BONTANG – Kabar penangkapan terhadap mantan Direktur Perusda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) Bontang, Dandi Priyo Anggono, hingga kini masih abu-abu. Meski tahun lalu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bontang, Agus Kurniawan mengatakan hingga kini pihaknya masih menemui kendala dan belum menemukan tempat persembunyian Dandi, yang merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan videotron tersebut.
“Kami juga sudah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus Dandi,” jelasnya kepada bontangpost.id, Selasa (7/5/2019).
Dia menambahkan, saat Dandi masih berada di Bontang, seharusnya dilakukan pencegahan dan tidak melarikan diri. Sehingga proses penangkapannya pun lebih mudah dan cepat.
“Seandainya saya sudah Kajari Bontang saat itu, akan dicegah. Supaya tidak lari. Saat ini masih kami lakukan pelacakan,” tambah Agus yang katanya sedang pertemuan di Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Diketahui, pada 2014 lalu pemkot mengguyur perusda sebesar Rp 10 miliar. Setahun berselang, disuntik lagi dana segar sebesar Rp 6.926.295.000.
“Sehingga total berjumlah Rp 16.926.295.000 yang sebagian didistribusikan kepada anak usaha Perusda AUJ,” terang Novita Elisabet Morong, yang saat itu masih menjabat kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bontang.
Diungkapkan Novita, penyimpangan tersebut merugikan negara sekira Rp 8.055.843.878. Kerugian itu akibat penggunaan dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan piutang macet.
Kaltim Post (induk Bontangpost.id) pernah mewawancarai Dandi sebelum menghilang, Mei 2016 lalu. Saat itu dia mengakui bahwa dana yang diberikan kepada unit usaha tidak 100 persen dari semestinya.
“Memang tidak 100 persen, itu karena penyertaan modal yang diberikan juga tidak 100 persen,” kata Dandi.
Jika mengacu kajian Universitas Airlangga yang menjadi salah satu acuan penyertaan modal diberikan, PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harusnya diguyur Rp 6 miliar. Namun hanya diberikan Rp 3 miliar. Pun dengan PT Bontang Investindo yang diberikan Rp 3,9 miliar dari seharusnya Rp 5,9 miliar.
Pada April 2015, perusda diguyur Rp 16,9 miliar. Sebanyak Rp 10 miliar diambil dari APBD 2014, sisanya dari APBD 2015. Duit itu digunakan untuk membangun sejumlah usaha.
Sebanyak Rp 2 miliar digunakan untuk membuka usaha bengkel. Satu di Bontang, lainnya di Samarinda. Uang tersebut diperuntukkan untuk membeli perlengkapan bengkel, sementara bangunan menyewa.
Sekira Rp 800 juta disuntikkan untuk pengelolaan parkir. Sementara Rp 3,9 miliar digunakan untuk mendatangkan dua videotron. Namun yang terpasang baru satu unit.
Unit usaha lain seperti stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) dan BPR pun tak luput dari kucuran dana segar. Uniknya, keuangan perusda kembali tidak sehat pada Januari atau delapan bulan setelah diberikan suntikan Rp 16,9 miliar. Hal itu ditandai dengan tertunggaknya gaji karyawan.
Badan Pengawas Perusda AUJ menilai, pengelolaan unit usaha tak sesuai perencanaan. Akibatnya, alih-alih meraih untung berlipat, justru merugi yang didapat. Tak hanya itu, perusda juga tak memberikan laporan pertanggungjawaban penyertaan modal. (mam)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post