasi, air minum, dan bandara di berbagai kabupaten/kota lainnya,” urainya (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post