SAMARINDA – Agar bisa menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) tahun depan, DPRD Samarinda mulai menyoroti kinerja sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Kota Tepian. Hal ini lantaran wakil rakyat di gedung Basuki Rahmat itu menilai pendapatan dari hasil retribusi kurang maksimal.
Padahal, masih banyak potensi retribusi yang bisa digali dan lepas dari pengawasan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Dan salah satu instansi yang mendapat sorotan adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Hal ini ditanggapi santai Kepala DLH Samarinda Nurrahmani. Ia bahkan mengaku, telah mematok target retribusi untuk tahun depan sama dengan tahun ini yakni Rp 14 miliar. Sebab, walaupun data terakhir target retribusi sudah mencapai 89 persen atau senilai Rp 12,3 miliar, dia optimistis mampu mencapai target tersebut. Namun untuk kenaikan sendiri masih dinilai tidak perlu dilakukan.
“Saya hanya tidak ingin menarget terlalu berlebihan namun hasilnya malah tidak ada. Lebih baik kita pasang target realistis tapi bisa mencapai. Makanya saya masih pasang target yang sama dengan tahun 2018,” tutur Nurrahmani kepada media ini di ruang kerjanya Jumat (26/10) lalu.
Dia menyadari, kenaikan retribusi memang telah diatur dalam peraturan daerah (Perda) nomor 2 tahun 2016 lalu tentang Retribusi Jasa Umum. Kendati demikian, masih ada perda lain yang mengiringinya yakni Peraturan Wali Kota Samarinda nomor 41 tahun 2017 mengatur tentang keringanan untuk para pembayar retribusi.
Dengan adanya perwali tersebut, semua pihak yang merasa keberatan dengan retribusi yang diambil berhak mengajukan komplain. Dikarenakan hal itulah, pihaknya masih melakukan penyesuaian karena bisa saja retribusi mengalami pengurangan apabila banyak yang mengajukan klaim.
“Karena memang sempat ada yang protes. Seperti dari pemilik ruko, ia merasa diberatkan karena pungutan retribusi mencapai Rp 150 ribu. Maka dari itu kami tidak ingin terlalu berlebihan memasang target, karena bisa saja retribusi diringankan hingga mendapat potongan 50 persen, jika sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Selain komplain tersebut, yang masih menjadi persoalan adalah mengenai pungutan bagi warga yang tidak tersambung dengan PDAM. Mengingat, retribusi bisa ditekan melalui sambungan air warga kepada instansi penyalur air bersih itu.
Pasalnya, masih banyak warga yang tidak melakukan sambungan PDAM. Maupun yang berjualan di pelataran rumah warga namun tidak menyumbang retribusi padahal turut serta menghasilkan sampah.
“Makanya saat ini kami masih berupaya untuk berkoordinasi dengan kecamatan se-Samarinda untuk mendata permukiman yang belum memiliki rekening air maupun yang memiliki usaha di pelataran rumah warga. Karena dua indikator tersebut sulit dimintai retribusi,” pungkasnya. (*/dev)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post