BONTANG–Nasib apes menimpa Kelompok Nelayan Usaha Maju Tihi-Tihi. Jalur yang biasanya digunakan budi daya rumput laut diduga terdampak aktivitas PT Graha Power Kaltim (GPK). Akibatnya, budi daya mati total dan gagal panen.
Maskur, ketua kelompok nelayan, menyampaikan hal tersebut telah terjadi tahun lalu. Namun, perusahaan dinilai tidak punya iktikad baik untuk menyelesaikan. “Setahun sudah kami adukan tetapi belum ada hasil. Kami sudah habis kesabaran, makanya kami berkirim surat ke dewan untuk dimediasi,” kata Maskur.
Dia tidak sendiri, tiga rekannya pun bernasib serupa. Total 303 jalur terkena imbas pengerukan GPK. Perinciannya, 131 jalur milik Maskur, Samal 70 jalur, Rusming 45 jalur, dan Hamzah 57 jalur.
Maskur menuturkan, perusahaan wajib mengganti rugi Rp 250 juta. Nominal itu untuk penggantian bibit. Dia memaparkan, untuk satu jalur diperlukan 40 kilogram bibit budi daya. Dengan asumsi harga bibit per kilogramnya Rp 22 ribu.
“Ini perhitungan dari kami, jika dijumlahkan maka nominalnya sesuai dengan ganti rugi yang kami lontarkan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Tangkap dan Budidaya Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (DKP3) Bontang Syamsu Wardi mengaku sulit membangun akses komunikasi dengan perusahaan. Bahkan, dia menyebut, PT GPK tidak seperti perusahaan lain saat hendak memulai pengerjaan pengerukan.
“Kalau lainnya itu sosialisasi dulu kepada masyarakat terkait dampak yang terjadi, ini tidak,” kata Wardi.
Menurut dia, ada dua tahap pengerukan yang telah dikerjakan. Pertama, di sekitar lokasi pembuatan dermaga atau masuk daerah Selangan dan Lok Tunggul. Kedua, pengerukan alur pelayaran. “Tahap kedua inilah yang membuat nelayan ini terkena imbasnya,” tutur dia.
Wardi mengaku telah memberikan data terkait nelayan kala itu kepada perusahaan. Namun, proses penyelesaian ganti rugi pun tanpa melibatkan DKP3. Hasilnya, ada nelayan yang belum menerima. Termasuk Kelompok Nelayan Usaha Maju Tihi-Tihi.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Utama PT GPK Aris Munandar menurut belum ada laporan yang masuk terkait permasalahan kelompok nelayan tersebut. “Belum ada informasi atau laporan mengenai ini,” katanya.
Namun, Aris sempat menyebut perusahaannya tidak melakukan pengerukan di Tihi-Tihi. Hanya mengambil lokasi di depan dermaga atau wilayah kolam putar kapal. “Mungkin matinya karena hama atau penyakit. Harus dicek ke lapangan terlebih dahulu,” pungkasnya. (ak/dwi/k8/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post